Indonesia, sebagai negara kepulauan dengan lebih dari 17.000 pulau, menjadikan konektivitas satelit sebagai kebutuhan strategis yang sangat vital. Di daerah-daerah yang sulit dijangkau oleh jaringan terestrial, infrastruktur satelit menjadi kunci untuk menyediakan akses pendidikan, layanan kesehatan, pelayanan publik, dan membuka peluang dalam ekonomi digital.
Konektivitas digital yang andal merupakan fondasi penting untuk kemajuan nasional di era transformasi digital. Untuk mendukung pertumbuhan dan peningkatan daya saing global, Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) menempatkan infrastruktur satelit sebagai inti dari Strategi Transformasi Digital Nasional dengan visi ‘Indonesia Terhubung: Lebih Digital, Lebih Maju.’
“Dalam upaya menyelaraskan inovasi global dengan kebutuhan nasional, pemerintah Indonesia baru saja menerbitkan Peraturan Menteri No. 3 Tahun 2025. Reformasi regulasi ini dirancang agar bersifat adaptif, fleksibel, dan inklusif, sehingga menciptakan iklim investasi yang lebih kondusif dan mempercepat adopsi teknologi satelit terbaru di Tanah Air,” tulis sambutan Menteri Komdigi yang dibacakan Wayan Toni selaku Dirjen Infrastruktur Digital, Kementerian Komunikasi dan Digital di ajang Asia Pacific Satellite Communications (APSAT) 2025, Senin (2/6/2025).
Toni menambahkan, regulasi baru ini mencakup langkah-langkah penting, seperti penyederhanaan prosedur perizinan untuk mengurangi hambatan birokrasi, serta persyaratan agar operator satelit mendirikan fasilitas kontrol dan pemantauan di dalam negeri guna memastikan penggunaan yang bertanggung jawab.
“Pengawasan terhadap lalu lintas data, terminal, dan konten digital juga diperketat, sembari mendorong peningkatan kerja sama antara pelaku industri domestik dan internasional untuk memperkuat kapasitas satelit nasional,” kata Toni.
Selain itu, Kementerian berfokus pada integrasi teknologi-teknologi baru yang sejalan dengan perkembangan global di bidang satelit. Teknologi satelit Low Earth Orbit (LEO) memberikan konektivitas berkecepatan tinggi dengan latensi rendah pada wilayah yang luas, sedangkan Non-Terrestrial Networks (NTN) dan teknologi Direct-to-Device (D2D) memungkinkan pengguna terhubung langsung ke jaringan satelit tanpa bergantung pada infrastruktur darat.
“Inovasi-inovasi ini tidak hanya merupakan pencapaian teknis, tetapi juga sebagai alat inklusif yang membantu menghubungkan masyarakat yang selama ini kurang terlayani di era digital,” katanya lagi.
Indonesia meyakini bahwa masa depan teknologi satelit terletak pada kolaborasi strategis antara pemerintah, industri, dan mitra global.
“Kami berkomitmen untuk memperkuat kemitraan internasional melalui berbagi pengetahuan dan kerja sama produksi, sambil terus menginvestasikan dalam pengembangan talenta lokal serta ekosistem inovasi yang mendukung pertumbuhan industri satelit domestik yang tangguh, kompetitif, dan siap menghadapi berbagai tantangan masa depan,” ujar Toni lagi.
Terus manfaatkan kesempatan ini untuk membangun ekosistem ruang angkasa yang terbuka, berkelanjutan, dan responsif terhadap prioritas nasional serta tantangan global. Dengan menciptakan industri satelit yang inklusif dan inovatif, Indonesia dapat terus melangkah maju dengan keunggulan regional yang mendukung pertumbuhan ekonomi digital dan transformasi digital secara menyeluruh.