Website merek mobil listrik BYD Indonesia kini berada di bawah sorotan Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) karena belum memenuhi persyaratan administratif, sehingga berpotensi menghadapi sanksi berupa pemblokiran akses oleh pemerintah.
Seperti diketahui, pemerintah Indonesia kembali menunjukkan komitmennya untuk menata ruang digital nasional melalui penerapan regulasi yang tegas. Salah satu kebijakan yang tengah diberlakukan adalah kewajiban bagi setiap Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) Privat untuk mendaftar dan secara rutin memperbarui data mereka.
Aturan ini diatur dalam Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 5 Tahun 2020, yang bertujuan untuk menjaga keakuratan data serta meningkatkan keamanan dan keterbukaan informasi di dunia maya.
“Seluruh Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat (PSE Privat), baik dari dalam negeri (domestik) maupun luar negeri (asing), memiliki kewajiban untuk mendaftar dan memperbarui data pendaftaran guna menjaga akurasi dan keandalan data,” tegas Alexander Sabar, Direktur Jenderal Pengawasan Ruang Digital Kementerian Komdigi.
Kewajiban pendaftaran dan pemutakhiran data bukanlah semata-mata formalitas, melainkan bagian dari upaya strategis pemerintah untuk membangun ekosistem digital yang transparan dan terpercaya.
Langkah ini sangat penting bagi perusahaan yang beroperasi secara online, terutama bagi brand otomotif seperti BYD Indonesia, di mana kehadiran digital tidak hanya mendukung pemasaran, tetapi juga berperan sebagai wadah interaksi dengan konsumen.
Regulasi yang mewajibkan pendaftaran bagi seluruh PSE Privat di Indonesia merupakan upaya untuk memastikan bahwa setiap data yang dikelola bersifat akurat dan dapat dipertanggungjawabkan.
Dalam hal ini, pemerintah menekankan pentingnya integritas data dan keamanan informasi, sehingga setiap entitas harus berperan aktif dalam menjaga sistem digital agar tidak dimanipulasi atau disalahgunakan.
Bagi BYD Indonesia, ketidakpatuhan dalam pendaftaran dan pemutakhiran data berpotensi merusak citra perusahaan sekaligus menghambat kemajuan digital yang tengah diandalkan sebagai salah satu pilar pemasaran modern.
“Bagi PSE Privat yang belum terdaftar namun termasuk dalam kategori wajib daftar dapat dikenakan sanksi administratif, termasuk pemutusan akses atau pemblokiran layanan (access blocking),” tambah Alexander.
Dari sisi bisnis, ancaman pemblokiran website bakal memiliki dampak signifikan. Situs resmi BYD Indonesia berfungsi sebagai pusat informasi mengenai produk, inovasi, dan layanan purna jual yang merupakan kunci utama untuk menarik minat calon pembeli.
Apabila akses website diblokir, proses komunikasi dan promosi digital akan terganggu, sehingga berdampak pada pergeseran kepercayaan konsumen di tengah persaingan industri otomotif yang semakin ketat.
BYD Indonesia sebagai pemain utama di segmen mobil listrik harus segera mengevaluasi dan menyesuaikan infrastruktur digitalnya agar sejalan dengan regulasi yang telah ditetapkan.
Pemutakhiran data tidak hanya mencegah potensi pemblokiran, tetapi juga membuka peluang untuk inovasi dalam pengelolaan informasi, yang nantinya akan meningkatkan kepercayaan konsumen dan memperkuat posisi perusahaan di pasar otomotif digital.
Selain BYD Indonesia, ada 35 PSE privat yang juga belum terdaftar maupun melakukan pembaharuan data seperti MNC Asia Holding, Unilever Indonesia, Indofood, Lenovo dan Lazada.