Anggota Komisi VIII DPR RI, An’im Falachuddin Mahrus
Kediri (Kemenag) — Komisi VIII DPR RI mengapresiasi peningkatan kompetensi dan kepekaan para penghulu dalam menyikapi dinamika budaya dan tradisi masyarakat. Apresiasi ini disampaikan dalam Forum Temu Kepenghuluan yang digelar di Kediri, Jawa Timur, Rabu (18/6/2025) pekan lalu.
Anggota Komisi VIII DPR RI, An’im Falachuddin Mahrus, mengungkapkan, penghulu memiliki peran sentral dalam menjaga nilai-nilai agama sekaligus merawat harmoni budaya lokal di tengah masyarakat yang kian majemuk.
“Saya harap para penghulu bisa bekerja secara baik dan dapat dipercaya. Bukan sekadar aparat seremonial, tetapi sebagai penggerak nilai-nilai agama, tradisi, dan budaya dalam masyarakat,” ujarnya.
Menurut An’im, forum tersebut menjadi ruang dialog terbuka antara penghulu dan pejabat Kementerian Agama untuk membahas peningkatan kapasitas penghulu, baik dari sisi administratif maupun kultural. Ia menyebut perubahan sosial, modernisasi, serta kompleksitas persoalan pernikahan sebagai tantangan yang perlu direspons secara adaptif.
“Peran penghulu kini tidak cukup hanya sebagai pencatat pernikahan. Mereka juga harus memiliki pemahaman mendalam terhadap perkembangan budaya dan kemampuan menjadi mediator dalam persoalan keluarga dan sosial,” tambahnya.
An’im juga menekankan perlunya dukungan kebijakan, seperti penambahan formasi penghulu melalui jalur ASN maupun PPPK, peningkatan anggaran pelatihan berkelanjutan, serta transformasi digital layanan pencatatan pernikahan dan konsultasi keluarga.
Senada dengan itu, Direktur Bina KUA dan Keluarga Sakinah, Cecep Khairul Anwar, mengungkapkan bahwa ketahanan keluarga sangat menentukan arah pembangunan bangsa. Ia menyebut para penghulu sebagai aktor penting dalam membina keluarga di masyarakat.
“Ketika ketahanan keluarga tidak kokoh, maka bangsa Indonesia pun tidak akan kokoh. Keluarga merupakan pilar terkecil untuk membangun sebuah bangsa. Jika keluarga terbangun dengan baik maka bangsa pun akan terbangun dengan baik,” jelasnya saat dihubungi pada Kamis (26/6).
Cecep menambahkan, tugas penghulu tidak berhenti pada pencatatan pernikahan. Mereka juga harus mampu membimbing pasangan agar membentuk keluarga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah.
“Penghulu itu sebenarnya sedang mengantarkan pasangan untuk tidak sebatas melakukan pencatatan, tapi bagaimana menciptakan keluarga sakinah maslahat. Proses ini tidak akan membohongi hasil,” tegasnya.
Dalam menghadapi tantangan zaman, lanjut Cecep, Kementerian Agama terus mendorong peningkatan kapasitas penghulu, termasuk melalui digitalisasi layanan di era industri 4.0.
“Suka atau tidak suka, kita sekarang berada di era industri 4.0. Semua berbasis digital. Masyarakat ingin layanan yang instan, termasuk dari KUA. Penghulu harus siap dengan perubahan ini,” ujarnya.
(Fn/Mr)