Aceh Besar (Kemenag) — Hari itu, Senin (21/7/2025), Ridawati tampak haru. Ia berdiri di depan rumah sederhana, namun bangunan permanen yang baru rampung dibangun di Gampong Lam Ilie Tengoh, Kecamatan Indrapuri, Aceh Besar. Di tangannya tergenggam sebuah kunci, benda kecil yang bertahun-tahun menjadi simbol harapan baginya.
Perempuan 39 tahun ini bukan tokoh perempuan terkenal. Ia hanyalah seorang guru honorer, yang telah 15 tahun mengajar di pelosok Aceh Besar, dengan gaji seadanya, namun perjuangan yang tak pernah lelah untuk mencetak generasi bangsa.
Sejak kehilangan suaminya pada 2024, Ridawati harus membesarkan dua anak seorang diri di rumah sewa. Dengan penghasilan terbatas, baginya impian untuk memiliki rumah sendiri terasa begitu mustahil.
Awal 2025 menjadi lembaran baru yang tak pernah terlupakan bagi Ridawati. Di tahun itu, ia menjadi tokoh utama dari sebuah cerita besar tentang kebaikan yang dikumpulkan dari serpihan kecil keikhlasan ASN Kantor Kementerian Agama Aceh Besar.
“Program ini sungguh berarti bagi saya dan keluarga. Untuk pertama kalinya saya punya rumah sendiri. Terima kasih kepada semua yang telah peduli,” ujar Ridawati, beberapa waktu lalu.
Rasa haru juga menyelimuti Efendi, seorang pegawai honorer di Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Lhong, Aceh Besar.
Dengan mata berkaca-kaca, ia mengenang almarhum ayahnya saat menyaksikan rumah berusia 40 tahun peninggalan keluarga dibongkar, untuk digantikan dengan rumah baru yang permanen.
“Saya seorang yatim. Rumah ini peninggalan ayah saya 40 tahun lalu,” ujar Efendi dengan suara bergetar.
Selama ini, Efendi tinggal bersama ibunya di rumah yang sudah tak layak huni akibat lapuk termakan usia itu. Sebagai honorer lulusan SMA, ia tak pernah membayangkan bisa memiliki rumah baru. Keseharian hidupnya pun sering diliputi kesulitan ekonomi.
Namun, doa dan harapannya kepada Sang Pencipta terkabul. Tepat pada peringatan Hari Amal Bakti (HAB) 2025 Kementerian Agama, ia mendapatkan bantuan program pembangunan rumah bagi pegawai honorer Kemenag Aceh Besar.
“Alhamdulillah, tahun 2025 ini saya lulus seleksi PPPK setelah delapan tahun mengabdi sebagai honorer. Dulu saya yang dibantu, sekarang saya juga ingin ikut menyumbang. Saya berharap program ini bisa terus berlanjut, karena masih banyak rekan-rekan kita yang belum punya rumah layak,” kata Efendi.
Ridawati dan Efendi merupakan salah dua dari 22 penerima manfaat program Sedekah Seribu Sehari, yang merupakan gerakan sosial digagas oleh Kantor Kementerian Agama Aceh Besar untuk membantu umat.
Semua itu bermula dari sebuah musyawarah kecil-kecilan di tahun 2024. Para kepala madrasah, kepala KUA, kepala Kantor Kemenag Aceh Besar dan para kepala seksi duduk bersama untuk menyusun rencana peringatan HAB Kementerian Agama.
Diskusi itu tak hanya berhenti pada soal seremoni atau upacara. Namun melahirkan sebuah gagasan yang kemudian menggerakkan hati banyak orang.
Gerakkannya menyisihkan Rp1.000 setiap hari dari setiap ASN. Bagi sebagian orang, seribu rupiah barangkali tak cukup untuk membeli permen. Namun di tangan yang ikhlas, angka itu berubah menjadi kekuatan.
Dalam kurun waktu 10 bulan, ratusan ASN di lingkungan Kemenag Aceh Besar menyumbang tanpa paksaan, tanpa catatan nama, hanya dengan niat untuk membantu sesama.
Dari gerakan kecil itu, terkumpul dana yang cukup untuk merehabilitasi 20 unit rumah guru honorer yang tak layak huni, serta membangun dua unit rumah baru dari nol.
Semuanya diperuntukkan bagi mereka para honorer yang telah lama mengabdi dalam senyap, tanpa jaminan kesejahteraan yang memadai.
Kepala Kantor Kemenag Aceh Besar H. Saifuddin, S.E mengatakan program ini bukan sekadar membangun fisik rumah. Namun juga membangun harga diri, rasa aman, dan kepercayaan bahwa kebaikan masih hidup di dalam sistem pemerintahan.
Rumah-rumah itu tersebar di berbagai pelosok Aceh Besar. Proses pembangunannya secara gotong royong bersama masyarakat, tenaga ASN Kemenag, hingga relawan setempat.
“Ini bukan proyek besar dengan anggaran besar, tapi ini adalah gerakan hati yang dikerjakan bersama,” ujar Saifuddin.
Ia menyebutkan bahwa setiap rupiah yang terkumpul dipertanggungjawabkan, dan setiap rumah yang dibangun atau direnovasi dipilih berdasarkan survei dan verifikasi lapangan.
“Ini bukan sekadar bantuan materi, tapi bentuk kasih sayang dalam satu keluarga besar Kemenag Aceh Besar,” ujar pria yang akrab disapa Yahwa itu.
Dampak Menjalar
Dampak gerakan ini terasa luas. Bagi para honorer, rumah baru berarti bentuk kestabilan. Mereka tak lagi harus pindah-pindah mengontrak, tak lagi cemas ketika musim hujan tiba, dan bisa menjalani tugas mengajar, bekerja, dengan lebih tenang.
Menurut Yahwa, bagi para ASN yang terlibat, program ini tentu mempererat ikatan antarpegawai. Ada rasa bangga dan kepuasan batin yang muncul, karena menyadari bahwa sedekah yang mereka lakukan setiap hari benar-benar mengubah hidup orang lain.
“Saat pertama muncul program ini menuai pro kontra, lantaran sumber dana dari kumpulan para guru atau pegawai Kemenag Aceh Besar. Tapi ingatlah, sedekah kecil yang dilakukan secara bersama bisa berdampak besar,” ujarnya.
Yahwa berharap agar gerakan Sedekah Seribu Sehari tidak berhenti di tahun ini. Ia menginginkan program ini menjadi bagian dari budaya kerja dan tradisi amal dalam keluarga besar Kemenag Abes.
“Semangat HAB harusnya tidak berhenti di panggung upacara, tapi harus hidup dalam perbuatan nyata,” ujarnya.
Melalui program ini, Kemenag Aceh Besar juga membuktikan bahwa institusi pusat di pelosok daerah bisa menjadi motor penggerak perubahan sosial, bukan dengan dana besar, tetapi dengan kepedulian yang terorganisasi. (*)
(Khalissury, Pranata Humas Kemenag Aceh Besar)