Makkah (Kemenag) — Sore itu, pukul 16.00 WAS, cuaca di Makkah Al-Mukarramah sudah tidak terlalu panas. Ratusan burung merpati tampaknya tak jenuh untuk beterbangan, menari-nari di bawah pohon rindang yang meneduhkan dua kompleks pemakaman besar di Makkah, yaitu Makam Ma’la. Burung-burung ini sepertinya tak berhenti bersalawat bersanding ribuan ahli kubur yang dimakamkan di Ma’la.
Tepatnya pada Kamis (22/5/2025), untuk yang kedua kal setelah November 2024, saya menapakkan kaki di sini, pemakaman Ma’la. Makam yang selalu membuat air mata saya menderas. Bedanya, kala itu November 2024 tengah musim dingin. Saat itu, ketika saya tiba di Ma’la, hujan mengguyur kota Makkah. Rasanya sangat sejuk, sesejuk doa-doa keluarga Nabi Muhammad saw, sahabat, tabi’in dan sejumlah ulama Indonesia yang dimakamkan di pemakaman ini.
Berbeda dengan November 2024, kali ini cuaca memang panas. Namun panas kali ini tidak sedikitpun terasa, karena tertutup oleh begitu teduhnya melihat makam-makam para keluarga Nabi Muhammad saw dan para ulama Indonesia yang menjadi ahli kubur di tanah suci.
Saya tak sendiri. Ada beberapa tim Media Center Haji (MCH) PPIH Arab Saudi yang berziarah, sekaligus meliput. Kami segera beranjak memasuki area makam Ma’la. Sayang, karena saya dan rekan saya Mbak Reni dari Harian Kompas tidak bisa masuk area makam dan berziarah, karena memang aturan perempuan tidak diperkenankan memasuki area makam ini.
Kami berdua pun segera menyusuri pagar pinggir makam Ma’la, sebelah kanan jalan. Sementara rekan-rekan MCH yang lain, dipandu Pembimbing Ibadah KH Abdul Moqsith Ghazali, melangkahkan kaki menuju kompleks Ma’la.
Saya terus menyusuri trotoar yang meluruskan pagar makam Ma’la, dengan langkah yang agak gontai, karena saya harus menghentikan langkah di salah satu makam ulama dari Rembang, Jawa Tengah, yaitu KH Maimun Zubair. Kebetulan makamnya terletak agak pinggir, tidak jauh dari pagar, sehingga peziarah perempuan bisa melihat makam beliau dari pintu pagar.
Air mata saya tak tertahan, dan akhirnya pecah. Teringat enam tahun silam, di mana beliau wafat sewaktu berhaji pada 2019. Jenazahnya disalatkan jutaan jemaah Masjidil Haram. Konon katanya, dalam suasan langit yang mendung, KH Maimun diantarkan ribuan jemaah ke tempat peristirahatan terakhir, yaitu Ma’la. Konon pula, Mbah Moen memang bercita-cita untuk dimakamkan di Ma’la, dekat dengan makam Sayyidah Khadija Al-Kubro, sosok yang sangat dikaguminya.
Air mata saya tumpah, sambil membacakan yasin Fadhilah. Rasa kehilangan satu-satunya ulama yang paling sepuh dari Rembang, di mana saya juga dilahirkan di sini, masih begitu kental. “Mbah, kulo sowan mriki (Mbah, saya berziarah ke makam Anda di sini),” saya membatin.
Kala beliau wafat, sangat banyak yang merasa kehilangan ulama sepuh ini. Hingga kini, makam Mbah Maemun banyak diziarahi oleh jemaah haji, terutama dari Indonesia.
Rekan-rekan MCH pun, dipimpin oleh KH Moqsith, langsung menziarahi makam pengasuh Ponpes Al-Anwar, Sarang, Rembang Jawa Tengah ini. Ada pula, rombongan jemaah haji kloter 14 SOC asal Kabupaten Brebes berziarah ke Ma’la.
“Kami rombongan jemaah haji dari KBIHU As shafa Brebes. Memang berniat berziarah di Ma’la. Rasanya tidak afdol, kalau sudah sampai Makkah tapi tidak ke Ma’la dan ziarah di Makam Mbah Maimun Zubair,” kata Ahmad Zaki, salah satu anggota jemaah.
Zaki mengaku sangat terinspirasi dengan santri- santri beliau seperti KH Bahaudin Nursalim (Gus Baha), dan juga putra-putra beliau. “Kami merasa berhutang budi kepada Beliau. Walaupun kami tabarukan ngajinya lewat online atau langsung ngaji lewat putra beliau yang sangat luar biasa. Semoga dengan berziarah di sini, kami bisa dianggap sebagai santri Beliau,” akunya.
Setelah berdoa cukup, rombongan MCH dan peziarah lainnya kemudian menuju makam Sayyidah Khadijah beserta putra-putrinya. Saya hanya bisa melihat jauh dari pagar. Kalau pun bisa, ingin rasanya berdoa sepuas-puasnya di hadapan makam kekasih Rasulullah saw ini. Maka saya hanya cukup berdoa kepada Allah Swt dengan washilah beliau dari kejauhan.
Jannatul Ma’la
Makam Ma’la berjarak sekitar 1,5 km dari Masjidil Haram, arah lurus dari Terminal Syib Amir. KH Moqsith kemudian menjelaskan tentang nama Ma’la.
“Dinamakan Ma’la atau Mu’alla, karena makam ini berupa dataran yang lebih tinggi dari Masjidil Haram,” kata KH Moqsth.
Di pemakaman yang terhampar luas tanpa penutup ini, dimakamkan banyak keluarga Nabi, sahabat Nabi, tabi’in, hingga ulama dari Indonesia.
Ada makam yang paling dikenal oleh dunia di sini, yaitu makam istri Rasulullah saw, Sayyidah Khadijah binti Khuwailid. Makam beliau dikeliling oleh makam putra-putrinya. Ada pula makam ayah Nabi Muhammad Abdullah, kakek beliau Hasyim dan paman Nabi Abdul Mutholib.
Sementara banyak pula ulama Indonesia yang dimakamkan di Ma’la. Antara lain Syaikh Nawawi Banten, ulama besar pengarang banyak kitab kuning yang menjadi rujukan pondok pesantren di Indonesia. Syaikh Nawawi banyak melahirkan ulama-ulama di Indonesia, antara lain KH Kholil, Bangkalan Madura.
“Ada pula KH Sofyan Miftahul Arifin, ulama asal Situbondo, Jawa Timur, dan juga syaikh Mahfudz Tremas,” kata Kh Moqsith.
Sejumlah ulama lainnya, di antaranya Syaikh Ahmad Khatib Sambasi, Syaikh Junaid Betawi, Syaikh Ahmad Khatib Minangkabau, dan Syaikh Yasin Padang juga dimakamkan di Ma’la.
Ma’la, pemakaman yang hanya beridentitas batu sebagai nisan, dikenal sebagai jannatul Ma’la. KH Moqsith menerangkan, Ma’la akan dikenang sebagai pemakamannya orang-orang yang ahlul jannah (ahli surga). Tak heran apabila Ma’la ini menjadi magnet jutaan muslim di dunia untuk berziarah di sini.
Ma’la memang istimewa, karena ahli kubur Ma’la akan dibangkitkan pada hari akhir, setelah kebangkitan Malaikat Jibril, Nabi Muhammad saw, dan Nabi Musa a.s.
“Ketika terjadi kiamat, seluruh manusia meninggal. Kemudian beberapa malaikat bangkit, termasuk Jibril. Nabi juga sudah hidup, tiba-tiba ada orang di samping Nabi Muhammad saw, yaitu Nabi Musa a.s. Kemudian akan dibangkitkan penghuni ahli kubur Ma’la dan makam Baqi , Madinah. Dua makam ini menjadi penting dalam proses kebangkitan terakhir umat manusia,” papar KH Moqsith.
Maka kiranya sangat rugi, apabila jemaah haji sudah sampai di Makkah, namun tidak berziarah ke Ma’la, yang dipenuhi makam ribuan ahluljannah.
Ya Allah Ya Rabb, dengan berziarah di Ma’la, semoga Engkau limpahkan keberkahan dan menjadikan kami sebagai makhluk yang mendapatkan syafaat Nabi Muhammad saw, para keluarga dan sahabatnya.