Philips Foundation bersama organisasi internasional World Child Cancer (WCC) resmi meluncurkan inisiatif berskala besar untuk mempercepat deteksi dini dan penanganan kanker anak di Indonesia.
Lewat teknologi canggih, pelatihan profesional, dan aplikasi kesehatan digital, kolaborasi ini hadir sebagai langkah konkrit menjembatani kesenjangan layanan onkologi pediatrik yang selama ini masih jadi tantangan besar di negeri ini.
Salah satu fitur unggulan dari inisiatif ini adalah peluncuran aplikasi kesehatan inovatif yang bisa digunakan oleh tenaga medis, orang tua, hingga masyarakat umum. Aplikasi ini dirancang layaknya “peta interaktif” untuk mendeteksi gejala awal kanker anak, memberikan panduan jalur rujukan, hingga menyajikan informasi lengkap soal perawatan suportif.
Buat dokter, aplikasi ini menyediakan alat bantu seperti fitur pengecekan gejala, sistem rujukan otomatis, hingga sesi e-learning yang memudahkan mereka terus meng-upgrade pengetahuan di bidang onkologi anak.
Untuk para orang tua, tersedia video edukatif, informasi penyakit, sampai nomor kontak rumah sakit terdekat. Bahkan masyarakat umum pun bisa ikut andil dalam deteksi dini lewat materi edukasi yang mudah dipahami.
Deteksi dini butuh mata tajam—dan di sinilah peran ahli radiologi jadi sangat krusial. Inisiatif ini akan melibatkan pelatihan intensif bagi para radiolog di Indonesia yang akan dibekali kemampuan mendeteksi kanker anak lewat teknologi ultrasound dan CT Scan.
Hebatnya lagi, pelatihan ini diberikan langsung oleh tim dari Princess Máxima Center di Belanda—rumah sakit kanker anak terbesar di Eropa!
Tak cuma itu, akan tersedia juga modul e-learning yang disesuaikan dengan kebutuhan lokal, sehingga para dokter bisa terus belajar kapan saja dan di mana saja. Fokusnya? Membantu membedakan massa jinak dan ganas secara lebih akurat dan cepat.
Langkah ini bukan sekadar gebrakan sesaat. Antara tahun 2025 hingga 2027, inisiatif ini menargetkan untuk melatih lebih dari 23.000 tenaga kesehatan di seluruh Indonesia. Dari dokter umum hingga spesialis radiologi, semua akan terlibat dalam transformasi sistem deteksi kanker anak yang lebih maju dan merata.
“Setiap anak punya hak yang sama untuk didiagnosis secara akurat dan mendapat pengobatan yang tepat waktu,” ujar Welmer Blom, Managing Director World Child Cancer Belanda. “Lewat kolaborasi ini, kita sedang menjembatani kesenjangan layanan kesehatan anak di Indonesia.”
Menurut data, lebih dari 10.000 anak Indonesia diduga mengidap kanker setiap tahunnya. Tapi hanya sekitar 2.000 kasus yang benar-benar tercatat dalam sistem antara 2021 hingga 2023. Ini artinya, ribuan anak terancam kehilangan kesempatan hidup karena telat terdeteksi atau bahkan tidak terdiagnosis sama sekali.
Situasi ini mencerminkan kondisi global, di mana 80% anak-anak penderita kanker di negara-negara berkembang tidak mendapatkan perawatan yang layak—jauh berbeda dengan negara-negara maju yang memiliki angka kesembuhan lebih dari 80%.
“Inilah mengapa kami ingin menciptakan dampak yang nyata dan tahan lama bagi anak-anak Indonesia,” kata Margot Cooijmans, Direktur Philips Foundation. “Dengan teknologi dan kolaborasi kuat, kami ingin memberi lebih banyak anak peluang untuk tumbuh sehat.”
Inisiatif ini juga melibatkan sejumlah mitra lokal ternama seperti RS Hasan Sadikin (Bandung), RS Dr. Sardjito (Yogyakarta), Fakultas Kedokteran UGM, hingga Yayasan Anyo Indonesia. Tak ketinggalan, Princess Máxima Center membawa serta keahliannya dari Eropa ke lapangan langsung.
“Kolaborasi ini membuktikan bahwa perubahan besar hanya bisa terjadi jika semua pihak bersatu,” ujar Astri D. Ramayanti, Presiden Direktur Philips Indonesia. “Kami yakin, ini adalah awal dari masa depan yang lebih baik bagi anak-anak Indonesia yang sedang berjuang melawan kanker.”