Menag bersama dengan Uskup Agung Jakarta
Jakarta (Kemenag) — Menteri Agama Nasaruddin Umar menyampaikan ucapan selamat ulang tahun ke-75 kepada Uskup Agung Jakarta, Ignatius Kardinal Suharyo. Dalam sambutannya, Menag menyebut Kardinal Suharyo sebagai sosok penyejuk dan penerang bangsa.
“Pertama-tama, kami ingin menyampaikan selamat ulang tahun kepada sang penyejuk bangsa, tokoh penerang bangsa, Uskup Agung Jakarta Ignatius Kardinal Suharyo,” ujar Menag saat menghadiri perayaan syukur di Katedral Jakarta, Sabtu (12/7/2025).
Menag juga mengenang kedekatan dan kerja sama yang terjalin antara dirinya dan Kardinal Suharyo, khususnya dalam pembangunan Terowongan Silaturahmi yang menghubungkan Masjid Istiqlal dan Katedral Jakarta.
“Kami bersama-sama menyelesaikan Terowongan Silaturahmi. Beliau di sini, di Katedral Jakarta, dan saya di Masjid Istiqlal. Kami kerap bertemu dan berdialog dengan penuh kehangatan,” kenang Menag yang juga Imam Besar Masjid Istiqlal.
Dalam pandangan Menag, Ignatius Kardinal Suharyo adalah pribadi yang rendah hati, mudah diterima, dan menebarkan energi positif kepada siapa pun. Sosok Ignatius Kardinal Suharyo, menurut Menag, sangat dibutuhkan oleh bangsa, termasuk oleh umat Islam.
“Kita berharap semoga beliau senantiasa diberikan panjang umur. Bangsa dan negara kita membutuhkan tokoh-tokoh penyejuk dan pendamai seperti beliau. Semoga pula beliau menjadi teladan dalam kemanusiaan bagi umatnya,” tutur Menag.
Menag juga menyampaikan komitmen Kementerian Agama dalam menanamkan nilai-nilai kasih sayang dalam pendidikan agama. Ia mengungkapkan bahwa kementerian telah berdialog dan berkolaborasi dengan berbagai tokoh lintas agama untuk menyusun kurikulum yang menanamkan cinta kasih.
“Kami berdialog dan menciptakan kurikulum cinta yang dikembangkan Kementerian Agama. Tidak boleh ada guru agama yang mengajarkan kebencian. Guru agama harus menanamkan nilai-nilai cinta kasih,” ujar Menag.
“Jika ada guru agama yang justru mengajarkan kebencian kepada sesama, maka sesungguhnya ia tidak sedang mengajarkan agama, melainkan hal yang bertentangan dengan hakikat agama itu sendiri,” pungkasnya. (Amirul Ikhsan)