Instagram baru saja memperbarui kebijakan siaran langsung dengan menempatkan ambang batas 1.000 pengikut sebagai syarat mutlak untuk akun publik. Notifikasi mendadak ini mulai bermunculan di layar pengguna selama beberapa hari terakhir, menandai pergeseran signifikan dari kebijakan lama yang lebih terbuka lebar.
Dikutip dari Engadget, Senin (4/8/2025), dengan cepat, gelombang reaksi mengalir sebagian kreator besar menyambut positif demi stabilitas siaran, sementara akun kecil merasakan kekhawatiran atas akses yang tiba-tiba terkunci.
Meta, induk perusahaan Instagram, secara resmi mengonfirmasi bahwa aturan baru ini dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas pengalaman menonton dan penyiaran bagi khalayak luas.
Dalam pernyataannya, Meta menekankan pentingnya keandalan streaming, mulai dari ketahanan server hingga kelancaran fitur interaktif seperti tanya jawab dan reaksi real time. Tanpa mengurai detail teknis, perusahaan tersebut meyakini bahwa akun yang telah mencapai angka 1.000 pengikut cenderung memiliki basis audiens yang lebih stabil dan siap berinteraksi.
Perubahan ini tidak hanya berlaku untuk akun publik. Instagram mengisyaratkan bahwa akun privat juga akan menghadapi ambang yang sama dalam beberapa pekan mendatang.
Bagi kreator yang selama ini mengandalkan siaran eksklusif untuk “Close Friends”, era baru ini memaksa mereka memilih antara menumbuhkan jumlah pengikut secara cepat atau tetap berkutat dengan siaran sangat terbatas kepada tiga teman dekat.
Menilik tren di platform lain, kebijakan Instagram sebenarnya sejalan dengan TikTok yang juga menetapkan 1.000 pengikut sebagai syarat Live sejak 2024. Sementara itu, YouTube mengadopsi pendekatan lebih longgar dengan batas hanya 50 subscriber.
Meta tampaknya menggabungkan kriteria kuantitatif dan kriteria engagement, berusaha menyaring kiriman langsung agar lebih berkualitas sekaligus mengurangi beban operasional infrastruktur.
Bagi kreator mikro dengan komunitas di bawah 1.000 pengikut, tantangan terbesar kini adalah mempertahankan gairah produksi konten sekaligus mempercepat pertumbuhan audiens. Banyak dari mereka yang beralih fokus pada Reels dan IGTV, memanfaatkan algoritma Instagram yang masih memprioritaskan video pendek.
Di saat bersamaan, kolaborasi lintas akun dan interaksi rutin melalui Stories menjadi kunci membangun koneksi emosional yang nyata.
Tak hanya soal angka, kini engagement rate menjadi mata uang tersendiri. Kreator yang berhasil menanamkan rutinitas interaksi misalnya polling interaktif, kuis harian, atau sesi Q&A dalam Stories berpotensi memicu pertumbuhan pengikut organik lebih cepat daripada sekadar mengejar jumlah follower dengan cara instan.
Pendekatan ini selaras dengan harapan Meta agar konten Live hadir dengan komunitas yang sudah terikat oleh cerita atau minat bersama.
Di balik keramaian opini pro dan kontra, sejumlah kreator menemukan peluang baru. Mereka memanfaatkan platform alternatif seperti Clubhouse atau Discord untuk hosting diskusi audio, kemudian mengarahkan audiens ke Instagram saat sudah mencapai ambang batas.
Selain itu, brand partnership kini mensyaratkan tingkat keterlibatan lebih tinggi daripada sekadar jumlah follower, sehingga akun dengan pengikut setia berpeluang meraih tawaran moneter lebih menggiurkan.
Melangkah ke depan, kita bisa menengok bagaimana Instagram akan menjaga keseimbangan antara eksklusivitas dan inklusivitas. Apabila 1.000 follower menjadi tiket utama, bukan tidak mungkin muncul fitur baru yang bersifat progresif misalnya tahap uji coba Live bagi akun dengan engagement tinggi meski follower-nya masih di bawah ambang.
Di satu sisi, kebijakan ini memaksa setiap kreator untuk merefleksikan kembali strategi konten mereka. Di sisi lain, Meta terus berinovasi demi merancang pengalaman Live yang lebih kaya, mulai dari stiker interaktif hingga integrasi belanja in-app.
Pada akhirnya, Instagram Live 2025 bukan sekadar babak baru batasan teknis, melainkan juga momentum bagi kreator untuk mengukir cara-cara fresh membangun komunitas yang kokoh dan berdaya saing tinggi.