Menteri Agama Nasaruddin Umar dan jajaran bersama Lembaga Pendidikan Ma’arif Nahdlatul Ulama
Jakarta (Kemenag) – Lembaga Pendidikan Ma’arif Nahdlatul Ulama (LP Ma’arif NU) akan menggelar Scouting for Peace and Humanity International di Malang, Oktober mendatang, dan Menteri Agama Nasaruddin Umar berharap kegiatan ini melahirkan santri yang mandiri, religius, serta siap menghadapi tantangan zaman.
“Pramuka pesantren harus menjadi arena pembentukan karakter generasi muda yang intelektual, religius, dan visioner, bukan sekadar kegiatan fisik seperti berkemah atau bakti sosial,” kata Menteri Agama Nasaruddin Umar saat menerima audiensi LP Ma’arif NU di Kantor Kemenag, Jakarta, Senin (25/8/2025).
Menurut Menag, gerakan pramuka di pesantren harus berperan lebih dari sekadar kegiatan rutinitas. “Sudah saatnya pramuka pesantren menjadi trendsetter yang proaktif membaca tanda-tanda zaman dan menyiapkan arah masa depan generasi muda,” ujarnya.
Rencananya, Scouting for Peace and Humanity International akan digelar pada 21–26 Oktober 2025 di Pondok Pesantren An-Nur, Bululawang, Malang. Kegiatan ini mengangkat tema besar “Merawat Jagad, Membangun Peradaban” dengan peserta sekitar 6.000 pramuka penegak LP Ma’arif NU serta komunitas perdamaian internasional.
Panitia juga akan menghadirkan tokoh-tokoh kemanusiaan dunia untuk berbagi pengalaman. “Kami berharap dukungan Kementerian Agama agar kegiatan ini memberi kontribusi nyata bagi pembentukan karakter anak bangsa,” ujar pengurus LP Ma’arif NU dalam kesempatan audiensi.
Menag menyambut baik inisiatif tersebut dan menekankan bahwa kegiatan pramuka dapat menjadi media untuk menyelesaikan persoalan mendasar bangsa. “Pramuka pesantren bisa dilibatkan untuk mencari solusi atas kemiskinan dan pengangguran yang dihadapi masyarakat,” tutur Menag.
Ia kemudian menjelaskan ada tiga bentuk kemiskinan yang perlu dipahami, yakni natural, struktural, dan kultural. Menurutnya, generasi muda harus dipandu agar mampu mengidentifikasi persoalan tersebut dan menemukan langkah nyata untuk mengatasinya. “Kemiskinan natural terjadi karena bencana, kemiskinan struktural karena keterbatasan akses, sementara kemiskinan kultural muncul karena gaya hidup dan budaya yang tidak produktif,” jelasnya.
Selain itu, Menag menekankan pentingnya penelusuran bakat dan minat sejak dini bagi para santri agar tidak salah arah dalam menentukan masa depan. “Jangan sampai anak-anak kita hanya ikut tren jurusan kuliah. Pramuka Ma’arif bisa menjadi arena pengembangan minat dan bakat agar mereka memiliki arah yang jelas,” imbuhnya.
Menurut Nasaruddin, salah satu kelemahan pendidikan di Indonesia adalah kurangnya penelusuran talenta sejak dini. Hal itu membuat banyak lulusan tidak sesuai dengan bidang yang diminati atau dikuasai. “Pramuka bisa membantu memberikan arah dengan memperkenalkan pilihan karier dan keterampilan sejak usia sekolah,” katanya.
Menag juga menyinggung pengaruh teknologi terhadap generasi muda. Ia mengingatkan agar pramuka menjadi pelindung moral bagi santri dari dampak negatif gawai dan media digital. “Kegiatan pramuka perlu dilengkapi diskusi dalam bahasa Arab dan Inggris agar santri tertantang menatap masa depan,” ujarnya.