Lingga (Kemenag) — Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Lingga, Provinsi Kepulauan Riau, terus memperluas jangkauan layanan keagamaan lewat inovasi Program Layanan Terapung (Lantera). Melalui program ini, Kemenag Lingga telah mencatatkan pernikahan resmi di 49 pulau yang tersebar di wilayah Kabupaten Lingga.
Salah satu penerima layanan ini adalah Zukri Ernanda dan Yulia Citra. Keduanya adalah pasangan calon pengantin dari Pulau Kentar, Desa Laboh, Kecamatan Senayang. Mereka melangsungkan akad nikah di atas perahu motor milik Kemenag Lingga, yang dirancang khusus sebagai bagian dari layanan Lantera.
Di atas perahu yang berfungsi sebagai kantor layanan terapung itu, dipasang pelaminan sederhana lengkap dengan dekorasi khas Melayu. Pasangan pengantin mengenakan baju kurung adat, sementara tabuhan gendang dan gong mengiringi suasana ijab kabul yang khidmat di atas laut.
Kepala Kantor Kemenag Lingga, Erman Zaruddin menjelaskan, Lantera merupakan upaya konkret Kemenag menjangkau masyarakat kepulauan yang memiliki keterbatasan akses ke layanan pernikahan resmi. Menurutnya, keberadaan program ini sangat vital bagi daerah kepulauan seperti Lingga.
“Program Lantera hadir sebagai jawaban atas kebutuhan layanan keagamaan yang merata dan berkeadilan, terutama bagi masyarakat yang tinggal di pulau-pulau kecil yang jauh dari pusat layanan,” ujar Erman saat dikonfirmasi, Minggu (20/4/2025).
Ia menyampaikan, salah satu tujuan utama Lantera adalah mencegah praktik pernikahan siri yang masih marak terjadi akibat keterbatasan akses layanan resmi dari Kantor Urusan Agama (KUA). Menurut Erman, pernikahan yang tidak tercatat bisa berdampak buruk terhadap hak-hak perempuan dan anak-anak.
“Melalui Lantera, kami ingin memastikan bahwa setiap pernikahan di Kabupaten Lingga tercatat secara hukum negara. Ini penting untuk melindungi hak-hak keluarga, khususnya kaum perempuan dan anak,” jelasnya.
Tak hanya pernikahan, lanjut Erman, Lantera juga menyediakan berbagai layanan keagamaan lainnya seperti penyuluhan, pembinaan keagamaan, sosialisasi tentang pentingnya administrasi keagamaan, hingga pelayanan konsultasi bagi warga.
Perahu yang digunakan dalam program Lantera telah berlayar mengunjungi pulau-pulau terluar dengan jarak tempuh berjam-jam dari pusat kecamatan. Di beberapa tempat, layanan ini menjadi satu-satunya akses masyarakat terhadap pencatatan pernikahan secara resmi.
Menurutnya, selama program berjalan, antusiasme masyarakat cukup tinggi. Warga menyambut baik kedatangan tim Lantera, yang tidak hanya memberikan layanan, tetapi juga mengedukasi masyarakat akan pentingnya pernikahan yang sah secara agama dan negara.
“Masyarakat sangat terbantu. Bahkan banyak kepala desa yang secara aktif menghubungi kami untuk mengajukan jadwal kunjungan Lantera ke wilayah mereka,” kata Erman.
Ia menambahkan, Kemenag Lingga berkomitmen menjaga kualitas layanan dengan tetap mengedepankan nilai-nilai lokal dan adat yang berlaku di masyarakat. Hal ini menurutnya penting agar layanan yang diberikan bisa diterima dengan baik dan menyatu dengan kearifan lokal.
Lantera juga menjadi wujud kolaborasi antara Kemenag dengan berbagai pihak, termasuk aparat desa, tokoh agama, dan masyarakat lokal. Erman menyebut, keberhasilan Lantera tak lepas dari dukungan semua elemen yang terlibat.
“Terima kasih kepada para kepala desa dan masyarakat yang telah bekerjasama dan mendukung penuh program ini. Harapan kami, Lantera bisa terus hadir sebagai pelita pelayanan umat di wilayah kepulauan,” ungkap Erman.
Dengan semangat pelayanan yang merata, ia berharap Program Lantera bisa menjadi inspirasi nasional dalam menjawab tantangan layanan keagamaan di wilayah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar).
Direktur Bina KUA dan Keluarga Sakinah, Cecep Khairul Anwar, menyebut program Lantera yang dijalankan Kemenag Lingga sebagai bentuk inovasi konkret dalam memperluas akses layanan pencatatan nikah di wilayah 3T. Program ini, katanya, sejalan dengan kebijakan Ditjen Bimas Islam dalam memperkuat fungsi KUA sebagai garda terdepan layanan keagamaan.
“Ini contoh nyata layanan jemput bola yang efektif. Hingga April 2025, tercatat 49 pulau di Lingga telah dijangkau layanan pencatatan nikah oleh tim Lantera. Ini capaian luar biasa dan patut direplikasi,” kata Cecep di Jakarta, Senin (21/4/2025).
Cecep menambahkan, pihaknya terus mendorong KUA di wilayah kepulauan untuk mengembangkan model layanan serupa, khususnya dalam menekan angka pernikahan siri dan meningkatkan kesadaran akan pentingnya administrasi pernikahan.
“Kami akan terus mendukung model seperti Lantera, termasuk dari sisi regulasi, pelatihan SDM, dan anggaran,” ujarnya.
Selain itu, Cecep menuturkan, pihaknya juga mendorong para penghulu yang tergabung dalam Asosiasi Penghulu Republik Indonesia (APRl) untuk menjalin kerja sama dengan organisasi penyandang disabilitas dalam penyelenggaraan Bimbingan Perkawinan (Bimwin) bagi calon pengantin difabel. Menurutnya, langkah ini merupakan bentuk kehadiran negara melalui para penghulu dalam memastikan pelayanan yang inklusif bagi penyandang kebutuhan khusus.
“Apalagi, Bimwin calon pengantin merupakan kewajiban bagi setiap pasangan yang akan mencatatkan pernikahan secara resmi,” ujarnya.
(An/Mr)