M. Fuad Nasar, mantan Sesditjen Bimas Islam. Saat ini Kepala Biro pada UIN Imam Bonjol Padang.
Hari Kebangkitan Nasional tanggal 20 Mei 1908 oleh para pemikir bangsa sering digambarkan sebagai tonggak penting keberadaan bangsa dan negara Indonesia. Sejalan dengan cita-cita Kebangkitan Nasional para tokoh pendiri bangsa yang merancang Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 menyadari bahwa bangsa kita yang terdiri dari beragam suku, etnis, agama, budaya lokal dan bahasa daerah dipersatukan karena ide, gagasan dan cita-cita abadi, bukan cita-cita yang silih berganti.
Gelora Kebangkitan Nasional diperkuat dengan ikrar Sumpah Pemuda 1928 yaitu ber-Tanah Air Satu, Tanah Air Indonesia; ber-Bangsa Satu, Bangsa Indonesia, dan menjunjung Bahasa Persatuan, Bahasa Indonesia. Barangkali tidak ada bangsa di dunia yang memiliki komitmen kebangsaan sehebat dan serevolusioner bangsa Indonesia. Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 oleh Soekarno-Hatta adalah titik kulminasi Kebangkitan Nasional.
Salah seorang Bapak Bangsa yakni Mohammad Hatta sewaktu berbicara pada Kursus Liburan Internasional tahun 1927 di Gland, Swiss, mengatakan, nama “Indonesia” bagi kami adalah lambang suci bagi sebuah negeri yang pada masa depan akan merdeka. Untuk mencapai cita-cita ini kami sekarang sedang berjuang melawan imperialis Belanda dan mengorbankan kepentingan pribadi kami.
Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dirumuskan tujuan bernegara dan membentuk Pemerintah Negara Indonesia, ialah sebagai berikut:
Pertama, melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Kedua, memajukan kesejahteraan umum. Ketiga, mencerdaskan kehidupan bangsa. Dan Keempat, ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang dirumuskan beberapa bulan sebelum Proklamasi dan disahkan pada 18 Agustus 1945, disepakati tidak akan diubah selamanya. Perubahan Pembukaan UUD 1945 berarti mengubah negara. Pokok-pokok pikiran genius yang diwariskan oleh para pendiri bangsa perlu senantiasa dijadikan rujukan bagi visi pemerintahan dari masa ke masa. Susunan kata-kata Pembukaan UUD 1945 dipadati kekuatan makna.
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 merefleksikan amanat kenegaraan yang kita warisi dari para pendiri bangsa. Untuk itu seluruh kebijakan dalam penyelenggaraan negara, pemerintahan dan program pembangunan haruslah diarahkan untuk mencapai tujuan bernegara.
Bangsa Indonesia sedang menyongsong era Indonesia Emas 2045, bertepatan nanti dengan peringatan 100 Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia. Komitmen untuk menjaga integrasi bangsa, kepemimpinan yang inklusif, menghindari perbuatan korupsi dan pengkhianatan terhadap amanah rakyat, serta sikap tulus tanpa pamrih sebagai hamba Tuhan dalam membela nasib bangsa harus dimiliki oleh seluruh elemen bangsa dan pemerintahan.
Generasi penerus perlu belajar dan dilatih untuk memahami persoalan-persoalan bangsa dari berbagai sudut kepentingan agar terlepas dari ego sektoral atau ego kelompok. Persatuan, kerukunan, pengabdian, pengorbanan, dan kejujuran, pelaksanaannya tidak semudah mengucapkan. Untuk itu sikap konsisten, kesesuaian kata dengan perbuatan, sangat diperlukan dalam mengisi kemerdekaan dan membangun bangsa.
Peringatan hari-hari bersejarah, seperti Hari Kebangkitan Nasional saat ini, mendorong kita semua untuk menghayati sejarah perjuangan bangsa, supaya tidak menjadi bangsa yang pendek ingatan atau mengalami sindrom lupa sejarah. Kesadaran untuk belajar dari sejarah adalah penting agar perjalanan bangsa kita ke depan terhindar dari kesalahan yang berulang.
Dalam kerangka mufakat kebangsaan, para tokoh perancang Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan bahwa perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Sejarah bukan sekadar suatu ilmu, dalam hal ini sejarah akademis, tetapi merupakan bentuk informasi dan story yang mempunyai kekuatan integratif, kekuatan yang menyatukan kita sebagai satu bangsa, bersatu dalam perbedaan, sebagaimana motto Lambang Negara Garuda Pancasila.
Bangsa Indonesia memerlukan keteladanan dan “navigator moral” dalam mengarungi masa depan. Lagu Kebangsaan Indonesia Raya mengingatkan: Bangunlah jiwanya, bangunlah badannya, untuk Indonesia Raya. Pembangunan jiwa bangsa (mental-spiritual) disebut lebih dahulu daripada pembangunan badan atau raga bangsa (fisik-material).
Sejalan dengan tema Peringatan ke-117 Hari Kebangkitan Nasional Tahun 2025 adalah “Bangkit Bersama Wujudkan Indonesia Kuat,” tema ini menjadi seruan moral kepada seluruh elemen bangsa agar terus bangkit dari berbagai tantangan, baik sosial, ekonomi, maupun lingkungan, demi mewujudkan Indonesia yang tangguh, adil, dan berkelanjutan dengan fondasi yang kokoh.
M. Fuad Nasar, mantan Sesditjen Bimas Islam. Saat ini Kepala Biro pada UIN Imam Bonjol Padang.