Di tengah gemerlap upacara Ballon d’Or 2025 di Théâtre du Châtelet, Paris, Ousmane Dembélé tak hanya meraih trofi emas yang melambangkan kehebatan individu. Bagi sang striker Paris Saint-Germain (PSG) berusia 28 tahun, kemenangan ini adalah puncak dari perjalanan panjang yang penuh liku, di mana bakat sepak bola berpadu harmonis dengan keteguhan iman sebagai seorang Muslim taat.
Mengalahkan pesaing ketat seperti Lamine Yamal dari Barcelona dan rekan setimnya Vitinha, Dembélé menjadi pemain Prancis keenam yang menyandang gelar ini, menyusul jejak legenda seperti Zinédine Zidane dan Karim Benzema. Namun, di balik statistik mencengangkan – 35 gol dan 16 assist dalam semusim yang membawa PSG meraih lima trofi, termasuk Liga Champions pertama mereka – tersimpan kisah inspiratif seorang pria yang tak pernah melupakan akarnya.
Menyatukan Lapangan Hijau dan Iman
Dembélé, lahir di Vernon, Normandy, dari ayah asal Mali dan ibu keturunan Mauritania-Senegal, tumbuh dalam keluarga Muslim yang menanamkan nilai-nilai disiplin dan kerendahan hati sejak dini. Ibuandanya, Fatimata, bahkan rela pindah ke Rennes untuk mendukung mimpinya mengejar karir sepak bola, sementara ayahnya, Ousmane Sr., bekerja keras di balik layar.
“Iman adalah pondasi saya,” ujar Dembélé dalam wawancara eksklusif dengan Le Monde baru-baru ini, menekankan bagaimana doa harian dan puasa Ramadan menjadi sumber kekuatan mentalnya.
Rutinitas ini bukan sekadar tradisi; ia menjadi kompas yang membantunya bangkit dari cedera berulang di Barcelona, di mana ia sempat dianggap “pembelian gagal” senilai €105 juta pada 2017.
Yang membuat Dembélé menonjol bukan hanya kecepatan dan dribelnya yang mematikan – yang membuatnya dijuluki “komputer game” oleh analis Opta – tapi juga aksi mulianya sebagai seorang Muslim yang tak ragu berbagi rezeki. Salah satu cerita paling menyentuh adalah keputusannya pada 2018, saat Prancis juara Piala Dunia melawan Kroasia.
Dengan hadiah tim mencapai US$38 juta dari FIFA, Dembélé memilih menyumbangkan seluruh bagiannya untuk membangun masjid di Diaguily, desa ibunya di wilayah Guidimaka, Mauritania selatan. Negeri gurun itu, di mana Islam dianut hampir 100% penduduknya, kekurangan fasilitas ibadah yang layak.
“Ini cara saya menghormati akar dan ibu yang mengorbankan segalanya,” katanya saat itu, seperti dilaporkan Global Construction Review.
Proyek ini bukan hanya batu bata dan semen; ia menjadi simbol harapan bagi komunitas miskin, menyediakan ruang shalat yang lebih baik dan pusat pendidikan dasar bagi anak-anak desa.
Kisah ini menggemakan ajaran Islam tentang zakat dan infak, di mana Nabi Muhammad SAW menekankan bahwa membangun masjid adalah amal jariyah yang pahalanya mengalir terus-menerus. Dembélé, yang menikah dengan influencer Maroko Rima Edbouche dalam upacara tradisional pada 2021 dan kini dikaruniai seorang putri, sering terlihat berdoa singkat sebelum pertandingan, bahkan saat berpuasa di bulan suci. Pada Ramadan 2024, ia terlibat dalam program amal yang mendistribusikan makanan ke keluarga miskin di pinggiran Paris, bekerja sama dengan yayasan lokal yang fokus pada anak-anak penyandang disabilitas – mirip dengan inisiatif Kylian Mbappé.
“Sepak bola memberi saya platform, tapi iman mengajarkan saya tanggung jawab,” ungkapnya kepada ESPN, menyoroti bagaimana ia menggunakan media sosial untuk mempromosikan kesetaraan sosial dan pendidikan pemuda, terutama di komunitas imigran Afrika Barat.
Kemenangan Ballon d’Or ini datang di saat tepat, setelah musim 2024-2025 yang fenomenal di bawah asuhan Luis Enrique. Dembélé, yang diposisikan sebagai penyerang tengah, mencetak gol krusial melawan Manchester City, Liverpool, dan Arsenal di Liga Champions, serta berbagi sepatu emas Ligue 1 dengan 21 gol. Tapi bagi pria yang pernah menolak panggilan timnas Mauritania demi Prancis, prestasi ini hanyalah babak sementara. Ia berencana mendirikan yayasan pribadi untuk mendukung pendidikan anak di Mali dan Mauritania, melanjutkan warisan filantropinya yang kini terinspirasi oleh putrinya yang baru berusia tiga tahun.
Di era di mana sepak bola sering kali disorot oleh kontroversi, Dembélé muncul sebagai panutan. Ia membuktikan bahwa menjadi bintang tak harus kehilangan esensi kemanusiaan. Saat menerima trofi, ia mendedikasikannya untuk “keluarga, tim, dan Tuhan yang memberi segalanya.” Bagi jutaan penggemar Muslim di seluruh dunia, Dembélé bukan hanya pemenang Ballon d’Or; ia adalah bukti bahwa iman dan talenta bisa saling menguatkan, menciptakan dampak yang melampaui garis gawang.