Ketua Lembaga Dakwah PBNU, KH. Abdullah Syamsul Arifin
Bogor (Kemenag) — Ketua Lembaga Dakwah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LD PBNU), KH. Abdullah Syamsul Arifin, mengungkapkan pentingnya masjid sebagai pusat dakwah lingkungan hidup. Menurutnya, masjid memiliki peran strategis dalam menyampaikan pesan kemaslahatan umat, termasuk isu ekoteologi.
“Kenapa harus melalui masjid? Kenapa harus memaksimalkan fungsi masjid? Dari hasil beberapa penelitian, tidak ada orang yang mampu mendengarkan perkataan orang lain seefektif di dalam masjid melalui khotbah,” ujarnya pada kegiatan Focus Group Discussion Pembinaan Dakwah Ekologis Masjid yang digelar Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama di Bogor, Jumat (13/6/2025).
Ia menjelaskan, pesan-pesan terkait kesadaran lingkungan harus terus disampaikan para khatib di mimbar-mimbar masjid. “Masjid tidak boleh dibatasi hanya pada urusan ibadah semata, melainkan harus menjadi sarana membangun kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga lingkungan,” terangnya.
Untuk mendukung hal tersebut, pihaknya mendukung penyusunan buku panduan dakwah ekologis yang dapat menjadi rujukan bagi para khatib, aktivis masjid, takmir, dan jemaah dalam upaya penyadaran ekologi yang terarah dan berkelanjutan.
Abdullah mengatakan, hubungan manusia dengan lingkungan bukanlah hubungan penguasa dengan yang dikuasai, melainkan hubungan yang sinergis dan saling mendukung. Kesadaran umat yang ramah lingkungan, katanya, dapat dibangun melalui pemahaman tujuan penciptaan langit dan bumi, serta peran manusia sebagai khalifah di muka bumi.
Ia mencontohkan pohon mangga yang berbuah sangat banyak. Menurutnya, jika hanya untuk kebutuhan pohon itu sendiri atau binatang, jumlah buah tidak perlu sebanyak itu. Buah mangga, demikian pula berbagai jenis tanaman lainnya, diciptakan untuk kepentingan manusia.
Hal serupa juga berlaku pada hewan ternak. Abdullah mencontohkan sapi perah yang menghasilkan susu dalam jumlah besar, jauh melebihi kebutuhan anaknya. Hal ini menunjukkan anugerah Allah yang disediakan untuk manusia agar dapat dimanfaatkan dengan bijak.
Ia mengingatkan, bencana alam terjadi karena keserakahan manusia yang memandang alam hanya sebagai faktor produksi. Pandangan hidup terhadap alam harus diubah menjadi cara pandang yang menempatkan alam sebagai bagian dari kehidupan yang harus dijaga.
Untuk itu, ia mengusulkan agar pemerintah merancang masterplan pengembalian keaslian lingkungan secara berani dan revolusioner. “Program pelestarian lingkungan harus dimasukkan ke dalam kurikulum sekolah dasar hingga perguruan tinggi agar tercipta revolusi berpikir dalam memandang alam,” ungkapnya.
Sementara itu, Direktur Urusan Agama Islam dan Bina Syariah Kementerian Agama, Arsad Hidayat, menambahkan, krisis lingkungan seperti perubahan iklim, kerusakan hutan, dan kekeringan berdampak langsung pada kehidupan manusia, mulai dari kesehatan, ekonomi, hingga spiritual.
Ia mengungkapkan, pelestarian lingkungan tidak lagi hanya menjadi tugas ilmuwan dan aktivis, tetapi juga tanggung jawab bersama seluruh elemen masyarakat, termasuk komunitas keagamaan. Indonesia sebagai negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia memiliki potensi besar untuk mendorong perubahan melalui pendekatan religius.
“Dalam Islam, manusia diamanahkan sebagai khalifah di bumi, menjaga keseimbangan alam, dan dilarang membuat kerusakan. Karena itu, kajian ini menjadi wujud sinergi Kemenag dan LD PBNU agar masjid tampil sebagai pelopor gerakan pelestarian lingkungan,” tandas Arsad.
(Wcp/Mr)