Manulife Investment Management hari ini mengeluarkan Market Outlook paruh kedua 2025, menyoroti dinamika makroekonomi dan tren investasi di Asia maupun pasar global.
Dalam laporan terbaru ini, Manulife menekankan bahwa meski kebijakan moneter masih menghadapi ketidakpastian dan pertumbuhan ekonomi bergerak tidak merata, fundamental Asia termasuk inovasi teknologi, lokalisasi produksi, dan percepatan transformasi digital tetap menjadi magnet investasi jangka panjang.
Seiring meredanya tekanan inflasi global, perekonomian dunia masih diwarnai oleh pergeseran kebijakan dan risiko gejolak perdagangan internasional. Di Amerika Serikat, sengketa dagang yang terus berlanjut dan pengalihan prioritas fiskal membebani sektor industri serta memperlambat daya beli konsumen.
Kondisi ini mendorong The Fed untuk mempertahankan sikap dovish, dengan ekspektasi pasar yang mengarah pada penurunan suku bunga hingga kisaran 3,5% pada pertengahan 2026.
Luke Browne, Global Head of Multi-Asset Solutions sekaligus Senior Portfolio Manager Asia, menambahkan bahwa pelonggaran moneter global yang semula bersifat tersinkron kini terpecah akibat kebijakan nasional.
“Meski kerangka arah The Fed belum berubah secara fundamental, kecepatan dan besaran pemangkasan suku bunga akan sangat bergantung pada ketahanan pertumbuhan Amerika Serikat, tren pasar tenaga kerja, dan perkembangan hubungan dagang dengan mitra utama,” jelasnya.
Di kawasan Eropa, Browne mencatat sektor manufaktur telah menyentuh titik terendahnya, tetapi pemulihan masih terhambat sementara Bank Sentral Eropa mendekati akhir siklus pelonggaran. Sebaliknya, Jepang tengah memasuki fase investasi baru berkat kenaikan upah dan reformasi struktural, meski laju ekspansi mulai terpancar kelemahan pada paruh kedua siklus.
Sementara itu, negara-negara berkembang menunjukkan divergensi ekonomi dengan basis domestik kuat dan eksposur perdagangan AS rendah tetap resilient, sedangkan pasar yang bergantung pada ekspor masih terpapar volatilitas tarif dan arus modal.
Di sisi pendapatan tetap Asia, Murray Collis, Head of Asia ex-Japan Fixed Income, mengungkapkan bahwa momentum positif terus berlangsung sepanjang tahun ini.
“Keuntungan obligasi lokal Asia meningkat sejalan dengan pelemahan dolar AS, sementara instrumen utang berdenominasi mata uang asing juga menjaga ketahanan yield,” katanya.
Selain itu, Collis menyoroti keputusan The Fed mempertahankan Fed Funds Rate di 4,5% pada semester pertama 2025 sebelum menimbang pemotongan suku bunga di paruh kedua, yang diperkirakan akan memperkuat sentimen pasar pendapatan tetap global.
Di tingkat domestik, Collis melihat peluang pemangkasan suku bunga secara selektif di beberapa negara Asia seperti Malaysia, Thailand, Indonesia, dan Filipina untuk meredam dampak tarif impor dan mendorong pertumbuhan.
“Obligasi Asia dalam dolar AS kian menarik karena imbal hasil yang kompetitif dan durasi yang relatif pendek dibandingkan pasar negara maju, sehingga menjadi pelengkap portofolio dalam upaya diversifikasi risiko,” kata Collis lagi.
Dengan ketidakpastian fiskal Amerika Serikat dan pelemahan dolar yang berlanjut, Collis memproyeksikan peningkatan aliran modal ke pasar pendapatan tetap Asia pada paruh kedua 2025. Hal ini sejalan dengan permintaan investor baik lokal maupun global untuk instrumen dengan profil risiko-imbal hasil seimbang, yang menawarkan potensi return menarik sekaligus stabilitas portofolio.
Keseluruhan temuan dalam Market Outlook paruh kedua 2025 dari Manulife Investment Management memperlihatkan bahwa meski ketidakpastian global masih membayangi, Asia terus memancarkan peluang investasi melalui fundamental makro yang solid dan inovasi teknologi.