Di tengah arus transformasi digital yang terus melaju, Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) semakin memperkuat fondasi perlindungan masyarakat di ruang maya melalui tiga strategi utama: peningkatan literasi digital, penindakan konten berbahaya, dan regulasi perlindungan anak. Strategi ini menjadi tonggak penting dalam menciptakan ruang digital yang sehat, aman, dan inklusif bagi seluruh warga negara.
Komitmen ini ditegaskan oleh Wakil Menteri Komunikasi dan Digital, Nezar Patria, saat berbicara dalam forum “Banyuwangi Berseri dalam Semangat Literasi” yang berlangsung secara daring dari Jakarta belum lama ini.
Dalam pidatonya, Nezar menekankan pentingnya pendekatan menyeluruh yang mencakup edukasi digital, penindakan hukum, serta kolaborasi lintas sektor.
“Komdigi berkomitmen menciptakan ruang digital yang aman bagi semua. Kami gencar melakukan edukasi literasi digital, melakukan takedown terhadap konten negatif, dan bekerja sama dengan aparat hukum untuk menindak kejahatan digital,” tegas Nezar.
Menurut Nezar, kemajuan teknologi seharusnya menjadi berkah, namun tanpa pengawasan dan literasi yang memadai, justru bisa menjadi senjata yang membahayakan masyarakat, terutama kelompok rentan seperti perempuan dan anak. Konten manipulatif berbasis visual dan audio makin mudah dibuat, dan dampaknya tak hanya menyesatkan, tapi juga merusak kepercayaan sosial.
Mengutip laporan dari Sensity AI, Nezar mengungkapkan bahwa sejak tahun 2019 telah terjadi lonjakan 550 persen kasus deepfake, dan 90 persen diantaranya digunakan untuk tujuan berbahaya.
Data tersebut menunjukkan urgensi yang tidak bisa ditunda. Nezar bahkan menyoroti bahwa sekitar 11 persen perempuan berusia 15 hingga 29 tahun pernah mengalami kekerasan berbasis gender secara daring sejak usia belia.
“Yang paling terdampak adalah perempuan dan anak. Setidaknya 11 persen perempuan usia 15 sampai 29 tahun pernah mengalami kekerasan berbasis gender online sejak usia belia,” ujarnya.
Fakta ini menjadi dorongan kuat bagi Komdigi untuk memperluas jangkauan regulasi melalui terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2025, atau yang dikenal sebagai PP TUNAS.
Regulasi ini mengatur penyelenggaraan sistem elektronik yang dirancang khusus untuk memberikan perlindungan anak dari paparan konten yang tidak sesuai usia maupun potensi eksploitasi digital.
PP TUNAS bukan hanya sekadar regulasi, tetapi juga instrumen yang menuntut partisipasi aktif seluruh pemangku kepentingan di tingkat daerah. Dalam implementasinya, Nezar mendorong agar sosialisasi regulasi ini dilakukan lebih intensif di lingkungan sekolah dan komunitas lokal, agar pemahaman tentang etika digital dan keselamatan anak dapat tertanam sejak dini.
Di samping regulasi, literasi digital menjadi fondasi utama yang tak bisa diabaikan. Nezar menyebut bahwa kemampuan memilah informasi, mengenali potensi bahaya, dan menjaga privasi data adalah keterampilan dasar yang harus dimiliki oleh semua warga digital. Ia juga mengingatkan bahwa AI seharusnya menjadi teman untuk berinovasi, bukan alat yang dipelintir menjadi ancaman.
Untuk mewujudkan ruang digital yang sehat, Komdigi mengajak pemerintah daerah, komunitas, dunia pendidikan, dan keluarga untuk bergotong royong membentuk ekosistem digital yang berorientasi pada perlindungan dan pemberdayaan.
Transformasi digital tidak akan berhasil tanpa keterlibatan semua pihak, dan tantangan era teknologi hanya bisa dihadapi dengan kolaborasi lintas sektor yang kuat.
“Dengan memaksimalkan manfaat dan meminimalkan risikonya, kita bisa bersama-sama mewujudkan generasi emas yang cerdas dan berdaya saing menuju Indonesia Emas 2045,” tutup Nezar Patria.