OpenAI kembali menghadirkan inovasi yang menjanjikan transformasi cara belajar generasi muda. Melalui peluncuran fitur terbaru bernama Mode Belajar, perusahaan ini memperkenalkan pendekatan interaktif berbasis kecerdasan buatan yang dirancang khusus untuk membantu siswa memahami topik-topik kompleks dengan lebih mendalam dan reflektif.
Mengutip Engadget, Rabu (30/7/2025), fitur ini tidak hanya menjadi pelengkap teknologi pembelajaran, tetapi juga simbol pergeseran paradigma dari sistem edukasi pasif menuju pengalaman belajar yang lebih aktif dan terpersonalisasi.
Berbeda dari metode konvensional yang mengandalkan jawaban langsung, Mode Belajar mengadopsi gaya dialog ala Socrates dimana ChatGPT akan memandu pengguna melalui serangkaian pertanyaan yang dirancang untuk mengasah pemahaman dan mendorong pemikiran kritis.
Pendekatan ini memungkinkan sistem AI untuk menyesuaikan respons berdasarkan tujuan dan tingkat pemahaman pengguna, menciptakan pengalaman belajar yang lebih relevan dan tidak membanjiri siswa dengan informasi yang belum siap mereka cerna.
OpenAI menyebut bahwa pengembangan Mode Belajar dilakukan melalui kolaborasi intensif dengan para guru, ilmuwan, dan pakar pedagogi. Alih-alih membangun model baru dari nol, fitur ini didukung oleh instruksi sistem yang dirancang secara khusus untuk menciptakan struktur percakapan bertahap atau yang disebut sebagai “perancah” yang membantu siswa membangun pemahaman secara progresif.
Meskipun pendekatan ini masih menghasilkan beberapa respons yang belum konsisten, OpenAI menegaskan bahwa proses iteratif dan umpan balik langsung dari siswa akan menjadi fondasi utama dalam menyempurnakan fitur ini kedepannya.
Menariknya, Mode Belajar tidak eksklusif untuk pengguna ChatGPT Edu. OpenAI justru memilih untuk meluncurkannya terlebih dahulu kepada pengguna Gratis, Plus, Pro, dan Tim yang telah terdaftar, sebelum akhirnya tersedia bagi pelanggan Edu dalam beberapa minggu mendatang.
Strategi ini menunjukkan komitmen OpenAI untuk menguji efektivitas fitur secara luas dan mengumpulkan data penggunaan yang lebih beragam sebelum diterapkan secara penuh di lingkungan akademik.
Namun, tantangan tetap ada. Salah satunya adalah tingkat adopsi fitur oleh siswa, mengingat Mode Belajar bersifat opsional dan dapat diaktifkan atau dinonaktifkan dengan mudah. Di sisi lain, kekhawatiran terhadap penyalahgunaan AI dalam dunia pendidikan juga semakin meningkat.
Sebuah artikel dari Majalah New York baru-baru ini menyoroti maraknya praktik kecurangan akademik berbasis AI di perguruan tinggi Amerika Serikat. Hal ini menjadi pengingat bahwa teknologi, meskipun canggih, tetap membutuhkan pengawasan dan etika penggunaan yang kuat.
Sebagai respons terhadap tantangan tersebut, OpenAI menyatakan bahwa mereka tengah menjajaki berbagai cara untuk membuat Mode Belajar lebih menarik dan bermanfaat bagi mahasiswa.
Salah satu fokus utama adalah pengembangan fitur personalisasi yang lebih mendalam, termasuk penetapan tujuan belajar dan pelacakan kemajuan dalam percakapan. Dengan demikian, siswa tidak hanya mendapatkan jawaban, tetapi juga dibimbing untuk memahami proses berpikir di balik solusi yang mereka temukan.
Peluncuran Mode Belajar ini menandai langkah penting dalam evolusi AI sebagai mitra edukatif. Di tengah tuntutan pendidikan yang semakin kompleks dan kebutuhan akan pendekatan yang lebih manusiawi, OpenAI menunjukkan bahwa teknologi dapat menjadi alat yang mendukung pembelajaran reflektif, bukan sekadar mesin jawaban instan.
Jika dikembangkan dengan bijak dan didukung oleh ekosistem pendidikan yang adaptif, Mode Belajar berpotensi menjadi katalisator perubahan dalam cara kita memahami, mengajar, dan belajar di era digital.