Tim Kawal Haji memantau laporan yang masuk di layar digital yang tersedia di Kantor Urusan Haji, Jeddah, Kamis (29/5/2025). (Foto: Warijan/MCH 2025)
Jeddah (MCH) — Di sudut sunyi sebuah gedung Kantor Urusan Haji Indonesia di Jeddah, Arab Saudi, terdapat ruang berukuran hanya tiga kali enam meter. Tak banyak yang tahu, dari ruang sederhana inilah denyut perlindungan jemaah haji Indonesia dijaga dengan penuh dedikasi. Di sinilah Kawal Haji beroperasi—layanan yang tidak bersuara nyaring, tapi mampu menjadi penolong saat jemaah membutuhkan.
Ketika jemaah terpisah dari rombongan, tersesat di jalan, atau bingung mencari lokasi pasar, Kawal Haji menjadi harapan pertama. Ketika keluhan soal kamar, makanan, atau transportasi muncul, mereka pula yang pertama merespons. Meski tanpa sorotan kamera, delapan petugas Kawal Haji siaga 24 jam di hadapan laptop dan telepon genggam. Mereka hadir, menjawab, dan bergerak cepat—seringkali tanpa nama.
Edayanti Dasril Munir, Penanggung Jawab Kawal Haji, menyebut timnya sebagai partikel terkecil dalam struktur besar penyelenggaraan haji. Namun, partikel kecil inilah yang menjadi jaring pengaman saat jemaah menghadapi situasi genting.
“Tidak tersorot, tidak ter-blow up. Tapi kami ada,” ujar Edayanti dengan mata yang tak lepas dari layar pantau Kawal Haji, saat disambangi Tim Media Center Haji Daker Bandara, Kamis (29/5/2025) petang.
Layanan Kawal Haji terhubung melalui tiga kanal utama: aplikasi Kawal Haji, Call Center, dan WA Center. Masing-masing menjadi saluran penting yang menjembatani suara jemaah dengan tim yang siap membantu.
Melalui aplikasi Kawal Haji, jemaah bisa menyampaikan laporan satu arah. Untuk laporan yang lebih teknis atau memerlukan interaksi, tim akan mengarahkan jemaah ke saluran WhatsApp atau Call Center.
“Kalau sekadar pertanyaan ringan, cukup kami tangani di sistem Kawal Haji. Tapi kalau sudah teknis dan darurat, kami harus langsung berkomunikasi,” jelas Edayanti.
Di antara banyaknya laporan yang masuk, tak semua soal teknis besar. Ada yang sekadar menanyakan lokasi pasar Kakiyyah, bahkan minta bantuan menawar taksi. Semua ditanggapi dengan empati. Karena bagi Kawal Haji, setiap suara adalah amanah.
“Kami harus multitasking. Mendengarkan, memahami, dan kadang menenangkan,” katanya sambil tertawa berderai.
Namun, tak semua laporan berakhir ringan. Edayanti berkisah tentang satu kejadian yang menggetarkan hati. Seorang jemaah dilaporkan sakit parah di kamar. Petugas kloter telah berusaha, tapi belum maksimal.
“Itu langsung saya ambil alih. Saya minta datanya: kloter berapa, kamar berapa. Langsung saya telepon KKHI, dan tim rescue bergerak ke lokasi. Ini soal nyawa,” tutur Edayanti dengan suara tercekat.
Itulah semangat yang menyelimuti tim Kawal Haji—kerja senyap, tapi penuh makna. Di tengah padatnya operasional haji, mereka memastikan tidak ada keluhan yang luput, tidak ada suara yang terabaikan.
Agar jemaah lebih mudah menjangkau layanan ini, tim aktif menyebarkan flyer dan stiker Kawal Haji di titik-titik strategis. Mereka ingin memastikan, bahwa siapa pun jemaahnya, apapun masalahnya, tahu ke mana harus mengadu.
“Kami ingin jemaah tahu, bahwa kapan pun mereka butuh, kami selalu ada. Kawal Haji bukan hanya layanan. Ini panggilan jiwa,” tutup Edayanti, mewakili semangat sunyi namun tulus dari mereka yang bekerja demi kenyamanan dan keselamatan jemaah Indonesia.