Dirjen Bimas Islam Abu Rokhmad (berdiri)
Jakarta (Kemenag) — Kementerian Agama (Kemenag) mendorong para penyuluh dan penghulu untuk mendokumentasikan program layanan di Kantor Urusan Agama (KUA) secara kuantitatif. Langkah ini dilakukan agar setiap layanan yang diberikan tidak hanya tercatat secara administratif, tetapi juga berdampak nyata bagi masyarakat.
Hal itu disampaikan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, Abu Rokhmad, dalam kegiatan Kuantifikasi Indikator Kinerja Layanan KUA yang berlangsung di Jakarta, Jumat (20/6/2025). Ia mengatakan, pengukuran kinerja layanan keagamaan harus diarahkan pada kontribusinya terhadap peningkatan kualitas keberagamaan umat.
“Indeks yang kita ukur bukan indeks kepuasan, karena indeks kepuasan itu tugasnya Kemenpan RB. Yang perlu kita ukur adalah bagaimana agar layanan keagamaan itu memberikan dampak bagi umat besar,” ujar Abu.
Abu mencontohkan, jika saat ini capaian layanan baru berada pada angka 30 persen, maka pada tahun berikutnya target perlu dinaikkan menjadi 35 persen, lengkap dengan perencanaan anggaran yang dibutuhkan. Menurutnya, pendekatan ini menunjukkan keseriusan Kemenag dalam menjalankan program yang tidak hanya formal, tetapi benar-benar terukur dan fungsional.
Upaya pengukuran ini mencakup data terkait jumlah warga yang dibimbing, durasi bimbingan, materi yang disampaikan, serta indikator keberagamaan seperti tingkat literasi Al-Qur’an dan pengamalan ajaran Islam. Data tersebut menjadi fondasi dalam merancang strategi pembinaan yang efektif dan sesuai kebutuhan masyarakat.
“Jumlah hari ini yang dibimbing, berapa orang, berapa jam, berapa materi. Ini pesan yang saya berharap bisa disampaikan kepada semuanya. Bapak/Ibu menjadi kepanjangan tangan dari kita semua,” lanjut Abu.
Ia juga mengatakan, cakupan layanan KUA kini semakin luas. Tidak hanya urusan pencatatan nikah, KUA juga dituntut hadir dalam isu-isu sosial seperti penyalahgunaan narkoba, stunting, hingga edukasi untuk ibu hamil, yang semuanya memerlukan keterlibatan aktif para penyuluh dan penghulu.
“Tantangan ke depan semakin kompleks. Penyuluhan tidak bisa lagi bersifat normatif saja, tetapi harus solutif. Karena itu, pelayanan berbasis data sangat diperlukan,” ujarnya.
Abu menyebut, pendekatan ini merupakan bagian dari reformasi layanan berbasis kinerja yang sedang digerakkan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam. Reformasi ini tidak hanya menyasar peningkatan kapasitas aparatur, tetapi juga mendorong akuntabilitas dan transparansi publik.
“Kalau tidak diukur, kita tidak tahu kemajuannya. Kalau tidak didokumentasikan, kita tidak tahu capaiannya,” katanya.
Dalam kesempatan tersebut, Abu juga mengajak seluruh penyuluh dan penghulu untuk turut menyukseskan Festival Peaceful Muharam 1447 Hijriah. Ia menilai kegiatan seperti nikah massal, kick off masjid inklusif, lebaran yatim dan difabel, serta program lainnya sangat relevan untuk digerakkan oleh KUA di berbagai daerah.
(Fn/Mr)