Transformasi ekonomi digital di Asia Tenggara kian bergeser ke level kompetisi baru yang semakin tajam. Dalam lanskap ini, negara-negara seperti Thailand dan Vietnam tampil menonjol dengan strategi regulasi dan insentif yang progresif untuk menarik investor, mendorong adopsi blockchain, serta mengukuhkan posisi sebagai pusat inovasi aset kripto.
Di tengah langkah agresif para tetangga, Indonesia menghadapi tantangan nyata untuk mempertahankan dominasinya sebagai salah satu pasar kripto terbesar di kawasan.
Thailand: Bebas Pajak, Penuh Ambisi
Pemerintah Thailand baru saja mengeluarkan kebijakan strategis berupa pembebasan pajak penghasilan pribadi sebesar 15% bagi pengguna exchange kripto lokal. Kebijakan ini berlaku hingga akhir 2029, dan secara langsung memberikan napas segar bagi ekosistem kripto di Negeri Gajah Putih.
Dengan skema fiskal seperti ini, Thailand memberikan sinyal kuat sebagai negara yang membuka lebar pintu bagi investor ritel dan institusi untuk terlibat dalam perdagangan aset digital secara legal, aman, dan tentunya menguntungkan.
Insentif fiskal tersebut bukan hanya menarik perhatian pelaku industri lokal, tapi juga investor internasional yang mencari lokasi strategis untuk ekspansi pasar. Thailand dengan cepat memposisikan dirinya sebagai digital assets-friendly nation di Asia yang siap menjadi tuan rumah masa depan ekosistem Web3 dan DeFi.
Vietnam: Kepastian Hukum Jadi Pondasi Ekspansi Digital
Tak kalah agresif, Vietnam melangkah lebih jauh dengan mengesahkan Undang-Undang Industri Teknologi Digital pada 14 Juni 2025. Undang-undang ini menetapkan kerangka hukum yang komprehensif untuk mengatur perdagangan dan pengembangan aset kripto, lengkap dengan penerapan standar Anti-Money Laundering (AML) dan anti-terorisme.
Di antara negara-negara Asia Tenggara, Vietnam kini unggul dalam hal kejelasan hukum dan roadmap teknologi digital. Pemerintah Vietnam tidak hanya mengakui kripto sebagai aset digital, tetapi juga memberikan garis regulatif yang mendorong kepercayaan investor dan sekaligus mendukung inovasi berbasis blockchain dalam sektor publik maupun swasta.
Data Global: Potensi Indonesia Terancam
Menurut laporan Global Crypto Adoption Index 2024 yang dirilis oleh Chainalysis, Vietnam kini menduduki peringkat kelima secara global dalam tingkat adopsi kripto, sementara Thailand berada di posisi ke-16.
Indonesia memang masih menempati posisi ketiga, tetapi peringkat ini bisa mengalami penurunan jika ekosistem kripto dalam negeri tidak segera diperkuat melalui kebijakan nyata dan dukungan lintas sektor.
Indonesia Harus Melangkah Cepat: Sinergi Jadi Kunci
CEO Tokocrypto, Calvin Kizana, menekankan bahwa Indonesia harus melihat pergerakan cepat Thailand dan Vietnam sebagai peringatan serius sekaligus inspirasi untuk bertindak. Ia meyakini potensi Indonesia masih sangat besar, namun tidak akan cukup jika hanya mengandalkan populasi pengguna atau euforia sesaat.
“Indonesia memiliki peluang besar untuk menjadi hub kripto Asia Tenggara, tapi itu tidak akan terwujud tanpa sinergi yang solid antara pemerintah, regulator, pelaku industri, dan masyarakat,” tegas Calvin.
Calvin menambahkan bahwa insentif pajak seperti yang diberlakukan Thailand bisa menjadi referensi penting dalam membentuk kebijakan fiskal yang mendukung pertumbuhan sektor kripto.
Pendekatan Vietnam yang menggabungkan kepastian hukum dengan etika teknologi juga dapat menjadi model inspiratif bagi Indonesia dalam menyusun regulasi yang ramah inovasi namun tetap mengedepankan perlindungan konsumen dan stabilitas finansial.
Visi Masa Depan: Indonesia sebagai Pemimpin Kripto Regional
Langkah-langkah konkret yang dibutuhkan Indonesia tidak sekadar bersifat reaktif. Menurut Calvin, Indonesia harus segera merancang roadmap nasional industri kripto yang melibatkan edukasi, inklusi digital, kemudahan lisensi bagi pelaku baru, serta kolaborasi lintas sektor termasuk institusi pendidikan, sektor perbankan, dan startup blockchain.