Industri properti global sedang mengalami transformasi besar dengan kehadiran teknologi blockchain dan Web3, yang diproyeksikan akan merevolusi cara transaksi dan investasi properti dilakukan di Indonesia maupun dunia.
Dalam ajang tahunan World Trade Center Association (WTCA) Global Business Forum (GBF) ke-55 yang berlangsung di Marseille, Prancis, dari 6 hingga 9 April 2025, para pemimpin bisnis menegaskan pentingnya adopsi teknologi demi mempertahankan daya saing di tengah perubahan ekonomi digital.
Forum bergengsi ini diselenggarakan oleh World Trade Center (WTC) Marseille Provence dan menghadirkan lebih dari 400 peserta dari 50 negara, termasuk hampir 120 pelaku bisnis dari jaringan WTC.
Para pakar dunia menyoroti pentingnya inovasi teknologi serta keberlanjutan infrastruktur sebagai pilar utama bagi masa depan sektor properti. Salah satu teknologi yang dianggap sebagai gamechanger dalam industri ini adalah tokenisasi aset melalui blockchain, yang menjanjikan transaksi lebih cepat, transparan, dan terdesentralisasi.
Lia Rochat, Founder dan CEO Archismart Solar dari Prancis, dalam sesi bertajuk Real Estate Investment in Global Trade Hubs, menyampaikan bahwa penerapan blockchain dan Web3 akan menjadi lompatan besar bagi industri properti.
“Teknologi ini memungkinkan tokenisasi aset, yaitu proses mengubah properti fisik menjadi token digital yang dapat diperdagangkan di platform blockchain. Dengan tokenisasi, akses kepemilikan properti menjadi lebih fleksibel dan inklusif, memungkinkan investor ritel untuk berpartisipasi tanpa harus membeli aset secara penuh,” ujarnya.
Perubahan besar ini juga mulai terlihat di Indonesia, terutama dengan langkah Bank Tabungan Negara (BTN) yang tengah mengembangkan produk tokenisasi properti melalui skema Dana Investasi Real Estat (DIRE) berbasis blockchain.
Scott Wang, Wakil Presiden WTCA Asia Pasifik, turut menekankan bahwa Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi pemimpin dalam tokenisasi properti di kawasan Asia Pasifik. Ia mendorong pelaku industri dan institusi keuangan untuk segera mengadopsi teknologi ini guna membangun ekosistem yang lebih inklusif dan efisien.
“Sejalan dengan program prioritas Presiden Prabowo, yang menargetkan pembangunan tiga juta rumah per tahun, tokenisasi aset dinilai sebagai strategi inovatif dalam pembiayaan properti,” jelas Wang.
Dengan sistem ini, properti dapat dipecah menjadi unit kecil yang lebih terjangkau bagi investor ritel, sehingga memperluas akses kepemilikan dan memperdalam pasar modal. Laporan Project Wira disusun oleh BRI Ventures, Saison Capital, D3 Labs, dan Tiger Research memproyeksikan bahwa nilai pasar tokenisasi aset di Indonesia berpotensi mencapai US$88 miliar (Rp1.390 triliun) pada 2030.
Hingga saat ini, empat entitas telah melakukan tokenisasi aset dunia nyata (RWA) di Indonesia, termasuk properti, melalui mekanisme regulatory sandbox yang diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Langkah ini dianggap sebagai pijakan awal menuju regulasi yang lebih luas terhadap penawaran aset kripto dalam industri real estat.
Diego Cortese, Vice President – Venue Commercial di Dubai World Trade Center (DWTC), mengungkapkan dalam sesi GBF bahwa DWTC telah bekerja sama dengan Otoritas Regulasi Aset Virtual untuk mengembangkan sistem pengelolaan aset digital.
“Dubai bahkan telah menandatangani kesepakatan dengan Departemen Pertanahan Dubai guna menerapkan tokenisasi dalam proses jual-beli properti,” tutup Diego.