Bitcoin kembali mencetak prestasi gemilang dengan melonjak ke level tertinggi sepanjang masa di angka US$112.000, setara sekitar Rp1,81 miliar berdasarkan kurs Rp16.218 per dolar AS.
Dalam satu hari, nilainya menanjak hampir 3 persen, menandai momentum kuat yang belum pernah terjadi sebelumnya. Lonjakan ini mengundang sorotan global dan menjadi bahan perbincangan hangat di kalangan investor kripto maupun analis pasar.
Sentimen positif yang melandasi reli harga Bitcoin kali ini berkaitan erat dengan kemungkinan Federal Reserve (The Fed) memangkas suku bunga sebelum akhir tahun. Desas-desus akan penurunan suku bunga pada akhir Juli atau selambat-lambatnya di penghujung tahun semakin memacu optimisme pasar.
Para pelaku keuangan melihat peluang besar untuk mendapatkan likuiditas tambahan yang selama ini menjadi tarif krusial dalam mendorong permintaan aset berisiko tinggi seperti mata uang kripto.
Sinyal ini menguat setelah dirilisnya risalah rapat Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) pada bulan Juni yang mana dokumen internal tersebut merekam bahwa mayoritas anggota The Fed memperkirakan setidaknya satu penurunan suku bunga pada tahun 2025.
Bahkan, sebagian dari mereka menilai penyesuaian kebijakan bisa dilakukan secepatnya dalam pertemuan 30 Juli, tergantung pada data inflasi terbaru. Harapan tersebut membuat para investor merencanakan langkah antisipatif, sehingga Bitcoin pun menarik minat beli semakin besar.
Analis Tokocrypto, Fyqieh Fachrur, menilai bahwa lonjakan ini menandakan kepercayaan baru dari para investor kripto yang mulai memproyeksikan pelonggaran kebijakan moneter.
“Level US$112.000 pun disebut sebagai batas psikologis krusial jika momentum positif ini terus berlanjut, Bitcoin dapat menguji level resistensi berikutnya di kisaran US$115.000 hingga US$118.000,” katanya.
Tak hanya didukung sentimen kebijakan The Fed, permintaan terhadap ETF spot Bitcoin di Amerika Serikat juga ikut meningkat signifikan. Pada 9 Juli, total arus masuk dana ETF spot BTC AS mencapai US$80,6 juta, menandai tingginya minat lembaga keuangan terhadap paparan langsung ke harga Bitcoin.
Meskipun data on-chain menunjukkan akumulasi dari investor jangka pendek maupun panjang, para analis tetap mencermati kekuatan volume pasar secara menyeluruh. Namun, peningkatan arus ETF spot belum sepenuhnya menjamin lonjakan harga dapat berlanjut tanpa dukungan volume ritel yang kokoh.
Pasar masih menunggu dorongan beli dari investor individu sebagai faktor pemersatu arah tren. Tanpa sentimen belanja yang merata, pergerakan harga Bitcoin berisiko mengalami fluktuasi tajam ketika momentum global bergeser.
Momen krusial berikutnya bagi para pelaku pasar adalah rilis data Indeks Harga Konsumen (CPI) untuk bulan Juni pada 11 Juli, serta keputusan suku bunga The Fed pada pertemuan 30 Juli.
Data CPI akan menjadi tolok ukur apakah tekanan inflasi benar-benar mereda atau masih membayangi, sehingga peluang penurunan suku bunga semakin terbuka lebar.
“Jika inflasi terus melandai, sentiment positif terhadap aset kripto akan semakin menguat,” tambah Fyqieh.
Di ranah global, ekspektasi kebijakan The Fed juga dipengaruhi oleh dinamika tarif perdagangan Amerika Serikat. Meski Presiden AS Donald Trump sempat membantah bahwa tarif berdampak signifikan pada inflasi, sebagian pejabat The Fed memilih tetap waspada.
Risiko lonjakan harga impor akibat tarif tersebut menambah lapisan ketidakpastian yang turut mewarnai pergerakan Bitcoin.
Dari sisi analisis teknikal, penutupan harga Bitcoin di atas US$112.500 dianggap kunci untuk membuka potensi penguatan menuju US$115.000 hingga US$118.000. Sebaliknya, jika gagal bertahan di kisaran tersebut, wilayah support terdekat berada di US$110.800 dan US$109.750.
Indikator Relative Strength Index (RSI) yang berada di atas level 50 dan pergerakan MACD di zona bullish turut menandakan kecenderungan tren positif untuk jangka pendek.
Secara keseluruhan, lonjakan harga Bitcoin menuju rekor tertinggi ini tidak hanya mencerminkan respons pasar terhadap kebijakan moneter, melainkan juga mengukuhkan posisi mata uang kripto sebagai instrumen lindung nilai di tengah ketidakpastian ekonomi global.
Dengan beragam faktor fundamental dan teknikal yang tengah berkembang, setiap pergerakan berikutnya layak menjadi sorotan utama bagi investor dan pengamat pasar.