Sekjen Kemenag Kamaruddin Amin menyampaikan laporan dalam Silatnas FKUB, Rabu (6/8/2025)
Jakarta (Kemenag) — Komunikasi lintas agama yang terbuka dan jujur merupakan fondasi paling penting dalam mencegah konflik sosial, terutama yang berkaitan dengan pendirian rumah ibadah. Pesan inilah yang menjadi benang merah dalam Silaturahmi Nasional Forum Kerukunan Umat Beragama (Silatnas FKUB) yang digelar Pusat Kerukunan Umat Beragama (PKUB) Kementerian Agama (Kemenag) di Jakarta.
Sekretaris Jenderal Kementerian Agama Kamaruddin Amin menegaskan bahwa banyak ketegangan di masyarakat bukan lahir dari perbedaan keyakinan, melainkan dari ketertutupan ruang dialog dan miskomunikasi antarkelompok. Silatnas FKUB ini dihadiri para tokoh agama, pejabat pemerintah, dan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) dari seluruh Indonesia ini.
“Izinkan saya menekankan kembali bahwa komunikasi terbuka lintas agama adalah instrumen paling penting dalam mencegah konflik sosial yang berkaitan dengan pendirian rumah ibadah,” ujar Sekretaris Jenderal Kementerian Agama Kamaruddin Amin, di Serpong, Rabu (6/8/2025).
Ia menjelaskan, rumah ibadah bukan sekadar bangunan, melainkan pusat spiritualitas yang sarat dengan nilai simbolik bagi setiap komunitas. Karena itu, proses pendiriannya memerlukan pendekatan yang inklusif, partisipatif, dan penuh penghormatan terhadap kearifan lokal. Bukan hanya pemerintah yang harus terlibat, tetapi juga tokoh masyarakat dan pemuka agama di tingkat akar rumput.
Acara ini dibuka Menteri Agama RI Nasaruddin Umar yang dalam arahannya kembali menegaskan pentingnya spiritualitas kebangsaan sebagai kekuatan pemersatu. Hadir pula perwakilan dari sejumlah kementerian dan lembaga, antara lain Irjen Pol. Ahmad Nur Wahid mewakili Menko PMK, Bahtiar Baharuddin mewakili Menteri Dalam Negeri, dan Cecep Agus Supriyanta dari Kemenko Polhukam.
Tampak pula tokoh-tokoh dari berbagai majelis agama seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI), Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI), Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI), Perwakilan Umat Buddha Indonesia (Permabudhi), dan Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (Matakin), serta para pengurus FKUB dari tingkat pusat hingga daerah.
Sekjen Kemenag menggarisbawahi bahwa komunikasi lintas iman bukanlah hal yang bisa dilakukan secara insidental, melainkan harus menjadi sistem yang terus dikembangkan. Untuk itu, Kementerian Agama kini tengah memperkuat sistem Early Warning System (EWS) berbasis relasi sosial dan kepekaan antariman, yang menjadikan FKUB sebagai simpul utama dalam menjembatani masyarakat dengan pemerintah.
Tak hanya itu, dalam sambutannya Sekjen juga menyampaikan pesan moral dari Presiden RI, Prabowo Subianto, bahwa bangsa ini tidak boleh terus-menerus menyimpan luka masa lalu. Proses rekonsiliasi harus terus dibangun, dimulai dari keberanian untuk saling memaafkan dan membangun masa depan bersama yang lebih sehat secara spiritual dan sosial.
“Meminta maaf dan memberi maaf bukan kelemahan. Di situlah justru kekuatan moral bangsa ini,” ungkapnya. Ia pun mengajak para tokoh agama yang hadir untuk menggaungkan semangat pengampunan dan rekonsiliasi di tengah umat masing-masing.
Sebagai bagian dari upaya jangka panjang, Kementerian Agama juga mengembangkan Kurikulum Berbasis Cinta (KBC) sebagai strategi pendidikan keagamaan yang lebih humanistik. Kurikulum ini tidak sekadar mengajarkan toleransi sebagai konsep, melainkan menanamkan empati, kasih sayang, dan penghargaan atas nilai-nilai kemanusiaan sejak usia dini.
Forum silaturahmi ini menjadi ruang perjumpaan yang hangat di tengah ragam keyakinan, namun satu dalam cita-cita menjaga harmoni bangsa. Bagi Kemenag, kerukunan bukan hanya hasil dari kebijakan pemerintah, tetapi juga buah dari dialog yang terus-menerus dipelihara oleh seluruh komponen bangsa.
“Negara ini tidak cukup hanya dengan regulasi. Negara membutuhkan keteladanan. Dan para tokoh agama adalah suluh moral yang akan terus menuntun arah bangsa ini menuju kedamaian,” pungkas Sekjen, mengakhiri sambutannya dengan ajakan untuk terus menjaga suasana sejuk dalam kebhinekaan Indonesia.