Bandung (Kemenag) — Peringatan Hari Anak Nasional (HAN) Provinsi Jawa Barat di Sport Jabar Arcamanik Kota Bandung, Minggu, 27 Juli 2025, berlangsung meriah. Acara ini dihadiri ribuan peserta didik mulai dari jenjang TK, SD, SMP, SMA, dan SMK.
Momen itu dimanfaatkan guru Pendidikan Agama Islam SMK Negeri 10 Bandung Ramdan Juniarsyah menyajikan Dakwah Wayang, sebuah kreasi yang diinspirasi dari kesenian tradisional Jawa Barat, yaitu wayang golek. Pentas Dakwah Wayang tidak hanya memperlihatkan seni wayang golek sebagai satu-satunya media, tetapi di dalamnya juga terdapat ceramah dan sajian seni hadrah yang semuanya itu mencerminkan simpul relasi agama dan budaya.
Gagasan Dakwah Wayang, kata Ramdan Juniarsyah, berangkat dari keinginan untuk mendekatkan peserta didiknya pada tradisi lokal yang positif dan sejalan dengan pesan-pesan Pendidikan Agama Islam. “Anak-anak sekarang butuh pendekatan yang menyenangkan. Saya ingin Islam dikenalkan dengan cara yang kreatif, salah satunya dengan memadukan pendekatan agama dan budaya,” ujar Ramdan di Bandung, Senin (4/8/2025).
Dakwah Wayang yang ditampilkan Ramdan berfokus pada tokoh sentral pewayangan di Tatar Sunda, yakni Cepot. Ramdan mengelaborasi pesan-pesan Agama Islam dalam sentuhan dialog interaktif antara dirinya dan tokoh Cepot. Ia menghadirkan percakapan bermakna, seolah para hadirin diajak untuk mengambil hikmah dari percakapan yang diketengahkan. Untuk mempertegas pesan yang ingin disampaikan, sesekali Ramdan menyelipkan lagu melalui sarana hadrah yang dibawakan peserta didiknya.
Bermula dari Kemah Rohis Nasional
Ramdan mengaku bahwa ide kreatifnya untuk menggunakan wayang golek dalam dakwah dan pembelaran PAI berawal dari momen ketidaksengajaan. Tahun 2016, saat berlangsung Kemah Rohis Nasional yang diselenggarakan Direktorat Pendidikan Agama Islam, Ramdan yang saat itu menjadi panitia, diminta mengajak peserta didik dari sekolah tempatnya mengajar untuk tampil menyambut kehadiran Menteri Agama. Dengan peralatan musik yang cukup sederhana, namun disertai semangat tinggi, Ramdan membawa anak didiknya ke lokasi perkemahan. Saat tiba sesi penutupan, ia didaulat untuk mengisi sesi ceramah. Seketika itu ide kreatifnya muncul untuk memadukan ceramah dengan musik dan wayang golek, yang sudah dibawa oleh murid-muridnya.
“Saya berpikir bagaimana caranya agar ceramah tidak membosankan. Akhirnya, saya ajak anak-anak mengiringi ceramah dengan musik. Nah, kebetulan saat itu ada anak yang membawa wayang golek, jadi kita padukan. Dan responnya luar biasa, peserta Kemah Rohis menyimak dengan antusias. Dari situ saya memperkenalkan konsep dakwah lewat wayang, dan ternyata banyak yang tertarik,” kenang pria alumni UIN Sunan Gunung Djati Bandung ini mengisahkan perjalanan awalnya bersama Dakwah Wayang.
Membentuk Grup Dakwah Wayang
Pasca Kemah Rohis, Ramdan mengembangkan gagasannya lebih jauh. Ia membentuk kelompok Dakwah Wayang, sebuah grup pertunjukan yang memadukan seni dan keagamaan dalam bentuk pertunjukan. Bak gayung bersambut, sekolah tempat Ramdan bertugas memiliki jurusan seni, ia melihat potensi besar yang dimiliki anak-anak didiknya.
“Peserta didik di SMK Negeri 10 Bandung punya kemampuan luar biasa, ada yang bisa karawitan, musik, bahkan pedalangan. Saya coba arahkan mereka untuk membawa keahlian itu ke jalan dakwah,” ungkap ayah dua putri ini melihat potensi besar yang dimiliki peserta didiknya.
Dalam setiap penampilannya, Dakwah Wayang meramu unsur-unsur seni seperti musik tradisional, lawakan khas tokoh wayang, dan lantunan lagu-lagu religi. Semuanya diracik agar pesan keislaman bisa diterima dengan ringan dan menghibur oleh semua kalangan, terutama bagi generasi muda.
“Kami merangkul semua potensi anak-anak muda. Ada yang suka K-Pop, kami padukan. Ada yang jago karawitan, kami libatkan. Yang penting, dakwah bisa menyentuh hati masyarakat tanpa menggurui,” tutur Ramdan yang kini kerap diundang ke berbagai acara keagamaan dan pendidikan di berbagai daerah.
Menyatukan Seni dan Spiritualitas
Pilihan untuk menampilkan dakwah lewat media wayang golek dan seni tradisional lainnya bukan tanpa alasan. Bagi Ramdan, metode ini merupakan salah satu cara yang efektif untuk menyampaikan pesan-pesan Islam secara halus dan membumi.
“Dakwah itu intinya mengajak ke jalan Allah. Namun agar efektif, kita harus memahami nilai-nilai yang berlaku dan berkembang di Masyarakat. Misalnya di masyarakat Sunda, ada nilai-nilai lokal yang sejalan dengan ajaran agama. Kalau nilai budayanya positif, seperti seni tembang atau tradisi gotong royong, itu bisa kita jadikan jembatan dakwah,” terang pengajar Pondok Pesantren Al-Ihsan Cibiru Hilir, Kabupaten Bandung, Jawa Barat ini menyampaikan perspektifnya tentang dakwah yang efektif.
Namun demikian, dirinya tak menutup mata, tidak semua unsur budaya bisa langsung diterima dalam konteks dakwah. Di sinilah peran dakwah sebagai edukasi perlu hadir. Jika ada budaya yang bertentangan dengan nilai-nilai agama, maka dakwah berfungsi untuk meluruskan dan memberi pemahaman, bukan menghakimi.
Seni sebagai Media Pendidikan Agama Islam
Sebagai Guru PAI yang juga memiliki ketertarikan terhadap musik, Ramdan berupaya mengkombinasikan nilai-nilai keagamaan dengan ekspresi seni. Salah satu materi ajar yang menjadi titik tolaknya adalah tema pembelajaran tentang dakwah dan tablig. Ia menyadari bahwa dakwah bukan hanya soal mimbar dan pidato, tetapi bisa dikembangkan melalui berbagai media kreatif. Ramdan berupaya memberikan pemahaman kepada peserta didiknya bahwa dakwah dapat dilakukan sesuai minat mereka. Ada dakwah melalui mimbar pidato, ada dakwah melalui cover lagu religi, dan ada yang berdakwah memanfaatkan media digital.
Dalam konteks pembelajaran PAI hari ini, Ramdan menyebut bahwa inisiatifnya terdapat dalam materi Sejarah Wali Songo. Ia mencontohkan peran Wali Songo dalam menyebarkan Islam di Nusantara. Masing-masing wali memiliki pendekatan yang berbeda-beda, tapi tetap dalam satu tujuan. Pemilik nama populer Kang Radju ini menggarisbawahi bahwa tantangan pembelajaran agama saat ini terbilang cukup berat bagi generasi muda. Oleh karenanya, pembelajaran agama mesti dikenalkan sedini mungkin dengan cara yang relevan dan kontekstual.
Kiprah Ramdan membuktikan bahwa dakwah bisa tampil inklusif dan menyenangkan, tanpa kehilangan makna. Ia percaya bahwa Islam bisa dikenalkan dengan cinta dan budaya, bukan semata lewat kata-kata, tetapi juga melalui karya.
“Saya berterima kasih kepada Kementerian Agama, khususnya Direktorat Pendidikan Agama Islam. Saya diberi dukungan dan kesempatan untuk untuk tampil di puncak peringatan HAN provinsi Jawa Barat Tahun 2025.
Harapannya, semoga dukungan ini semakin memotivasi saya dan GPAI lainnya untuk semakin kreatif dalam menyusun dan menyampaikan pembelajaran,” tutupnya.
Nasukha (Pegawai pada Direktorat Pendidikan Agama Islam, Ditjen Pendidikan Islam)
