Jakarta (Kemenag) — Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar mengingatkan masyarakat Indonesia untuk tidak terbawa arus budaya Barat dalam urusan pernikahan. Hal ini ia sampaikan dalam kegiatan Gerakan Sadar Pencatatan Nikah (Gas Pencatatan Nikah) yang digelar di Jakarta, Minggu (6/7/2025).
Menag membahas fenomena menurunnya minat menikah di sejumlah negara Barat, termasuk Prancis, Amerika Serikat, dan Kanada. Ia menyebut, pemerintah Prancis bahkan sampai memberikan insentif besar bagi warganya yang mau menikah dan memiliki anak.
“Di Prancis, Bapak-Ibu sekalian, begitu rendahnya minat perkawinan, pemerintah sampai memberikan hadiah besar bagi warganya yang mau punya anak. Anak-anak yang lahir dari orang tua asli Prancis bahkan mendapat beasiswa hingga pembebasan pajak,” ujarnya.
Menag juga menceritakan pengalamannya saat berkunjung ke Kanada, di mana praktik hidup bersama tanpa menikah sudah dianggap biasa. “Saya pernah di Kanada, ada teman saya yang 20 tahun hidup kumpul kebo, bahkan sudah punya anak satu,” ungkapnya.
Urgensi Pencatatan Nikah
Menag menekankan bahwa pencatatan nikah secara resmi di Indonesia sangat penting. Ia meminta seluruh jajaran Kementerian Agama, pusat dan daerah, untuk aktif mengedukasi masyarakat bahwa urgensi pencatatan pernikahan demi perlindungan hak-hak keluarga.
“Saya mohon betul Kementerian Agama dan seluruh jajaran sampai ke tingkat bawah untuk terus mengingatkan masyarakat tentang pentingnya pencatatan pernikahan,” katanya.
Menag mengaku heran masih ada sejumlah pihak yang menjadikan faktor ekonomi sebagai alasan enggan mencatatkan pernikahan. Sebab, pencatatan nikah di Kantor Urusan Agama (KUA) tidak dipungut biaya alias gratis. Selain itu, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam (Bimas Islam) juga menjalankan program nikah massal gratis bagi masyarakat. Program ini memberikan fasilitas pernikahan lengkap tanpa biaya, bahkan termasuk pakaian pengantin, salon, hingga mahar.
Menag mengungkapkan bahwa program nikah massal bukan sekadar seremoni, tetapi bagian dari upaya pemerintah memperkuat ketahanan keluarga dan meningkatkan kesadaran hukum masyarakat terkait pencatatan pernikahan.
Menag juga mengungkapkan, pernikahan bukan sekadar urusan pribadi, tetapi bagian dari identitas budaya bangsa. Ia mengingatkan masyarakat agar tidak meniru praktik-praktik pernikahan yang bertentangan dengan nilai dan norma Indonesia.
“Kita harus menjaga budaya kita sendiri. Jangan sampai terjadi westernisasi kebudayaan kita dalam hal perkawinan,” pungkasnya.
(Fn/Mr)