Evaluasi Program Direktorat Penerangan Agama Islam 2025
Jakarta (Kemenag) — Kementerian Agama menggencarkan kerja sama dengan berbagai pihak untuk memperluas jangkauan dan dampak layanan keagamaan. Lembaga-lembaga mitra seperti Majelis Dai Kebangsaan (MDK), Ikatan Penyuluh Agama Republik Indonesia (IPARI), Kelompok Kerja Majelis Taklim (Pokja MT), dan Lembaga Pengembangan Tilawatil Quran (LPTQ) diminta mengoptimalkan kolaborasi dengan kementerian/lembaga, pemerintah daerah, aparat keamanan, media, ormas, masjid, serta lembaga zakat.
“Layanan keagamaan harus semakin luas dan berdampak. Karena itu, kerja sama lintas pihak menjadi kunci agar dakwah dan bimbingan yang kita hadirkan menjangkau lebih banyak masyarakat,” ujar Direktur Penerangan Agama Islam Kementerian Agama, Ahmad Zayadi dalam pembukaan Evaluasi Pelaksanaan Program Direktorat Penerangan Agama Islam Semester I Tahun Anggaran 2025 di Jakarta, Ahad (1/6).
Ia menyebut, pihaknya bersama para aktor layanan keagamaan berkomitmen menghadirkan dakwah yang memberdayakan, berdampak, dan inklusif. Komitmen ini sejalan dengan peran negara dalam menjamin hak keagamaan setiap warga serta mendukung pelaksanaan kewajiban agamanya.
Dalam forum evaluasi tersebut, Zayadi juga menyampaikan tiga arahan utama dari Menteri Agama Nasaruddin Umar. Pertama, pentingnya standar. Program-program dakwah harus berpijak pada arah kebijakan nasional seperti Renstra, RPJMN, serta kebutuhan nyata masyarakat. Kedua, program yang dijalankan harus berskala besar dan berorientasi jangka panjang agar meninggalkan jejak atau warisan (legacy). Ketiga, pentingnya data. Ia mengungkapkan perlunya perhatian terhadap data penerangan agama Islam dan para pelaksananya, mulai dari dai-daiyah, qari-qariah, hafiz-hafizah, hingga penyuluh agama.
Menurutnya, salah satu prioritas penting adalah memperkuat pemahaman para aktor dakwah terhadap konsep keagamaan serta kaitannya dengan realitas sosial masyarakat. “Seseorang tidak akan bisa menyampaikan dakwah yang inklusif kalau tidak memahami Islam yang damai, ramah, dan moderat,” tegasnya.
Ia juga menyebut, tugas aktor keagamaan saat ini melibatkan penerjemahan kebijakan pembangunan dan regulasi dengan pendekatan agama. Oleh sebab itu, penguatan substansi keagamaan menjadi keharusan.
Kuantifikasi dan Indeks Pembangunan Agama
Zayadi menjelaskan, Asta Cita Presiden dan Wakil Presiden telah diturunkan oleh Menag ke dalam Asta Program Prioritas, sebagaimana tertuang dalam KMA Nomor 244 Tahun 2025. Program ini kemudian dijabarkan oleh Ditjen Bimas Islam ke dalam 145 Rencana Aksi untuk mencapai sasaran Beragama, Berdaya, dan Berdampak.
Sasaran program untuk Direktorat Penerangan Agama Islam mencakup penguatan kerukunan dan jaminan kebebasan beragama, pemahaman dan praktik keagamaan yang maslahat, peningkatan peran tokoh dan lembaga Islam, serta peningkatan kualitas bimbingan penyuluh agama Islam. Sasaran lainnya mencakup pengelolaan dana sosial keagamaan untuk kesejahteraan dan penguatan tata kelola organisasi. Semua sasaran tersebut dilengkapi dengan indikator terukur.
Ia mencontohkan bahwa kuantifikasi layanan keagamaan menjadi penting agar dampaknya terlihat. “MTQ Nasional 2024 di Kalimantan Timur memberi dampak ekonomi sebesar Rp1,1 triliun. Sementara pengiriman dai ke wilayah 3T telah menjangkau 52.031 jemaah dengan layanan keagamaan,” jelasnya.
Tahun 2025, Dirjen Bimas Islam akan menginisiasi Indeks Pembangunan Bidang Agama yang mencakup indikator pemahaman, penghayatan, dan pengamalan agama, serta efektivitas layanan dakwah, penyuluhan, bimbingan perkawinan, dan zakat.
Rencana Aksi dan Tata Kelola Layanan
Direktorat Penerangan Agama Islam telah menyusun berbagai program unggulan, seperti pengiriman dai ke daerah 3T, penyelenggaraan MTQ Internasional dan STQ Nasional, program Ngaji Budaya, Anugerah Syiar Ramadan, Penyuluh Agama Islam Award, serta dialog nasional kebangsaan dan gerakan nasional majelis taklim peduli bumi.
Terkait tata kelola, Zayadi memaparkan sejumlah langkah penting. Di antaranya, regulasi penguatan LPTQ melalui draf peraturan gubernur, bupati, dan walikota untuk memastikan standar program dan keberlanjutan pendanaan.
Selain itu, pihaknya tengah merancang RPMA (Rencana Pengembangan Manajemen Aparatur) Penyuluh Agama yang akan menjadi peta jalan karir penyuluh sekaligus alat evaluasi berbasis dampak.
Langkah lain adalah penyusunan petunjuk teknis (juklak) terkait pemberian rekomendasi hak milik atas tanah bagi badan keagamaan dan pertimbangan pengesahan badan hukum ormas Islam. Zayadi mengungkapkan pentingnya validasi data dalam setiap surat keterangan yang dikeluarkan oleh pihak daerah agar tidak menimbulkan masalah hukum di kemudian hari.
Dengan berbagai langkah tersebut, layanan keagamaan diharapkan semakin kuat secara substansi, luas dalam jangkauan, dan nyata dalam dampaknya bagi masyarakat.
(Zidni/Mr)