Israel mengklaim Iran meluncurkan rudal berisi bom cluster ke daerah berpenduduk padat pada 19 Juni. Jenis senjata ini memiliki daya mematikan yang maksimal, dan bom dapat tetap berada di darat selama berbulan-bulan setelah konflik berakhir, sehingga menimbulkan risiko tinggi untuk melukai warga sipil.
Roket menghantam kota Or Yehuda di Israel dan kota-kota terdekat, menjatuhkan bom yang lebih kecil di wilayah pemukiman, menurut The New York Times .
Militer Israel mengatakan hulu ledak rudal itu meledak pada ketinggian sekitar 7 kilometer (4,3 mil) dan menyebarkan sekitar 20 bom kecil di area seluas sekitar 8 kilometer (5 mil), termasuk area dekat rumah sakit dan area permukiman. Tidak ada korban jiwa, tetapi penggunaan senjata yang dianggap berbahaya dan sembarangan itu telah menimbulkan kekhawatiran.
Pasukan Israel memperingatkan penduduk bahwa bom yang belum meledak masih menjadi ancaman dan dapat meledak kapan saja. Menurut The Times , rekaman video menunjukkan beberapa kawah dan peluru yang belum meledak, kemungkinan bom kecil dari rudal balistik Iran.
Apa Itu Bom Cluster dan Mengapa Dilarang?
Bom curah adalah senjata peledak yang menyebarkan bom-bom kecil, yang disebut submunisi atau bom fragmentasi, ke area yang luas sebelum menghantam tanah. Submunisi dirancang untuk meledak segera setelah menghantam atau setelah tertunda. Akan tetapi, banyak submunisi yang gagal meledak, sehingga tetap menjadi potensi bahaya selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun setelah konflik berakhir, sehingga menimbulkan risiko jangka panjang bagi warga sipil.
Bom cluster dapat dijatuhkan dari udara atau diluncurkan dari darat dan dapat mencakup area yang luas, hingga seukuran beberapa lapangan sepak bola, sehingga membuatnya sangat berbahaya di daerah berpenduduk padat, menurut Kantor Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Urusan Perlucutan Senjata.
“Senjata-senjata itu sangat merusak dan berpotensi menyebabkan kerusakan yang meluas, terutama jika digunakan di daerah berpenduduk,” kata Daryl Kimball, direktur eksekutif Arms Control Association, kepada Reuters.
Ia juga mencatat bahwa rudal Iran bisa saja tidak akurat, dan Teheran harus memahami bahwa bom cluster “akan mengenai sasaran sipil, bukan sasaran militer.”
“Militer Iran meluncurkan rudal yang diisi dengan submunisi ke daerah berpenduduk padat di Israel,” kata kedutaan Israel dalam email kepada Reuters.
“Bom cluster dirancang untuk disebarkan ke area yang luas untuk memaksimalkan potensi bahaya. Iran telah melanggar hukum dengan sengaja menargetkan pusat-pusat populasi untuk memaksimalkan bahaya bagi warga sipil di daerah tersebut dengan senjata yang memiliki jangkauan serang yang luas.”
Masalah terbesarnya adalah tingkat kegagalan submunisi, yang mengubahnya menjadi ranjau darat. Tingkat kegagalan dapat berkisar antara 2 hingga 40 persen, tergantung pada produsennya, menurut Pusat Studi Strategis dan Internasional (CSIS).
Militer Israel telah merilis peringatan grafis kepada publik tentang bahaya yang ditimbulkan oleh persenjataan yang belum meledak. “Rezim teroris ini ingin melukai warga sipil dan bahkan telah menggunakan senjata yang tersebar luas untuk memaksimalkan cakupan kerusakan,” kata Mayjen Effie Defrin, juru bicara militer Israel, dalam sebuah konferensi pers.
Tanda-Tanda Meningkatnya Konflik
Konvensi tentang Bom Tandan (CCM) 2008, yang mulai berlaku pada tahun 2010, melarang penggunaan, pengembangan, produksi, perolehan, dan pemindahan bom tandan. Hingga saat ini, 111 negara dan 12 organisasi lainnya telah menandatangani perjanjian tersebut. Namun, negara-negara utama seperti Israel, Iran, Amerika Serikat, Rusia, Tiongkok, dan India belum bergabung. Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa, 99% dari persediaan bom tandan global telah dimusnahkan berdasarkan perjanjian tersebut.
Bonnie Docherty dari Human Rights Watch menjelaskan bahwa bom cluster “tidak dapat membedakan antara personel militer dan warga sipil karena bom tersebut menyebarkan bom kecil ke area yang luas dan meninggalkan bom yang tidak meledak yang menyerupai ranjau darat.”
Israel pernah menggunakan bom cluster sebelumnya, terutama dalam perang Lebanon tahun 2006. Baru-baru ini, baik Rusia maupun Ukraina telah menggunakan bom cluster dalam konflik, dan AS juga memasok bom cluster ke Ukraina pada tahun 2023, menurut CSIS.
Dugaan penggunaan bom cluster oleh Iran, kemungkinan rudal Qiam atau Khorramshahr, menunjukkan adanya pergeseran strategi militer yang bertujuan untuk memaksimalkan cakupan target, bahkan dengan risiko jatuhnya korban sipil. “Terkadang Anda tidak memerlukan tingkat kerusakan seperti itu, hanya memiliki distribusi geografis saja sudah cukup,” kata Fabian Hinz dari International Institute for Strategic Studies kepada The New York Times.
Ketika Iran dan Israel meningkatkan aktivitas militer mereka, penggunaan senjata kontroversial ini tidak hanya menandakan eskalasi konflik tetapi juga menimbulkan peringatan tentang bahaya jangka panjang bagi warga sipil. Bahaya ranjau darat dapat bertahan lama setelah konflik berakhir.