Muhammad Ali tidak hanya dikenal sebagai legenda tinju dunia, tetapi juga pelopor strategi bertarung inovatif yang kemudian dinamakan rope-a-dope, sebuah taktik yang mengandalkan kesabaran, ketahanan fisik, serta kecerdasan membaca kelemahan lawan.
Strategi itu pertama kali diperlihatkan saat duel bersejarah melawan George Foreman pada 30 Oktober 1974 di Stadion Stade Tata Raphael, Zaire, dalam pertarungan yang dikenang sebagai The Rumble in the Jungle.
Dalam laga tersebut, Ali meraih dua sabuk juara heavyweight versi WBA dan WBC sekaligus menorehkan gaya bertanding baru yang kini menjadi salah satu metode paling ikonik dalam dunia tinju.
Selama berkarier sebagai petinju profesional, Ali yang lahir dengan nama Cassius Marcellus Clay telah menjalani 61 pertandingan dan mencatat 56 kemenangan, 37 di antaranya lewat KO.
Ia memulai debut profesional melawan Tunney Hunsaker pada 29 Oktober 1960, lalu mencatat 31 kemenangan beruntun hingga Joe Frazier menghentikan rangkaian positifnya pada duel 8 Maret 1971.
Di balik kelihaiannya mengolah gerakan dan pukulan, Ali dikenal dengan frasa yang menggambarkan gaya bertandingnya: terbang seperti kupu-kupu, menyengat seperti lebah. Ungkapan itu merujuk pada kecepatan serta keluwesan langkahnya di atas ring yang selalu diimbangi daya serang tajam dan mematikan.
Namun, rangkaian perjalanan karier Ali tidak selalu mulus. Periode 1967 hingga 1974 menjadi fase sulit ketika ia mendapat larangan bertanding akibat menolak wajib militer Amerika Serikat.
Semua gelar yang disandangnya dicabut dan ia tidak diperbolehkan naik ring selama lebih dari tiga tahun. Kesempatannya untuk kembali bertarung baru muncul pada 1970, hingga ia menelan kekalahan pertama melawan Frazier di Madison Square Garden tak lama setelah kembali aktif.
Sementara itu, George Foreman sedang berada dalam puncak performa dengan reputasi sebagai petinju kelas berat paling menakutkan setelah meraih emas Olimpiade 1968. Pukulan Foreman dikenal benar-benar keras, bahkan disebut-sebut mampu menjatuhkan lawan hanya dalam hitungan detik.
Melihat potensi duel besar, promotor tinju Don King berhasil mempertemukan keduanya dalam sebuah kesepakatan kontrak. King tidak memilih Amerika Serikat sebagai lokasi laga, melainkan memindahkan pertarungan ke Zaire, Afrika, dan keputusan itu menciptakan salah satu pertandingan terbesar dalam sejarah olahraga.
Menjelang duel, muncul kisah menarik dari pihak Foreman yang diketahui sempat berdoa agar Ali tidak meninggal akibat pukulan keras yang kemungkinan terjadi sepanjang laga. Meski terdengar seperti gurauan, cerita itu menggambarkan betapa kuatnya pukulan Foreman dan bagaimana publik memprediksi duel akan berat bagi Ali.
Ketika pertarungan dimulai, Ali memperlihatkan pendekatan tidak biasa. Ali justru berdiri sangat dekat dengan tali ring, posisi yang biasanya dihindari petinju karena mempersempit ruang gerak.
Kondisi itu membuat Foreman mampu melancarkan banyak pukulan tanpa ruang hindar yang luas. Pelatih Ali, Angelo Dundee, dilaporkan sangat cemas melihat keputusan tersebut.
“Ketika dia melangkah ke arah tali pembatas ring, saya benar-benar muak. Berkali-kali saya teriak agar ia menjauhi tali pembatas,” ujar Dundee mengutip laporan BoxRec yang dikutip Mashable Indonesia. Meski berkali-kali diperingatkan, Ali tetap bertahan pada strategi yang telah ia rancang.
Strategi itu kemudian diketahui sebagai rope-a-dope. Ali sengaja menempel pada tali ring agar pantulan tali membantu meredam sebagian tekanan pukulan Foreman. Dengan cara itu, ia tidak perlu menghabiskan tenaga untuk bergerak menghindar dan dapat bertahan dari rentetan pukulan mematikan.
Taktik tersebut memaksa Foreman terus menyerang tanpa henti hingga stamina lawan terkuras perlahan. Ali mengakui bahwa tidak semua pukulan bisa ia tangkis, tetapi kekuatan pukulan Foreman tampak menurun dari ronde ke ronde.
Ketika Foreman mulai kehabisan tenaga, Ali memprovokasi lawan agar menyerang lebih keras seraya menjaga mental dan fokus.
Memasuki ronde kedelapan, Ali melihat kesempatan menyerang. Setelah lama bertahan dan menunggu momen tepat, ia melepas kombinasi pukulan balik dengan cepat dan akurat ke arah Foreman.
Serangan itu menghantam tepat sasaran hingga Foreman roboh. wasit kemudian menghitung hingga 10 dan Foreman tidak lagi mampu berdiri. Seketika stadion bergemuruh karena Ali berhasil menumbangkan juara bertahan melalui taktik yang belum pernah terlihat sebelumnya.
Kemenangan di Zaire bukan hanya penegasan bahwa Ali adalah salah satu petinju terhebat sepanjang masa, tetapi juga tonggak lahirnya rope-a-dope yang kemudian dipelajari banyak petinju dunia.
Strategi itu mengajarkan bahwa kekuatan pukulan bukan satu-satunya faktor dalam tinju, melainkan kecerdasan membaca ritme pertandingan dan kesabaran menunggu celah.
Hingga saat ini rope-a-dope tetap dianggap salah satu bentuk kecerdikan tertinggi dalam sejarah olahraga, lahir dari kepala seorang juara yang sudah lama diketahui: mampu bergerak seanggun kupu-kupu dan menyengat setajam lebah.
