Di tengah peringatan Hari Lahir Pancasila, industri ketenagakerjaan Indonesia memasuki fase penting dalam mewujudkan sistem rekrutmen adil dan inklusif yang menghargai keberagaman.
Pemerintah, melalui Kementerian Ketenagakerjaan, baru-baru ini mengumumkan kebijakan strategis yang melarang diskriminasi usia dalam proses seleksi, sebagai bagian dari upaya mendorong praktik rekrutmen tanpa bias di seluruh negeri.
Berdasarkan laporan Hiring, Compensation & Benefits 2025 dari Jobstreet by SEEK, sejumlah perusahaan di Indonesia telah mulai mengadopsi sistem fair hiring. Misalnya, penerapan blind resume screening yang menyembunyikan informasi pribadi seperti nama, usia, dan gender kini dilakukan oleh 44% perusahaan untuk meminimalisir bias.
Selain itu, 43% perusahaan melibatkan panel rekrutmen yang beragam dan 41% telah menerapkan metrik Diversity, Equity, and Inclusion (DEI) guna memastikan objektivitas saat menyeleksi kandidat.
Walaupun terdapat tren positif dalam penerapan rekrutmen tanpa diskriminasi, implementasi secara menyeluruh masih menghadapi berbagai tantangan. Hanya 34% perusahaan yang rutin melatih karyawan mengenai unconscious bias, dan hanya 27% yang memberikan pelatihan khusus bagi tim rekrutmen. Penggunaan teknologi AI untuk mengurangi bias pun masih minim, dengan angka mencapai hanya 16%.
Dalam konteks menciptakan lingkungan kerja yang setara, laporan tersebut juga mencatat bahwa 73% perusahaan secara berkala meninjau ulang deskripsi lowongan agar bebas dari kata-kata diskriminatif.
Meski demikian, konsistensi penggunaan panel wawancara yang beragam dan pelatihan anti-bias masih terbatas, yang menandakan perlunya peningkatan lebih jauh dalam penerapan fair hiring.
Jobstreet by SEEK mendorong perusahaan untuk mengintegrasikan indikator DEI ke dalam Key Performance Indicators (KPI) rekrutmen serta evaluasi sumber daya manusia, sehingga keberagaman menjadi bagian integral dari strategi bisnis.
Dengan memberikan pelatihan unconscious bias secara rutin dan menyempurnakan deskripsi lowongan menggunakan bahasa yang netral dan inklusif, perusahaan tidak hanya memastikan proses seleksi yang objektif, tetapi juga membangun budaya kerja yang transparan dan mendukung pertumbuhan seluruh karyawan secara merata.
Menurut Sawitri Soedarno, Country Head Marketing Indonesia di Jobstreet by SEEK, praktik fair hiring menghilangkan disparitas dan bias, sehingga penilaian kandidat didasarkan pada kemampuan dan pengalaman mereka.
“Praktik fair hiring atau perekrutan yang adil menghilangkan diskriminasi dan bias, sehingga membangun proses seleksi yang dan berfokus pada kemampuan dan pengalaman kandidat,” ujarnya.
Hal ini tidak hanya menciptakan lingkungan kerja yang inklusif dan meningkatkan loyalitas, tetapi juga membuka peluang untuk memaksimalkan potensi keberagaman yang mendukung daya saing perusahaan di pasar global.
Momentum peringatan Hari Lahir Pancasila kali ini menjadi simbol nyata dari penerapan nilai-nilai kebhinnekaan dalam dunia kerja. Dengan mengedepankan rekrutmen yang adil, inklusif, dan bebas diskriminasi, Indonesia membuat langkah strategis menuju ekosistem ketenagakerjaan yang benar-benar mencerminkan semangat Pancasila.
Seluruh pemangku kepentingan, mulai dari pemerintah hingga sektor swasta, diharapkan berperan aktif menciptakan lingkungan kerja yang mendukung keberagaman dan kesetaraan.
“Perusahaan tidak hanya menciptakan budaya kerja yang inklusif, membangun loyalitas dan kepercayaan, serta merangkul keberagaman, namun juga membuka potensi positif dari keberagaman latar belakang pegawai, yang akhirnya memberikan manfaat daya saing bagi perusahaan,” tutup Soedarno.