Dewanti mencukur rambut ayahnya yang lansia dan memakai kursi roda, Sunaryo (66)
Makkah (Kemenag) — Apabila Anda bertugas berkeliling sekitar Masjidil Haram, bawalah sesuatu yang bisa kita gunakan untuk menolong jemaah. Contohnya, gunting. Karena kita tidak tahu, hal sekecil apapun, mungkin akan sangat bermanfaat bagi sesama.
Cuaca di terminal Syib Amir sore itu cukup terik. berkisar 40 derajat Celcius. Namun tak menyurutkan semangat jemaah haji yang baru saja tiba dari Madinah ke Makkah. Mereka hendak melakukan umrah wajib sebagai rangkaian awal ibadah haji.
Ada puluhan lansia yang baru saja turun dari bus wilayah Syisyah. Mereka didorong oleh pendamping dan beberapa petugas haji menuju ke Masjidil Haram. Beberapa jasa pendorong pun dari Timur Tengah menawarkan jasanya kepada jemaah lansia tersebut untuk melaksanakan umrah wajib.
Salah satu petugas itu termasuk Kabid Transportasi PPIH Arab Saudi Mujib Roni yang memantau langsung pergerakan jemaah menuju Masjidil Haram. Mujib memastikan, mereka bergerak menuju Masjidil Haram dengan aman dan nyaman.
Dari puluhan lansia yang memakai kursi roda, ada satu lansia yang menarik perhatian saya. Terpisah dari rombongan lansia lainnya. Bapak itu bernama Sunaryo (66 tahun). Sunaryo harus mengenakan kursi roda untuk umrah wajib karena sudah tak kuat berjalan jauh.
Jemaah haji dari kloter 5 Embarkasi Solo (SOC 05) asal Kabupaten Banyumas Jawa Tengah ini telah melaksanakan umrah wajib didampingi oleh putrinya Dewanti.
Saya lantas menyapanya. “Bapak dari mana?,” tanya saya, Selasa (13/5/2025).
“Dari Banyumas Mbak, kloter 5,” Dewanti bantu menjawab.
Dewanti lantas menanyakan apakah saya membawa gunting? “Oh, Bapak sudah umrah dan mau tahallul?,” tanya saya balik.
Dewanti mengiyakan. Saya pun lantas meminjamkan gunting kepada Dewanti untuk mencukur ayahanda. Beruntunglah saya bawa gunting dan sudah saya siapkan dalam tas slempang saya. Saya memang berniat membawanya. Siapa tahu nanti ketemu jemaah yang membutuhkan.
Saya teringat ketika saya dan puluhan petugas lainnya tidak membawa gunting ketika akan tahallul umrah wajib. Bukan karena kesengajaan, namun karena gunting kami masih terbungkus rapi di koper. Sementara begitu datang dari Bandara King Abdul Aziz Jeddah, kami harus buru-buru berangkat umrah wajib, tanpa sempat membongkar koper untuk mengambil gunting.
Pikir kami dan teman-teman, nanti bisa pinjam jemaah lain di sana yang membawa gunting.
Dan betul, setelah menunaikan Sa’i, kami menepi di jalur keluar bukit Marwa. Tak satupun saya dan puluhan petugas lain tidak ada yang membawa gunting.
Di hadapan saya, ada nenek yang berusia sudah sangat senja. Rupanya ia paham kalau kami sedang mencari-cari pinjaman gunting. Lantas nenek itu, yang berwajah Arab-Eropa, meminjamkan gunting kepada kami. Jadilah kami, petugas laki-laki dan perempuan bertahallul menggunakan gunting nenek tersebut.
Tak hanya kami, jemaah dari negara lain juga melirik gunting itu. Mereka pun meminjamnya.
Karena lama tak kunjung usai gunting dipakai, Nenek itu pergi dan merelakan gunting untuk kami bawa. Saya kemudian memeluk nenek itu. “Syukron nenek,” kata saya.
Tangan nenek mengisyaratkan “Tidak apa-apa,”. Lantas dia buru-buru pergi dengan temannya.
“Gunting Nenek sangat bermanfaat. Semoga Engkau memperoleh pahala umrah kami semua,” gumam saya.
Yang saya sayangkan, saya belum sempat menanyakan nama sang Nenek, asal beliau, apalagi berfoto.