Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) kembali mengingatkan pentingnya pengawasan terhadap praktik daur ulang nomor seluler yang dilakukan oleh operator.
Hal ini menyusul meningkatnya laporan penyalahgunaan nomor ‘bodong’ yang kerap digunakan untuk aksi penipuan digital, judi online, hingga distribusi konten ilegal.
Direktur Eksekutif ATSI, Marwan O. Baasir, menegaskan bahwa proses daur ulang sebenarnya telah memiliki dasar hukum yang kuat.
Baca juga: Indosat, Kemkomdigi, dan Mastercard Luncurkan Modul Pelatihan Cybersecurity
Namun, ia menyebut pengawasan dalam praktiknya masih kurang maksimal, sehingga membuka celah bagi kejahatan digital yang melibatkan nomor ponsel yang sudah tidak digunakan oleh pemilik sebelumnya.
Nomor Daur Ulang dan Aturannya
Daur ulang nomor ponsel adalah mekanisme standar dalam industri telekomunikasi. Setelah nomor tidak aktif selama masa tertentu, operator akan menarik kembali nomor tersebut dan menyimpannya selama masa tenggang, sebelum akhirnya didistribusikan ke pengguna baru.
Proses ini mengacu pada Peraturan Menteri Kominfo Nomor 14 Tahun 2018, yang menetapkan bahwa nomor yang tidak digunakan selama 60 hari akan dinyatakan hangus.
“Ada masa tenggang 90 hingga 180 hari sebelum nomor didaur ulang kembali oleh operator. Regulasi ini ditujukan agar penggunaan sumber daya numerik tetap efisien,” jelas Marwan di sela-sela acara forum diskusi Selular Business Forum di Jakarta, Rabu (16/7/25).
Selain itu, berdasarkan Peraturan Menteri Kominfo Nomor 5 Tahun 2021, satu Nomor Induk Kependudukan (NIK) hanya bisa dipakai untuk mendaftarkan maksimal tiga nomor per operator. Aturan ini ditujukan untuk mencegah penyalahgunaan identitas dan pembelian kartu SIM dalam jumlah besar secara ilegal.
Maraknya SIM Bodong dan Lemahnya Pengawasan
Meski peraturan sudah diterbitkan, fakta di lapangan menunjukkan bahwa SIM card tak resmi atau bodong masih mudah ditemukan. Kartu semacam ini menjadi pintu masuk utama bagi berbagai tindak kejahatan digital.
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bahkan sempat menyoroti lemahnya kontrol terhadap distribusi kartu SIM, yang menyebabkan banyak nomor digunakan untuk tujuan negatif tanpa proses verifikasi yang sah.
Baca juga: Ramai Isu Kuota Hangus, Ini Kata Telkomsel!
Menurut Marwan, penyalahgunaan nomor daur ulang juga berkontribusi pada permasalahan ini, karena banyak pengguna baru tidak sadar bahwa nomor yang mereka pakai sebelumnya pernah dimiliki orang lain dan bisa saja sudah terasosiasi dengan aktivitas mencurigakan.
Peran Penting Operator dan Masyarakat
Untuk mencegah hal ini, Marwan menekankan pentingnya sinergi antara operator, pemerintah sebagai regulator, dan masyarakat sebagai pengguna layanan.
“Kalau bicara soal penipuan menggunakan nomor daur ulang, maka solusi utamanya adalah memperkuat pengawasan ruang digital. Masyarakat juga punya peran penting dalam pelaporan,” tegasnya.
Masyarakat yang menemukan aktivitas mencurigakan atau menjadi korban penipuan melalui nomor seluler bisa melaporkannya ke call center Kominfo di nomor 159. Laporan semacam ini sangat krusial agar otoritas bisa mengambil tindakan cepat.
ATSI juga mendorong operator seluler untuk lebih proaktif dalam melakukan edukasi kepada pelanggan, terutama terkait penggunaan nomor daur ulang dan potensi risikonya.
Konsumen juga perlu diberikan informasi yang jelas mengenai status nomor yang mereka gunakan, serta diberikan peringatan apabila nomor pernah dipakai sebelumnya untuk aktivitas mencurigakan.
“Transparansi informasi kepada konsumen akan membantu mengurangi potensi penyalahgunaan. Masyarakat harus tahu apa yang mereka beli,” pungkas Marwan.