Menag terima audiensi pengurus PMKRI
Jakarta (Kemenag) — Menteri Agama RI, Nasaruddin Umar, menegaskan bahwa persoalan intoleransi tidak bisa diselesaikan hanya di permukaan. Menag memandang perlu ada pendekatan dari akar persoalan melalui transformasi pendidikan dan spiritualitas.
Hal itu disampaikan Menag saat menerima audiensi Pengurus Pusat Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PP PMKRI) di Ruang Menteri, Kantor Kementerian Agama Pusat, Jakarta, Selasa (22/7/2025). Hadir dalam audiensi Dirjen Bimas Katolik Suparman, Staf Khusus Menteri Ismail Cawidu dan Gugun Gumilar.
“Permasalahan intoleransi harus diselesaikan dari hulu, bukan dari hilir. Kita tidak hanya menangani akibat, tetapi harus menyentuh penyebabnya,” ujar Menag.
Sebagai langkah konkret, Kementerian Agama tengah menyiapkan dua program strategis: Kurikulum Cinta dan Ekoteologi. Keduanya menjadi pondasi dalam membangun kesadaran lintas iman yang humanis dan peduli terhadap lingkungan.
“Kita tidak boleh mengajarkan kebencian atas nama agama. Kurikulum Cinta akan menanamkan nilai kasih, empati, dan penghormatan terhadap perbedaan sejak dini di madrasah, pesantren, dan sekolah,” jelas Nasaruddin.
Program Ekoteologi, lanjut Menag, dirancang untuk membangun spiritualitas yang ramah lingkungan. Ia menekankan pentingnya menyatukan ajaran agama dengan kesadaran ekologis.
“Tidak mungkin kita bisa beribadah dengan khusyuk jika lingkungan sekitar rusak. Ekoteologi mengajarkan bahwa menjaga bumi juga bagian dari ibadah,” tuturnya.
Merespons gagasan tersebut, Ketua Presidium PP PMKRI Susana F.M. Kandaimu menyampaikan apresiasi atas visi Kementerian Agama dalam membangun pendidikan yang inklusif dan penuh kasih. Ia menilai pendekatan yang ditawarkan Kemenag relevan dengan tantangan kebangsaan saat ini.
“Menjaga Indonesia dalam bingkai NKRI dan memupuk toleransi umat beragama adalah tanggung jawab kami juga sebagai anak muda. Jika intoleransi tidak kita diskusikan bersama, itu akan mengganggu kehidupan beragama di Indonesia,” ujarnya.
Susana hadir bersama jajaran pengurus PP PMKRI lainnya, termasuk Presidium Pendidikan dan Kaderisasi Marianus D. Humau, Wakil Sekjen Rufinus Kaimbe Awi, serta Presidium Humas Katolik Yohanes Nardi Nandeng.
Yohanes Nardi menyatakan bahwa PMKRI sangat mendukung penuh Kurikulum Cinta yang digagas Kemenag, dan melihatnya sebagai upaya strategis dalam memperkuat toleransi sejak dini.
“Kami mengharapkan masalah intoleransi ini segera selesai di negara ini. Kami PP PMKRI sangat mendukung program Kemenag terkait Kurikulum Cinta untuk anak-anak Indonesia,” ucapnya.
“Kami berpikir bahwa ini salah satu upaya untuk membendung intoleransi yang terus terjadi. Kami siap mengawal realisasi program ini dan bekerja sama untuk menjalankannya di lapangan,” tambah Nardi.
Kasus intoleransi yang terjadi di Bandung dan Sukabumi disebut sebagai bukti urgensi penerapan pendidikan berbasis cinta dan dialog lintas iman.
Menteri Agama menyambut baik komitmen PMKRI dan berharap lebih banyak organisasi mahasiswa aktif mendukung program moderasi beragama dan pelestarian lingkungan.
“Mahasiswa adalah mitra strategis Kementerian Agama. Kami membuka ruang kolaborasi untuk mengimplementasikan Kurikulum Cinta dan Ekoteologi di masyarakat,” kata Menag.
Kementerian Agama mendorong audiensi semacam ini sebagai bagian dari upaya memperkuat partisipasi publik dalam agenda nasional membangun harmoni dan keadaban bersama.