Focus Group Discussion (FGD) Investasi Syariah di Indonesia
Jakarta (Kemenag) — Kementerian Agama dan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) merumuskan arah baru pengembangan investasi syariah berbasis nilai dan kemaslahatan di Gedung PBNU, Jakarta, Rabu (11/6/2025).
Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama, Abu Rokhmad, mengatakan, pengembangan ekonomi syariah nasional memerlukan penguatan pada dua sisi, yaitu literasi publik dan optimalisasi lembaga keuangan syariah non-profit yang selama ini masih belum tergarap maksimal.
“Selama lima tahun terakhir, pemerintah melalui berbagai regulasi telah menunjukkan komitmen kuat terhadap pengembangan ekonomi Islam. Kementerian Agama turut berperan, terutama dalam aspek keagamaan yang menjadi fondasi kerukunan sosial dan prasyarat penting bagi iklim investasi yang sehat,” ujar Abu dalam Focus Group Discussion (FGD) Investasi Syariah di Indonesia: Memperkuat Ekosistem dan Menapaki Jalan Menuju Keuangan Islam Global yang digelar PBNU melalui Lakpesdam dan Bappenu.
Menurutnya, meskipun mandat utama Kementerian Agama adalah urusan agama, namun kontribusinya terhadap pembangunan ekonomi sangat nyata, terutama dalam mengelola ekosistem keuangan syariah berbasis wakaf, zakat, dan aktivitas sosial keagamaan lainnya.
Abu membedakan dua bentuk lembaga keuangan syariah. Pertama, lembaga profit seperti bank syariah yang berada di bawah regulasi Bank Indonesia dan OJK, dengan peran Kementerian Agama dalam peningkatan literasi. Kedua, lembaga non-profit seperti zakat dan wakaf, yang menjadi domain langsung Kementerian Agama melalui Ditjen Bimas Islam.
“Wakaf adalah pilar penting dalam ekosistem keuangan syariah non-profit. Potensinya luar biasa. Saat ini kami tengah mendorong agar kampus-kampus di bawah Kementerian Agama dapat menjadi nazir wakaf, sebagaimana PTN-BH di bawah Kemendikbud. Ini penting agar institusi pendidikan Islam dapat mengakses manfaat wakaf secara langsung,” ungkapnya.
Ia menambahkan, bentuk wakaf kini sangat beragam dan tidak lagi terbatas pada tanah atau bangunan. Wakaf tunai, bahkan yang terhubung dengan sukuk syariah (SBSN), telah menjadi instrumen strategis pembiayaan pembangunan, termasuk untuk mendirikan gedung-gedung kampus Islam di seluruh Indonesia.
Selain wakaf, potensi zakat juga sangat besar. Abu menyebut bahwa pada 2024, penghimpunan zakat nasional mencapai Rp41 triliun, dan pada 2025 ditargetkan meningkat menjadi Rp51 triliun. Pemerintah, kata dia, mulai menempatkan zakat sebagai salah satu instrumen pengentasan kemiskinan ekstrem.
“Kami juga tengah menjajaki kerja sama lintas sektor, seperti dengan Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (KemenPKP), agar zakat dan wakaf bisa menjadi bagian dari solusi penyediaan perumahan rakyat. Potensinya sangat besar bila dikelola secara sinergis dan akuntabel,” terangnya.
Ia juga mengulas pentingnya menata ekosistem masjid. Dengan jumlah 312.604 masjid yang terdata di Sistem Informasi Masjid Kementerian Agama, yang umumnya memiliki kotak amal, potensi ekonomi umat dari sektor ini sangat besar. Namun, menurutnya, belum banyak model pengelolaan kolektif atau sistematis yang bisa dimanfaatkan untuk pemberdayaan umat.
Dalam konteks haji, Abu menyebut bahwa perputaran dana yang keluar masuk dari aktivitas haji setiap tahun bisa mencapai lebih dari Rp20 triliun. Dana ini mencakup biaya layanan di Arab Saudi maupun pembiayaan domestik yang seluruhnya berada dalam ekosistem ekonomi syariah.
Ia menambahkan, meskipun Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal telah menjadi lembaga mandiri, peran Kementerian Agama dalam aspek kebijakan, regulasi, dan pembinaan tetap sangat penting dalam memastikan bahwa jaminan halal berjalan sesuai prinsip agama.
“Fungsi keagamaan dalam jaminan halal, haji, zakat, wakaf, dan masjid itu masih melekat di Kementerian Agama. Maka penguatan ekonomi syariah nasional memang tidak bisa dilepaskan dari peran keagamaan yang strategis ini,” tegas Abu.
Sementara itu, Ketua PBNU K.H. Ulil Abshar Abdalla menegaskan bahwa PBNU kini memasuki babak baru dalam transformasi peran dari organisasi masyarakat keagamaan menjadi penggerak ekonomi umat. Menurutnya, PBNU serius mengambil bagian dalam penguatan ekosistem ekonomi syariah nasional.
“Acara ini diselenggarakan sebagai upaya PBNU untuk ikut terlibat dalam pengembangan ekonomi syariah di Indonesia. Sekarang kita menggandeng sejumlah investor luar yang punya pengalaman mengembangkan ekonomi syariah di tempat lain,” ujar K.H. Ulil.
Salah satu mitra strategis PBNU dalam agenda ini adalah Harvest Advisors Investment Management dari Singapura yang telah memiliki lisensi dari Monetary Authority of Singapore (MAS). PBNU menilai penting menggandeng mitra global untuk membangun jejaring dan akses investasi yang lebih luas.
“Langkah ini cukup berani karena PBNU belum pernah terlibat dalam proyek ekonomi sebesar ini. Tapi kami yakin ini sejalan dengan cita-cita menjadikan Indonesia sebagai pusat bisnis halal Asia Tenggara, bahkan dunia,” tandasnya.
(An/Mr)