Peletakkan batu pertama pembangunan PIII di Depok
Depok (Kemenag) — Menteri Agama Nasaruddin Umar, hari ini, Selasa (22/4/2025), meletakkan batu pertama pembangunan Pesantren Istiqlal Internasional Indonesia (PIII) di kampus Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII) Depok. PIII didesain sebagai madrasah dengan konsep asrama (boarding).
Groundbreaking ini dilakukan oleh Menag Nasaruddin Umar, bersama Menko PMK Pratikno, Mendagri Tito Karnavian, dan sejumlah tokoh yang hadir. PIII hadir sebagai lembaga pendidikan yang diproyeksikan menyatukan kekuatan tradisi pesantren dan visi global.
Menag Nasaruddin Umar mengatakan, PIII akan menjadi model pendidikan madrasah berbasis pesantren dan bertaraf internasional dengan jenjang Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTs), dan Madrasah Aliyah (MA). Satuan madrasah ini nantinya dipersiapkan menjadi madrasah negeri dengan sepenuhnya menggunakan metode pembelajaran pesantren.
“Pesantren ini dirancang untuk menjawab kebutuhan zaman dengan membentuk pemimpin umat yang moderat, cerdas, dan berdaya saing global. Bukan hanya institusi pendidikan, tetapi juga simbol kekuatan lunak (soft power) Indonesia di panggung dunia,” papar Menag.
Dijelaskan Menag, gagasan pembangunan PIII berakar pada sejarah panjang peradaban Islam. Dari Baitul Hikmah di Baghdad, cahaya ilmu berpindah ke Andalusia, Istanbul, hingga kini menuju Nusantara.
“Dengan lebih dari 42.000 pesantren dan warisan ulama besar seperti Syekh Nawawi al-Bantani dan KH Hasyim Asy’ari, Indonesia memiliki legitimasi historis dan moral untuk menjadi pusat peradaban Islam masa depan,” tegas Menag.
Menko PMK Pratikno berharap Indonesia bisa menjadi tempat belajar tentang Islam yang damai, toleran, dan bisa hidup rukun dalam berbagai bentuk keragaman dan keberagaman. Berdirinya UIII dipicu oleh diskusi antar kepala negara. Karenanya, UIII bukan hanya proyek Indonesia, tapi juga proyek global.
“Itulah yang membedakan antara UIII dengan UIN yang sudah ada. Jadi UIII bukan UIN baru, itu semangatnya waktu itu. UIII adalah global projeck di mana Indonesia bisa berkontribusi terhadap dunia,” paparnya.
“UIII diberi nama Islam Internasional karena kita akan banyak alumni yang menyebar ke seluruh dunia, misal jadi diplomat. Kita bisa membuat sekolah diplomat di Indonesia, membuat sekolah mengenai guru agama di seluruh dunia. Ini dirancang sebagai global project,” sambungnya.
Dirjen Pendidikan Islam Suyitno menjelaskan bahwa PIII mengemban tiga fungsi utama: pendidikan, dakwah, dan pemberdayaan masyarakat. Integrasi kurikulum diniyah klasik, capaian kompetensi nasional, dan standar internasional menjadikan pesantren ini unik. Para santri PIII nantinya tidak hanya belajar kitab al-maktubiyah (tertulis), tapi juga kitab-kitab kauniyah (kajian tentang alam). Sumber belajar mereka tidak hanya hal-hal yang bersifat personal, tetapi juga impersonal. Mereka disiapkan untuk menjadi pribadi yang dapat menyelesaikan tantangan sosial, dan berperan dalam komunitas global.
“Pesantren ini menjadi bagian dari strategi nasional untuk mewujudkan cita-cita besar bangsa. Ia mendukung Asta Cita dalam penguatan SDM unggul, toleransi antarumat, serta pemerataan ekonomi melalui kewirausahaan santri. Di dalamnya, santri dibekali ilmu agama, teknologi, kemampuan bahasa, dan akhlakul karimah,” papar Suyitno.
Kehadiran PIII, lanjut Suyitno, diharapkan memberi dampak nyata dalam beberapa tahun ke depan. Dampak itu antara lain lahirnya pemimpin umat yang moderat, berilmu, dan berakhlakul karimah, serta terbentuknya solusi atas beragam problem sosial ekonomi.
“Kehadiran PIII juga diharapkan berdampak pada tumbuhnya kewirausahaan santri yang mendorong pemerataan ekonomi dan terbangunnya jejaring toleransi global antarumat,” sebut Suyinto.
“Dengan pendekatan pendidikan yang menyentuh akal, jiwa, dan masyarakat, Pondok Pesantren Istiqlal Internasional Indonesia adalah jawaban Indonesia terhadap tantangan zaman. Inilah lokomotif peradaban Islam Indonesia yang akan memberi warna baru bagi dunia,” tandasnya.