Penyusunan SKKNI Auditor Syariah di kantor Itjen Kemenag Jakarta, 5 Agustus 2025. Penyusunan standar ini menjadi langkah strategis dalam membangun sistem audit syariah yang profesional dan terstandarisasi.
Jakarta (Kemenag) — Kementerian Agama mulai menyusun Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) bagi profesi Auditor Syariah. Langkah ini bertujuan memperkuat profesionalisme dan tata kelola pengawasan keuangan syariah yang selama ini masih menghadapi berbagai tantangan.
Penyusunan ini dibahas bersama dalam pertemuan di Jakarta, Selasa (5/8/2025). Hadir, tim dari Inspektorat Jenderal, Ditjen Bimas Islam, BMBPSDM Kemenag, serta Direktorat Zakat dan Wakaf.
Inspektur III pada Itjen Kemenag Aceng Abdul Azis menyoroti beberapa persoalan utama yang dihadapi dalam praktik audit syariah. “Audit syariah memiliki potensi besar untuk berkembang, namun masih perlu penguatan di beberapa aspek seperti ketersediaan SDM dan penanganan konflik kepentingan di lapangan,” tegasnya sembari mengingatkan pentingnya regulasi yang responsif dan tidak terlambat dalam merespons dinamika di lapangan.
Saat ini, baru terdapat 100 Auditor Syariah yang tersertifikasi IAI di lingkungan Itjen Kemenag. Menurut Aceng, keberadaan SKKNI menjadi sangat penting agar penguatan kapasitas SDM bisa diarahkan secara sistematis dan terukur.
“SKKNI bukan sekadar standar di atas kertas, tapi harus jadi instrumen nyata dalam mencetak auditor syariah yang profesional dan independen,” ujarnya.
Lebih jauh, Aceng menekankan bahwa pengawasan zakat yang efektif tidak bisa dilepaskan dari kompetensi para auditornya. Ia menilai bahwa reformasi tata kelola zakat nasional hanya akan berhasil jika didukung oleh pengawasan yang berkualitas.
“Kalau kita ingin pengawasan zakat berjalan efektif dan dipercaya publik, maka kita perlu mulai dari kompetensi auditornya dulu,” tukasnya.
Kepala Pusat Kompetensi SDM Pendidikan dan Keagamaan BMBPSDM, Mastuki, menjelaskan bahwa pengalaman menyusun SKKNI dan LSP untuk BPJPH menjadi bekal penting. Ia menyampaikan bahwa pengembangan kompetensi akan dilakukan melalui platform CORPU dan Learning Community.
Pengusulan SKKNI dilakukan oleh Kemenag sebagai lembaga pengampu, dengan Itjen sebagai leading sector, didukung Ditjen Bimas Islam. Penyusunan SKKNI melibatkan komite pengusul, tenaga ahli, dan berbagai pemangku kepentingan. Setelah rampung, SKKNI ini menjadi dasar pelatihan dan sertifikasi oleh LSP resmi.
“Tujuan utamanya adalah menciptakan sistem audit syariah yang profesional, terstandarisasi, dan mendukung reformasi zakat nasional demi meningkatkan kesejahteraan mustahik. Ini menjadi bukti komitmen Kemenag dalam membangun ekosistem audit syariah yang kredibel dan berkelanjutan,” ujar Mastuki.
Penyusunan SKKNI, kata Mastuki, bukan sekadar pekerjaan administratif, tetapi bagian dari visi besar reformasi keuangan syariah. Jika dijalankan konsisten dan inklusif, SKKNI Auditor Syariah akan menjadi alat strategis yang menyatukan regulasi dengan nilai maqāṣid al-sharīʿah.
“Kini, Kemenag berada di titik penting: menjadikan SKKNI sebagai momentum transformasi atau sekadar dokumen tanpa dampak nyata,” tandasnya. (Ahmad Nida)