Pengamat politik dan dosen Ilmu Pemerintahan FHISIP Universitas Terbuka, Insan Praditya Anugrah menyatakan bahwa monopoli Artificial Intelligence (AI) dapat melemahkan basis material demokrasi.
Hal ini menyusul terus melemahnya posisi masyarakat dalam kegiatan produksi karena digantikan oleh kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI).
“Monopoli Artificial Intelligence dalam kegiatan produksi berpotensi untuk merusak basis material demokrasi, yakni masyarakat yang berdaulat. Tersingkirnya masyarakat dari kerja-kerja produksi, karena tergantikan oleh algoritma,data dan otomatisasi akan mengikis kedaulatan masyarakat,” ujar Insan pada Mashable Indonesia.
Masyarakat akan berada di posisi subordinat (lemah) dan dikendalikan oleh sistem termasuk AI yang dikuasai elit negara dan pemilik modal”, lanjut pria jebolan Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia tersebut.
Insan menekankan bahwa kekuatan ekonomi masyarakat tergerus karena kehilangan daya tawar dalam relasi produksi. Masyarakat digantikan AI sebagai bagian dari proses produksi.
“Masyarakat yang kehilangan signifikansi dan kedaulatan ekonomi ini juga akan kehilangan daya tawar politis terhadap penguasa dan elit ekonomi.yang memiliki kendali atas perekonomian dan teknologi. Elit, tidak akan lagi berpijak pada legitimasi dari masyarakat melainkan pada penguasaan teknologi dan infrastruktur digital”, lanjut Insan.
Insan memprediksi bahwa sistem elektoral akan semakin tersentralisasi secara digital dan akan banyak mengandalkan bantuan Artificial Intelligence. Kondisi ini memiliki resiko besar manipulasi elektoral oleh elit pemegang infrastruktur.
“Pertanyaannya siapa yang bisa menjamin bahwa sistem ini bebas dari intervensi penguasa dan pemodal? Sekarang, algoritma saja diatur berdasarkan kepentingan kapitalisme dan kontestan politik elektoral”, lanjut Insan.
Dengan digantikannya masyarakat oleh AI dalam kegiatan produksi, maka daya tawar Civil Society terhadap elit pun melemah. Penguasaan elit atas infrastruktur AI juga berpotensi membungkam aktivisme masyarakat sipil.
“Keterbatasan akses sumberdaya dan teknologi akan memperlemah kontrol Civil Society terhadap negara dan elit ekonomi. Selama ini saja, banyak aktivisme yang tenggelam oleh algoritma yang diintervensi elit”, lanjut Insan.
Insan melanjutkan bahwa di era AI, bukan hanya informasi yang dikendalikan, namun keberdayaan masyarakat dalam demokrasi akan jauh melemah karena mereka tidak lagi jadi basis material demokrasi, dan hanya sebagai syarat sah pemilu.
“Secara ideal, dalam pemikiran para pemikir politik seperti Jean-Jacques Rousseau ataupun Carol Pateman, menyatakan bahwa kehendak umum ataupun penentuan kebijakan dalam demokrasi harus berdasarkan partisipasi aktif masyarakat, bukan hanya sekedar syarat elektoral ” , pungkas Insan.
Demokrasi membutuhkan keterlibatan langsung masyarakat dalam memberikan nilai dan menentukan keputusan bersama. Dengan melemahnya daya tawar ekonomi-politik masyarakat, maka masyarakat berubah dari produsen nilai menjadi komoditas yang dimanipulasi, diawasi atau bahkan dieksploitasi untuk kepentingan demokrasi prosedural.