Madinah (Kemenag) — Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Indonesia di Arab Saudi menuai banyak apresiasi atas dedikasi mereka melayani jemaah haji. Apresiasi itu datang dari banyak pihak, tidak terkecuali dari Tenaga Ahli Menteri Agama, Bunyamin M. Yapid.
Dia menegaskan bahwa petugas haji telah menunjukkan pengabdian luar biasa. “Teman-teman PPIH Arab Saudi mungkin tidak pernah tampil di kamera. Tidak banyak yang kenal. Tapi insya allah terkenal di langit Allah,” ujar Bunyamin di Madinah, Sabtu (14/6/2026).
Bunyamin mengaku menyaksikan langsung banyak petugas menggendong jemaah di tengah terik matahari. Dia yakin Allah akan memberi pertolongan atas layanan petugas yang diberikan kepada jemaah.
Hal senada disampaikan jemaah haji asal Kalimantan Selatan, Murtinah, yang tergabung dalam kelompok terbang (kloter) 13 Debarkasi Banjarmasin (BDJ 13). Dia menilai petugas sudah sangat baik dalam melaksanakan tugas. Jika pun terjadi keterlambatan dalam penanganan, hal itu menurutnya disebabkan jumlah petugas haji dan jemaah yang tidak sebanding.
Murtinah yang merupakan tenaga kependidikan pada FKIP Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin, Kalimantan Selatan, bercerita bahwa dia pernah kehilangan jemaah lansia, teman sekamarnya, di area Jamarat. Cemas bahkan panik, ia mendatangi petugas piket di Jamarat Aqabah, meminta bantuan untuk menemukan temannya. Ia tak berhenti bersyukur ketika mendapati jemaah lansia tersebut berhasil ditemukan dan diantar ke tendanya.
Pengalaman sejenis dialami Surya. Dia pernah terpisah dari ibunya yang merupakan pengguna kursi roda, di lantai 3 Jamarat. Dia lapor petugas dan sehari setelah menyampaikan pesan melalui WA bahwa ibunya sangat berterima kasih atas ketulusan hati petugas di Jamarat, mengurus dan mengantarnya hingga bersama anaknya lagi, di penginapan di Makkah. “Pelayanan petugas baik, bahkan lebih dari cukup,” kata Surya.
Jadi Tukang Urut Dadakan
Menjadi petugas harus siap apa saja dalam membantu jemaah, tanpa melihat latar belakang profesi serta tugas dan fungsi. Ini juga yang dilakukan Evie Kusnindya, anggota tim Media Center Haji (MCH) Madinah saat bertugas di Pos 3 MCR (Mobile Crisis Resque) di Jamarat, tepatnya pada fase Lontar Jumrah Aqabah, 10 Zulhijjah. Saat itu, banyak jemaah yang kelelahan karena berjalan kaki jauh.
“Ada dua ibu sepuh kalau tidak salah satunya asal Jawa Timur (kloter SUB 2) satunya asal Makasar. Mereka kakinya kram dan tidak kuat jalan. Yang satu duduk di dekat antara (jumrah) Wustha dan Aqabah, satunya di tiang lainnya. Sudah dimarahi Asykar tapi memang tidak kuat berdiri. Saya jelaskan sama Asykar-nya kalau ibu itu tidak kuat jalan, dengan bahasa isyarat. Setelah perdebatan lama akhirnya dibolehin sama Asykar untuk merawat, karena ibunya kesakitan,” terang Evie.
Evie yang tugas utamanya seharusnya melakukan liputan sengaja membawa beberapa obat analgetic pain yang didapatnya dari Kepala Seksi Layanan Jemaah Haji Lansia dan Disabilitas dan PKP3JH Daker Madinah, Didit Sigit Kurniawan, sebelum berangkat piket di Jamarat, Makkah.
“Saya tawari untuk saya olesin dan saya pijat, ibunya mau. Saya pijat kaki kanan yang kram sama yang kiri. Dia kram otot karena kelelahan. Habis diurut dan kakinya enakan dia menangis meluk saya sambil bilang kok baik banget. Padahal kan emang udah tugas kita ya. Setelah lumayan enakan, si ibu ini bisa jalan pelan-pelan, dan digandeng suami plus teman satu rombongan yang kebetulan juga melintas,” demikian Evie mengisahkan.
Ibu satunya terpisah dari suami, minta dicarikan kursi roda karena katanya sudah benar-benar tidak kuat jalan. Evie membantu dengan mengurut juga kaki sang Ibu dengan obat oles sampai merasa baikan. “Saya telpon suaminya juga tak diangkat. Akhirnya ada orang yang katanya selokasi dengan tenda si ibu. Dia bisa bantu ibu itu. Si ibu menggunakan jasa kursi roda berbayar 400 riyal, dan ditemani jemaah laki laki yang satu kloter sama ibu itu,” tutur Evie.
Saat Evie memijat ibu jemaah haji Indonesia itulah ada suami istri jemaah haji asal Turki yang meminta Evie melakukan hal sama. “Kata dia dalam bahasa Inggris, mereka mungkin beda bangsa dengan kita tapi mereka muslim dan muslim bersaudara. Dia minta saya olesin dan urut juga karena istrinya juga kakinya sakit. Jadi hari itu saya dadakan jadi tukang urut kaki,” tutup Evie menjadikan suasana menjadi haru.
Mengantar Jemaah Terpisah Rombongan
Pengalaman berbeda dialami Rokhmanudin, pewarta asal IDN Times. Hari pertama kepulangan jemaah dari Muzdalifah menjadi hari paling menantang bagi petugas haji Indonesia. Ia teringat apa yang disebutkan Kepala Satuan Operasional Arafah Muzdalifah dan Mina (Kasatops Armuzna) Kolonel Harun Arrasyid, hari pertama itu (malam Aqabah) adalah hari paling rawan.
Rokhman, sapaan akrab wartawan IDN Times yang ikut bertugas sebagai petugas haji di Pos 5 MCR, sudah menebak akan menghadapi situasi berat. Malam sebelumnya, ia baru pulang ke hotel pukul 2 dini hari, dan pukul 6 pagi sudah harus kembali ke pos.
“Saya telat datang karena harus lontar jumrah dulu,” kenangnya.
Sampai di pos sekitar pukul 8 pagi, tiba-tiba datang seorang jemaah membawa lansia laki-laki yang tertinggal rombongan. Setelah istirahat sekitar 30 menit, Rochman mengantar lansia tersebut sesuai SOP. Namun belum jauh berjalan, datang jemaah lain menitipkan seorang lansia perempuan yang juga tertinggal.
Dalam perjalanan menuju Mina sejauh dua kilometer, Rokhman terus diserbu pertanyaan dari jemaah soal lokasi markaz mereka. Dia seakan menjadi Kompas hidup yang tahu semua arah yang dituju jemaah haji Indonesia.
Di Mina, ia membantu belasan jemaah tertinggal. Bahkan ada seorang nenek dengan dimensia yang mondar-mandir di tengah keramaian dan panas terik, dan sempat ia tangani. Dalam kondisi hanya bersarapan sebiji fitbar, Rokhman tetap melayani dengan sabar dan tenang. Sebagian besar jemaah akhirnya berhasil dipertemukan kembali dengan rombongannya.
Tak berhenti di situ, Rokhman kembali bertugas mendorong jemaah lansia yang kelelahan usai lempar jumrah. Lansia tersebut hanya mengenakan celana training, kaos, dan selembar kain ihram. Dengan kursi roda bekas rusak, ia bersama seorang rekannya menempuh perjalanan panjang. Roda kursi yang miring dan pijakan kaki yang rusak membuat dorongan terasa berat.
“100 meter pertama masih aman, tapi setelah itu tenggorokan kering, napas mulai tersengal,” katanya.
Google Maps sempat salah arah tiga kali, membuat perjalanan makin sulit. Di kolong jembatan, ia dan temannya sempat berselisih pendapat. Sementara ambulans syarikah yang lalu-lalang tidak berhenti untuk mengantarkan jemaah. Rokhman hanya bisa bersabar, memperbanyak istighfar dan takbir, hingga akhirnya bertemu markaz Rakeen dan menitipkan lansia tersebut di sana. Ia pun mendapat makan siang setelah belum sempat makan sejak pagi.
Namun, sebelum sempat beranjak jauh, seorang jemaah lansia lain kembali menitipkan dirinya, mengaku sudah dua hari di Masjidil Haram dan belum makan. Rochman kembali membawa ke tempat sebelumnya. Teman bertugasnya sempat menghilang, namun akhirnya muncul kembali. Mereka berdua akhirnya kembali ke Pos 5 dan pulang ke hotel melewati terowongan. Sesampainya di kamar, Rokhman baru menyadari kakinya lecet-lecet.
Tugas utama anggota tim Media Center Haji adalah meliput dan membuat konten berita. Tak Hanya Rokhman dan Evie, para anggota MCH yang bertugas di jalur MCR lantai 3 ini mengaku cukup keteteran menjalankan tugas utama, karena lumayan merasa kelelahan menjalankan tugas khusus di masa Armuzna ini. Namun demikian semua mengaku merasa bahagia dapat menolong jemaah, memperoleh pengalaman yang berkesan dan menjadi kekayaan batin.
Layanan Petugas dan Kilas Balik Armuzna
Dalam hal penanganan jemaah yang tersesat, anggota Satuan Operasional Arafah Muzdalifah dan Mina (Satops Armuzna), Surnadi, yang juga merupakan Kepala Seksi Khusus Nabawi, menjelaskan bahwa petugas berupaya mengidentifikasi data jemaah seperti markaz, syarikah, hingga ketua kloter atau rombongan. Jemaah yang ditemukan, akan diarahkan melalui pos-pos hingga tiba kembali di Mina atau langsung diantar ke markaz, tergantung kondisi fisiknya. Jika jemaah mengalami kondisi medis darurat, maka petugas haji akan berkoordinasi dengan MCR Arab Saudi melalui layanan darurat 997.
Ia juga menyebut bahwa kelengkapan alat kesehatan di lapangan cukup memadai. Selain itu, petugas tetap memantau pergerakan jemaah saat pelemparan jumrah dan terus mengingatkan agar dilakukan sesuai jadwal serta menghindari waktu terik demi keselamatan.
Anggota Satops Armuzna lainnya, yang juga Kepala Seksi Perlindungan Jemaah (Linjam) Daerah Kerja (Daker) Madinah, M. Slamet, menilai keterbatasan petugas memengaruhi kelancaran pelaksanaan pelayanan haji. Ia menyarankan agar pembekalan dan seleksi petugas ditingkatkan, serta perencanaan dimatangkan. Meski begitu, ia tetap mengapresiasi ketabahan jemaah Indonesia dalam situasi sulit dan perjuangan petugas yang luar biasa.
Sementara itu, Kasatops Armuzna Kolonel Harun Arrasyid menyampaikan bahwa inovasi yang dilakukan Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) sudah cukup terlihat dan memberikan dampak positif. Menurutnya, berbagai aspek pelayanan seperti keamanan, transportasi, katering, hingga tenda-tenda yang disediakan oleh pihak syarikah telah menunjukkan peningkatan signifikan. Ia menilai bahwa upaya-upaya tersebut merupakan bentuk ikhtiar nyata dalam memberikan kenyamanan dan keselamatan bagi jemaah.