Thomas Tuchel terkenal dengan bakat taktis dan kepribadiannya yang tak kenal kompromi, pernah berkonflik dengan banyak pemain bintang seperti Romelu Lukaku, Sadio Mane, Kylian Mbappe atau Mats Hummels karena perbedaan pendapat.
Thomas Tuchel bukan hanya seorang ahli taktik berbakat, salah satu pemikir paling cemerlang dalam sepak bola kontemporer, tetapi juga kepribadian yang kompleks dan tak kenal kompromi.
Terkenal dengan konfliknya dengan para pemimpin dari Dortmund, PSG, Chelsea hingga Bayern Munich, gaya manajemen absolut pelatih Inggris saat ini juga sering menimbulkan pertikaian sengit dengan anak didiknya sendiri. Dari bintang besar hingga talenta muda, banyak pemain yang merasakan “murka” sang ahli strategi asal Jerman.
1. Romelu Lukaku (Chelsea)
Reuni Lukaku senilai £97 juta di Chelsea dengan cepat berubah menjadi mimpi buruk, dan inti dari keretakan itu adalah hubungannya dengan Thomas Tuchel. Konflik itu memuncak setelah wawancara mengejutkan dengan Sky Italia, di mana Lukaku secara terbuka mengeluhkan taktik Tuchel dan menyatakan keinginannya untuk kembali ke Inter Milan.
Tindakan ini tidak hanya tidak profesional, tetapi juga merupakan pukulan telak bagi wibawa Tuchel. Meski masih digunakan setelahnya, api semangatnya telah padam. Lukaku menjadi simbol kegagalan mendamaikan ego seorang bintang besar dengan sistem taktik yang ketat.
2. Sadio Mane (Bayern Munchen)
Meskipun Tuchel awalnya tampak diplomatis dan protektif terhadap Mane, bahkan setelah pertengkaran dengan Leroy Sane, kebenaran akhirnya terungkap. Di akhir musim, Tuchel membuat penilaian yang lugas dan tidak berdasar: “Sadio mengalami musim yang buruk dan tidak memenuhi harapan.”
Itu adalah keputusan yang dingin dan tegas tentang masa depan bintang Senegal itu di Bavaria. Kata-kata Tuchel lebih dari sekadar komentar teknis, itu adalah pesan yang jelas bahwa tidak ada bintang yang terbebas dari standar kinerja yang ditetapkannya.
3. Kylian Mbappe (PSG)
Hubungan antara Tuchel dan Mbappe dapat digambarkan sebagai “ketegangan yang saling menghormati”. Tidak ada konfrontasi yang memanas, tetapi keretakan hubungan sulit disembunyikan. Puncaknya adalah ketika Mbappe menunjukkan rasa frustrasinya ketika ia digantikan dalam pertandingan yang dimenangkan PSG dengan selisih besar.
Reaksi Tuchel setelah itu bukanlah kemarahan, tetapi “kesedihan” karena tindakan pencetak gol terbanyak Prancis itu “memicu perdebatan yang tidak perlu”. Itu menunjukkan pertarungan kecerdasan antara pelatih yang ingin mempertahankan kendali penuh dan seorang bintang yang ingin menegaskan statusnya yang tak tergantikan.
4. Nuri Sahin (Borusia Dortmund)
Keputusan untuk mengeluarkan Nuri Sahin, seorang ikon dan suara di ruang ganti, dari skuad untuk final Piala Jerman 2017 merupakan keputusan yang tidak dapat ditoleransi.
Itu bukan sekadar keputusan taktis, tetapi pernyataan kekuatan, yang menunjukkan Tuchel bersedia mengabaikan pemain kunci untuk mempertahankan sudut pandangnya. Reaksi terkejut dari kapten Marco Reus dan Marcel Schmelzer membuktikan bahwa Tuchel telah kehilangan kontak dengan ruang ganti. Final itu juga merupakan pertandingan terakhirnya di Dortmund.
5. Mats Hummels (Borussia Dortmund)
Meskipun Tuchel disebut-sebut menentang klub yang menjual Hummels ke rival beratnya Bayern Munchen, hubungan mereka jauh dari kata mulus. Penggantian Hummels oleh Tuchel di final Piala Jerman dan komentar singkatnya bahwa “Mats bisa bermain lebih baik” menunjukkan sikap yang menuntut dan tidak berperasaan. Meskipun keduanya kemudian berbaikan, itu adalah bukti bagaimana gaya Tuchel dapat mengasingkan bahkan para pemain yang paling ia hargai.
6. Emre Mor (Borusia Dortmund)
Kisah Emre Mor adalah contoh utama kekejaman Tuchel terhadap mereka yang gagal memenuhi standar perilakunya. Membuat anak muda berbakat merangkak dengan tangan dan lututnya saat latihan karena kemalasan sudah melewati batas kewajaran. Ketika Mor mengeluh, tanggapan Tuchel yang berkata “Diam!” memupus harapan masa depannya di Dortmund.
7. Shawn Parker (Mainz)
Sejak awal kariernya di Mainz, sifat pelatih yang menuntut kemutlakan sudah terlihat. “Hairdryer” publik yang ditujukan kepada Shawn Parker saat berlatih karena bermain terlalu individual menunjukkan bahwa Tuchel tidak akan menerima kompromi apa pun dengan filosofinya. Baginya, kolektif adalah yang tertinggi, dan setiap individu yang menyimpang dari orbit itu akan menghadapi kemarahannya.