Jakarta (Kemenag) — Menteri Agama Nasaruddin Umar hari ini membuka Sidang Kelulusan Ujian Masuk Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (UM-PTKIN) Tahun 2025. Menag menegaskan pentingnya proses seleksi ini dalam menentukan arah masa depan pendidikan Islam dan kualitas sumber daya manusia Indonesia.
“Tentu kita harus memberikan support terhadap kegiatan ini karena ini akan menentukan nasib masa depan umat, nasib anak-anak bangsa, dan nasib dari alumni lembaga pendidikan agama kita,” ujar Menag dalam sambutannya di aula Vertu, Jakarta, Selasa (25/6/2025).
Menurut Menag, kualitas input peserta didik sangat berpengaruh pada kualitas output dan outcome lembaga pendidikan. “Semakin bagus input maka itu akan berkontribusi berbanding lurus dengan output. Dan output-nya lebih bagus juga berbanding lurus dengan outcome,” ujarnya.
“Kalau inputnya itu bagus, maka pasti akan melahirkan output yang sangat bagus, output yang sangat kompetitif pasti akan melahirkan outcome yang insya Allah bagus,” lanjutnya.
Ia menambahkan bahwa apa yang dilakukan dalam proses seleksi UM-PTKIN ini merupakan bagian dari upaya menciptakan kualitas SDM dan kualitas dunia pendidikan di lingkungan Kementerian Agama.
Menag juga sempat menyinggung pengalaman menghadiri reuni Madrasah Aliyah Program Khusus (MAPK) yang dinilainya telah sukses mencetak generasi unggul. “MAPK ini yang dibentuk oleh Menteri Agama (1983–1993), Almarhum Bapak Munawir Sjadzali. Itu luar biasa, telah melahirkan anak-anak yang reformasi,” ungkapnya.
“Banyak sekali alumni MAPK yang hari ini menjadi tokoh-tokoh di UIN Jakarta, UIN Yogyakarta, dan perguruan tinggi lainnya.” lanjutnya.
Dalam kesempatan itu, Nasaruddin mengutip Al-Qur’an surat Al-Qashash ayat 26 sebagai pedoman dalam memilih figur unggulan yang akan memimpin dan membawa kemajuan. “Inna khaira manista`jarta al-qawiyyul-amīn. Sesungguhnya orang yang paling baik untuk dipromosikan ialah al-qawiyyul amin,” katanya.
Al-qawwiyu itu tough, kokoh, hebat,Sedangkan al-amin berasal dari akar kata aman. “Apa bahasa Indonesia al-amin itu, itu tematisnya itu dari kata aman, aman itu safe. Dari kata aman itu membentuk kata iman. Kenapa dia safe? Karena ada keyakinan dalam dirinya. Nah, orang yang beriman itu pasti merasa safe, kenapa dia merasa safe? Karena dia amanah,” jelasnya.
“Jadi iman, mu’min, amanah, amin. Jadi amin itu adalah kombinasi orang yang merasa aman, orang yang amanah, dan orang yang beriman. Maka produknya itu adalah al-amin. Al-qawiyyul amin tadi alif lam ma’rifah—bukan sembarang kuat, tapi kuatnya profesional. Bukan sembarang amanah, tapi al-amin. Ada alif lam ma’rifah di situ,” paparnya
Ia menyamakan konsep tersebut dengan struktur artikel dalam Bahasa Inggris. “Alif lam ma’rifah itu dalam artikel Bahasa Inggris adalah ‘the’. A book dan the book itu berbeda. A book itu buku biasa, the book itu kitab suci. Al itu adalah profesional,” tambahnya.
“Jadi yang paling bagus itu kita promosikan adalah orang yang memiliki kehebatan, kekuatan, dan juga al-amin—terpercaya. Kira-kira seperti itu. Jadi yang kita akan telurkan, yang akan datang ini, bukan orang-orang yang pintar. Yang paling bagus itu dipromosikan untuk menjabat sebagai pemimpin, pengelola, pengemban adalah al-qawiyyul dan al-amin. Jjadi ini direction kita. Mari kita memilih siapa anak-anak yang berpotensi untuk meraih predikat al-qawiyyul.”
Ia juga menekankan bahwa al-qawiyyul amin bisa dimiliki oleh siapa saja, termasuk perempuan dan penyandang disabilitas. “Mungkin fisiknya perempuan, laki-laki, difabel tadi banyak yang mendaftar, tapi kalau dia al-qawiyyul, tekadnya sangat kuat, dan al-amin—terpercaya.”
“Dalam era artificial intelligence ini, justru yang akan dipromosikan itu adalah al-qawiyyul amin, bukan al-alim. Kenapa? Karena diasumsikan manusia modern itu pasti pintar. Nggak mungkin sarjana kalau nggak pintar. Jadi yang paling penting itu adalah Emotional Spiritual Quotient (ESQ),” tutupnya.
Direktur Jenderal Pendidikan Islam Suyitno dalam laporannya menyampaikan bahwa animo masyarakat terhadap PTKIN tahun ini sangat tinggi. “Alhamdulillah kali ini lebih baik lagi dari tahun-tahun sebelumnya, animo masyarakat, kepercayaan publik pada PTKIN sangat besar,” ujarnya.
Dirjen Pendis juga menyoroti capaian inklusivitas di PTKIN. “Dari jumlah yang lebih besar ini, diikuti oleh peserta berkebutuhan khusus sejumlah 82 orang. Ini menandakan PTKIN kita sudah inklusif dan ramah difabel,” katanya. “Mudah-mudahan menjadi motivasi sehingga PTKIN kita semakin maju lagi, akan jauh lebih progresif, dan yang lebih penting lagi kita tidak ketinggalan oleh perguruan tinggi-perguruan tinggi di Indonesia.”
Hadir dalam acara pembukaan Sidang Kelulusan UM-PTKIN Tahun 2025, Sekretaris Ditjen Pendis, Arskal Salim, Staf Khusus Menteri Agama Republik Indonesia, Ismail Cawidu, Direktur Pendidikan Tinggi Islam, Sahiron, Direktur Kurikulum Sarana Kelembagaan dan Kesiswaan, Nyayu Khodijah, Direktur Guru dan Tenaga Kependidikan Madrasah, Thobib Al Asyhar, Direktur Pendidikan Agama Islam, M. Munir, Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren, Basnang Said, Ketua Forum Rektor PTKN sekaligus Ketua Panitia Nasional PMB PTKIN tahun 2025, Masnun Tahir, Beserta Sekretaris dan Bendahara, Sekretaris Panitia Nasional, Bendahara beserta jajaran, Rektor dan Ketua PTKIM se-Indonesia.