Sebagai tradisi Islam Nusantara, rukyatul hilal (pengamatan bulan Kamariah baru) dan sidang isbat selalu dinanti umat Islam jelang hari-hari besar Islam (awal Ramadan, Idul Fitri dan Idul Adha). Tradisi ini sudah sangat lama berjalan dan biasa didiskusikan secara terbuka oleh masyarakat, terutama ketika berbeda awal bulan Kamariah.
Kekompakan dan kebersamaan dalam melaksanakan Idul Adha, seperti sekarang ini, memang didambakan. Tetapi, andai berbeda juga tidak ada masalah. Umat Islam telah memiliki sejarah panjang soal ini. Berbeda boleh, yang penting tetap bersatu.
Publik juga mesti memahami bahwa metode hisab dan rukyatul hilal merupakan dua metode yang sama-sama sah digunakan. Jika penggunaannya dikombinasikan dan ternyata berhasil menetapkan awal bulan Kamariah lebih presisi, tentu merupakan suatu kemajuan.
Dalam pelaksanaan tiga kali Sidang Isbat penentuan awal bulan Ramadan, Idul Fitri dan yang terbaru Idul Adha (27 Mei 2025), mayoritas umat Islam kompak mengawali dan menjalankan ibadah pada hari-hari tersebut. Secara hisab, pada 29 Ramadan 1446 H, posisi hilal masih di bawah ufuk di seluruh Indonesia. Oleh karena itu, jumlah hari puasa digenapkan (istikmal) menjadi 30 hari.
Data hilal awal Ramadan dan Zulhijjah 1446 H, kurang lebih sama di mana hilal sudah wujud di seluruh Indonesia namun ketinggian dan elongasinya berbeda-beda. Data hilal awal Zulhijjah 1446 menunjukkan bahwa ketinggian hilal berkisar antara 044.64’ (Jayapura) sampai 312.29’ (Banda Aceh). Sudut elongasi juga sudah cukup tinggi antara 550.64’ sampai 76.27’.
Berdasarkan kesepakatan dengan Menteri Agama Asia Tenggara (MABIMS), kriteria tinggi hilal dan elongasi yang memungkinkan hilal dilihat (imkanur rukyat) adalah minimal ketinggian hilal 3 dan elongasi minimal 64’. Jadi, posisi hilal di Aceh paling berpeluang terlihat oleh para perukyat hilal dibanding lokasi lainnya.
Strategi Rukyat
Badan Hisab Rukyat (BHR), satu wadah yang berisi ahli hisab-rukyat dan dibentuk oleh Kemenag RI untuk menentukan kalender Islam dan waktu salat, telah melakukan hisab (perhitungan) posisi hilal. Salah satu hasil kerjanya memutuskan bahwa Selasa, 27 Mei 2025 bertepatan dengan 29 Zulqa’dah 1446 H, merupakan hari rukyat penentuan awal bulan Zulhijah 1446 H. 114 titik telah disiapkan untuk lokasi rukyatul hilal di seluruh Indonesia.
Hasil pengamatan hilal ini sangat menentukan apakah tanggl 1 Zulhijah jatuh pada Rabu atau Kamis. Sekaligus ini akan mempengaruhi apakah Idul Adha jatuh pada hari Jumat atau Sabtu (tanggal 6 atau 7 Mei 2025). Peluang hilal terlihat, khususnya pada wilayah Aceh, sangat besar. Namun, sebagaimana sudah diprediksi, awan mungkin akan mengganggu penglihatan meski posisi hilal sangat tinggi dan juga telah dipersiapkan teleskop sebagai alat bantu.
Sebagaimana sudah diumumkan oleh Menteri Agama RI dalam sidang isbat, bahwa pada hari itu, hilal dapat dilihat. Idul Adha 2025 akan diperingati secara bersama-sama. Tentu dengan tetap menghormati sebagian kecil umat Islam yang berbeda.
Berdasarkan perhitungan hisab, hingga 10 tahun yang akan datang, potensi terjadi perbedaan kalender hijriah sangat besar. Posisi hilal sangat kritis, lebih-lebih bila terganggu awan. Karena itu, Kemenag RI mengambil dua strategi untuk memastikan pelaksanaan rukyatul hilal berjalan lancar dan syiar hari-hari Islam lebih semarak.
Pertama, menfasilitasi perukyat ahli untuk mendukung pelaksanaan rukyatul hilal pada wilayah yang sangat potensial hilal terlihat. Tidak semua ahli fikih mampu melihat hilal, begitu pula dengan astronom. Secara ilmu, keduanya dipastikan tahu tentang perhitungan hisab, hilal, ciri dan karakternya. Secara praktik, dibutuhkan pengalaman beberapa waktu untuk memastikan apakah garis tipis putih itu hilal atau bukan. Tantangannya lebih berat bila cuaca mendung, pasti sangat menganggu aktivitas pemantauan hilal.
Jika demikian, meski ia ahli agama bila tidak concern di bidang ilmu falak dan tidak pernah melihat hilal, dipastikan ia tidak tahu atau paling tidak ragu apakah yang dilihat itu hilal atau bukan saat mengikuti rukyatul hilal. Bisa dibayangkan, jika mereka awam dan hanya penggembira rukyatul hilal. Karena itu, menghadirkan beberapa perukyat ahli pada lokasi potensial hilal terlihat terbukti berdampak signifikan.
Kehadiran mereka juga mengedukasi peserta rukyatul hilal lainnya di wilayah tersebut di mana mayoritas belum pernah tahu atau belum pernah berhasil melihat hilal. Rasanya sangat excited bila berhasil dan menjadi saksi melihat hilal untuk pertama kalinya.
Kedua, memaksimalkan pemanfaatan teknologi pada rukyatul hilal. Ada sesuatu yang baru pada pelaksanaan rukyatul hilal penentuan awal bulan Zulhijah 2025 ini. Salah seorang anggota tim mampu mengoptimalkan teknologi yang lazim digunakan dan memperbesar potensi keberhasilan melihat hilal dan menghilangkan keraguan. Teknologi itu juga sudah sering dibahas dalam forum-forum diskusi tentang hisab dan rukyatul hilal. Nama aplikasinya Iris yang dapat membantu mengolah data astronomis.
Penggunaan teleskop (al-nazdzdarah al-mu’azdzdamah) yang disambungkan kamera dan komputer untuk mengolah data astronomi telah menjadi game changer pada rukyatul hilal ini. Utamanya ketika mendung menutupi hilal dan mengganggu penglihatan—bahkan dengan menggunakan teleskop sekalipun. Penggunaan teknologi aplikasi olah data astronomi memungkinkan rukyatul hilal lebih presisi dan berkepastian.
Penggunaan aplikasi Iris bukanlah rekayasa dan hasilnya dapat diterima karena dua hal. Pertama, posisi hilal dan elongasi sudah memenuhi kriteria MABIMS yang memungkinkan hilal dapat dilihat meski hanya dengan mata telanjang/ kasat mata. Secara normal dan teknis, apabila tidak terhalang mendung, hilal pasti dapat dilihat.
Kedua, hasil olah data diverikasi atau dipastikan oleh perukyat ahli lainnya yang hadir di lokasi bahwa penampakan garis putih tipis merupakan hilal. Dengan posisi hilal persis seperti dalam perhitungan hisab. Dalam konteks rukyatul hilal di Aceh, terdapat seorang perukyat yang mengaku melihat hilal namun ia ragu itu hilal atau bukan. Setelah melihat hilal hasil olah data, ia meyakinkan bahwa tadi juga melihat hilal yang sama.
Pemanfaatan tekonologi aplikasi olah data astronomi terbukti membantu perukyat hilal untuk mengatasi kendala awan. Dengan aplikasi itu, berbagai spekulasi dan ketidakpastian saat penentuan awal bulan kamariah dapat dikurangi. Di sisi lain, tentu harus disusun regulasi dan hukum acaranya agar pemanfaatan teknologi dalam rukyatul hilal tetap harus sesuai dengan syariat Islam.
Abu Rokhmad (Dirjen Bimas Islam Kemenag RI)