El Clasico pertama musim 2025/26 berlangsung pada tanggal 26 Oktober, dan reuni antara pemain internasional Inggris Trent Alexander-Arnold dan Marcus Rashford membuat para penggemar bersemangat.
Pada musim panas 2025, Rashford meninggalkan Manchester United untuk bergabung dengan Barcelona dengan status pinjaman, dengan klausul pelepasan sebesar £30 juta. Pemain kelahiran 1997 ini menjalani debutnya dalam kemenangan 3-1 Barca atas Vissel Kobe. Meskipun hanya bermain sekitar 30 menit, ia dengan cepat menjadi sensasi berkat kecepatan dan tekniknya yang mumpuni.
Sementara itu, Alexander-Arnold juga meninggalkan Liverpool untuk bergabung dengan Real Madrid, membuka peluang untuk menghadapi Rashford di klub kedua raksasa La Liga tersebut. Alexander-Arnold pernah secara terbuka mengakui bahwa Rashford adalah lawan paling menyebalkan dalam kariernya.
Dalam sebuah wawancara pada tahun 2019, bek Inggris itu berkata terus terang: “Ya, Rashford adalah lawan langsung tersulit bagi saya, orang yang benar-benar menyulitkan saya di lapangan. Saya meremehkannya dan itu adalah pelajaran yang mahal. Saya benci perasaan dilampaui seperti itu.”
Sebelum bergabung dengan Real Madrid, Alexander-Arnold juga bercerita bahwa pertandingan terburuknya dengan seragam Liverpool adalah ketika Rashford menyiksanya. Ia berkata: “Sebagai pemain Liverpool, itu mungkin pertandingan terburuk musim ini. Tapi ketika itu terjadi, Anda harus belajar dan berkembang.”
Ketika ditanya bagaimana cara menghentikan Rashford, Alexander-Arnold menjawab dengan rendah hati: “Sangat sulit menghentikan Rashford. Dia punya banyak senjata dan kemampuan yang hebat. Ini bukan tugas satu orang saja, ini kerja kolektif.”
Sementara itu, Rashford juga optimistis setelah debutnya bersama Barca: “Saya merasa baik-baik saja, pertandingan yang bagus, dan senang bermain di hadapan para penggemar. Saya yakin Hansi Flick dapat membantu saya memainkan sepak bola terbaik. Saya siap bermain di posisi apa pun yang dibutuhkan tim.”
Rashford Hadapi Kutukan Pemain Inggris di LaLiga
Marcus Rashford menjadi sorotan setelah memutuskan meninggalkan Premier League untuk bergabung dengan Barcelona, tempat yang jarang dihuni pemain Inggris.
Secara historis, LaLiga selalu menjadi kompetisi yang sulit bagi para bintang dari negara yang berkabut tersebut. Kesulitan dalam integrasi budaya, kendala bahasa, kebiasaan hidup, dan perbedaan taktik telah menyebabkan banyak nama hengkang secara diam-diam.
Rashford kini menghadapi tantangan di pundaknya: menulis ulang sejarah atau terus menjadi korban “kutukan” ini.
Jonathan Woodgate adalah contoh tipikal. Real Madrid menghabiskan 18 juta euro untuk mendapatkan bek tengah ini pada tahun 2004.
Namun, pada debutnya, Woodgate mencetak gol bunuh diri dan diusir keluar lapangan karena menerima kartu kuning kedua. Cedera membuatnya hanya tampil 11 kali di musim pertamanya sebelum dipinjamkan ke Middlesbrough dan dijual kembali dengan harga kurang dari setengahnya.
Patrick Roberts tidak bernasib lebih baik saat bermain untuk Girona dengan status pinjaman dari Man City pada tahun 2018. Ia hanya mencatatkan satu assist dalam 21 pertandingan, meninggalkan kekecewaan besar.
Jermaine Pennant di Zaragoza juga lebih terkenal karena pesta di luar lapangan dan skandalnya daripada penampilannya, hanya menyumbang dua assist dalam 26 pertandingan.
Daftar “kegagalan” panjang, termasuk Stan Collymore (Oviedo), Peter Barnes (Betis), dan Charlie I’Anson (Elche). Bahkan Michael Owen—peraih Ballon d’Or 2001—tak mampu bersinar di Real Madrid. Meskipun mencetak 16 gol dan 4 assist dalam 45 pertandingan, ia segera kembali ke Inggris setelah hanya satu musim.
Namun, tidak semua pemain Inggris gagal di LaLiga. Laurie Cunningham adalah orang yang membuka jalan ketika ia meninggalkan jejak di Real Madrid.
Gary Lineker mencetak gol secara rutin untuk Barcelona, sementara Steve McManaman meraih berbagai gelar bergengsi bersama Los Blancos. Michael Robinson di Osasuna dan Vinny Samways di Las Palmas juga merupakan nama-nama yang meninggalkan kesan positif.