Presiden Donald Trump kembali menimbulkan sorotan dengan menunda larangan TikTok dua kali dan mengungkapkan kesediaannya untuk memberikan perpanjangan lebih lanjut. Dalam wawancara terbaru bersama “Meet the Press” di NBC, Trump menegaskan bahwa jika kesepakatan untuk menjual operasi TikTok di Amerika Serikat kepada pemilik lokal tidak tercapai sebelum batas waktu 19 Juni, ia akan mempertimbangkan lagi penundaan larangan tersebut.
“Mungkin saya tidak seharusnya mengatakan ini, tetapi saya punya sedikit rasa sayang di hati saya terhadap TikTok,” kata Trump yang dilansir dari Techcrunch, Selasa (6/5/2025).
Kalimat ini menunjukkan adanya hubungan emosional sekaligus strategis antara kebijakan pemerintah dan aplikasi video pendek yang sangat populer ini. Pernyataan tersebut mengingatkan publik bahwa penundaan larangan bukanlah semata-mata keputusan politik, melainkan juga upaya untuk menyeimbangkan antara perlindungan keamanan nasional dan inovasi teknologi di era digital.
Langkah penundaan larangan TikTok ini merupakan kelanjutan dari undang-undang yang disahkan oleh Kongres tahun lalu, yang mengharuskan perusahaan induk ByteDance untuk menjual aplikasi tersebut jika tidak memenuhi standar kepemilikan lokal di AS.
Pada awalnya, larangan tersebut diimplementasikan dengan efektivitas semi otomatis sejak Januari, namun Trump memberikan penundaan selama 90 hari untuk membuka kemungkinan usaha patungan dengan kepemilikan Amerika.
Ketika batas waktu tersebut berakhir pada bulan April, Trump kembali memberikan perpanjangan tambahan selama 75 hari, dengan alasan bahwa pemerintah Tiongkok tidak terlalu senang dengan kebijakan tarif timbal balik yang diberlakukan.
Kebijakan ini tidak hanya menggambarkan kompleksitas hubungan antara pemerintah AS dan Tiongkok, tetapi juga menyoroti pergeseran strategi administrasi Trump dalam mengelola persaingan global di sektor teknologi.
Dengan memberikan penundaan lebih lanjut jika kesepakatan belum tercapai, Trump tampaknya membuka ruang negosiasi yang lebih fleksibel, sehingga memungkinkan para pemangku kepentingan untuk menemukan solusi yang menguntungkan kedua belah pihak.
Di balik semua dinamika politik dan ekonomi ini, kontroversi tentang kepemilikan TikTok tetap menjadi isu sentral, terutama di tengah kekhawatiran terkait privasi data dan keamanan nasional.
Penundaan larangan TikTok yang berulang ini menimbulkan spekulasi luas di kalangan analis dan pengamat industri teknologi. Banyak yang memahami bahwa keputusan tersebut mencerminkan upaya untuk menjaga stabilitas pasar digital dan mendorong inovasi.
Sementara para pendukung aturan tata kelola yang ketat berargumen bahwa penundaan ini dapat melemahkan penerapan kebijakan yang tegas, pihak lain melihat langkah ini sebagai bentuk kompromi yang tidak hanya menguntungkan pasar, tetapi juga memberikan kesempatan bagi pemilik lokal untuk mengambil alih operasi aplikasi yang sangat populer ini.
Di tengah perdebatan yang terus berkecamuk, jelas bahwa keputusan Presiden Trump memiliki dampak signifikan terhadap lanskap teknologi dan kebijakan nasional. Penundaan larangan TikTok ini tidak hanya memberi sinyal bahwa diskusi mengenai kontrol aset digital masih berlangsung, tetapi juga menunjukkan bahwa kebijakan semacam ini akan terus beradaptasi seiring dengan perkembangan zaman.
Ke depan, apakah penundaan lanjutan akan membantu menciptakan kesepakatan yang memuaskan semua pihak atau justru memperpanjang ketidakpastian seputar kepemilikan TikTok, masih menjadi pertanyaan yang harus dijawab.
Yang pasti, langkah-langkah ini menunjukkan bahwa kebijakan di dunia digital saat ini sangat dinamis dan rentan terhadap negosiasi politik yang kompleks.
Dengan menyeimbangkan antara perlindungan nasional dan dukungan terhadap inovasi teknologi, pemerintahan AS berupaya memastikan bahwa setiap keputusan yang diambil bukan hanya memenuhi standar keamanan, tetapi juga mencerminkan aspirasi ekonomi yang lebih luas di era transformasi digital.