Potret kehangatan Nuryanih dan Marulih, jemaah asal Duren Sawit dengan petugas haji di Embarkasi Jakarta, Kamis (1/5/2025)
Jakarta (Kemenag) — Embarkasi Jakarta Pondok Gede selalu ramai oleh semangat dan harapan para calon jemaah haji. Di balik kesibukan pelayanan yang nyaris tak henti, terselip kisah-kisah kecil yang meninggalkan jejak di hati. Salah satunya terjadi di Gedung Serba Guna 2 (SG 2), tempat awal proses registrasi berlangsung.
Pada Kamis (1/5/2025) itu, sepasang jemaah lansia dari Duren Sawit, Jakarta Timur, tiba dengan kondisi fisik yang sudah tak sekuat dulu. Adalah Marulih dan Nuryanih, sepasang suami istri yang tergabung dalam Kloter JKG-03 yang tiba di Asrama Haji Pondok Gede dengan kursi rodanya.
Interaksi hangat terjadi ketika keduanya tiba di depan SG-2. Beberapa Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Embarkasi Jakarta Pondok Gede dengan sigap menyambut mereka, salah satunya Kiky. Petugas perempuan itu dengan sabar dan telaten mendorong kursi roda mereka, mendampingi dari satu pos pelayanan ke pos berikutnya.
“Anaknya halus bicaranya, cepat tanggap, dan sabar sekali,” ucap Nuryanih saat ditanya kesannya terhadap pelayanan yang diberikan Kiky.
“Kalau boleh, rasanya ingin kami anggap seperti anak sendiri,” sambungnya.
Pernyataan itu sederhana, tapi menggambarkan ikatan emosional yang tumbuh hanya dalam hitungan jam—bukan karena darah, tapi karena empati dan kasih sayang yang tulus.
Tak hanya Nuryanih dan Marulih yang merasakan kehangatan kali itu. Bagi Kiky membantu jemaah bukan hanya soal kewajiban kerja, ini juga mengobati kerinduan hatinya terhadap sosok ayah yang telah berpulang ke hadirat Allah beberapa tahun sebelumnya.
Kehilangan sosok ayah beberapa tahun lalu membuatnya memandang setiap lansia yang dibantu sebagai pengganti orang tua. Ia bekerja dengan hati, seolah sedang melayani keluarganya sendiri.
“Saya hanya ingin memastikan mereka diperlakukan dengan hormat dan penuh perhatian. Seperti saya ingin ayah saya diperlakukan jika ia berangkat haji,” ujarnya lirih, sembari menatap jemaah yang kini ia dampingi seperti keluarga sendiri.
Di embarkasi, hubungan-hubungan semacam ini mungkin terjadi tanpa banyak yang tahu. Tapi bagi mereka yang mengalaminya, itu akan terus dikenang. Karena sejatinya, ibadah haji bukan hanya perjalanan spiritual, tapi juga perjalanan batin dengan pelajaran tentang kesabaran, kepedulian, dan cinta dalam bentuk paling murni.
Di balik rompi petugas yang tampak sederhana, tersimpan niat luhur. Karena sesungguhnya, mereka bukan sekadar petugas. Mereka adalah tangan-tangan yang menuntun, bahu yang menopang, dan hati yang menguatkan di tengah langkah para jemaah menuju Baitullah. (Kiky / MCH Embarkasi Jakarta)