Anggota Amirulhaj yang juga Ketua Umum ICMI Arif Satria.
Makkah (Kemenag) — Perjuangan dan ketangguhan Siti Hajar mencari air Zamzam untuk sang buah hati, Nabi Ismail as., patut menjadi teladan bagi manusia dalam mengemban tugas sebagai khalifah fil ardl dan membangun peradaban bangsa menjadi lebih maju.
Perjuangan ini kemudian terabadikan dalam ritual berjalan dari bukit Shafa ke Marwa yang dalam rangkaian ibadah haji disebut dengan Sa’i. Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Arif Satria memaparkan, setidaknya ada dua makna Sa’i yang menjadi spirit kita untuk membangun bangsa Indonesia.
‘Shafa dan Marwa dulunya adalah dua bukit yang tandus dan tempat yang sakral. Karena Siti Hajar berlari-lari kecil Shafa – Marwa hingga tujuh kali dengan (total) jarak sekitar 3 km,” kata Arif dalam konferensi pers, Senin (9/6/2025) di Makkah.
Arif mengatakan, makna yang pertama yaitu perjuangan Siti Hajar yang luar biasa, penuh kesabaran dan pantang menyerah dalam menemukan sumber air untuk putranya Nabi Ismail. “Siti Hajar rela naik turun bukit Safa dan Marwa hingga tujuh kali. Siti Hajar tidak pasrah dengan keadaan dan tiada lelah dalam ketidakpastian, karena kasih sayangnya yang luar biasa kepada Nabi Ismail,” katanya.
Kasih sayang yang besar kepada Nabi Ismail, kesetiaan yang luar biasa kepada Nabi Ibrahim, serta ketaatan kepada Allah Swt, menjadi energi besar bagi Siti Hajar untuk terus mencari sumber air di antara bukit Shafa dan Marwa. Hingga kesabaran Siti Hajar tersebut berbuah hasil memancarnya air Zamzam.
Menurut Arif, perjuangan Siti Hajar tersebut memberikan ibrah (pelajaran) kepada kita bahwa tawakkal dan kesabaran bukanlah dalam kondisi pasif, namun harus disertai dengan perjuangan dan usaha keras.
“Keikhlasan kesabaran adalah pondasi dalam perjuangan dan kerja keras yang ditunjukkan oleh Siti Hajar dan membuahkan hasil, itu memberikan pelajaran kepada kita untuk kerja keras dan kerja keras,” ungkapnya.
Allah akan menilai dari kualitas usaha kita. Ini akan membuktikan kualitas unggul kita. Sebagaimana firman Allah dalam QS Al-Mulk : 2.
ٱلَّذِى خَلَقَ ٱلْمَوْتَ وَٱلْحَيَوٰةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا ۚ وَهُوَ ٱلْعَزِيزُ ٱلْغَفُورُ
Artinya: Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun,
Maka makna perjuangan Siti Hajar yang penuh dengan kerja keras, pantang menyerah, kesabaran dan tawakkal ini patut kita jadikan teladan untuk berjuang bersama membangun bangsa.
Makna yang kedua, lanjut Arif, Shafa dan Marwah adalah sebagai spirit kita untuk membangun bangsa dilandasi dengan ilmu pengetahuan.
Arif mengatakan, Sahfa dan Marwa menjadi Asbabun Nuzul turunnya ayat ‘Ulul Albab’.
Pada saat itu, kaum Quraisy bertanya kepada umat Nabi Musa tentang kelebihan Nabi Musa. Mereka mengatakan, bahwa Nabi Musa memiliki mukjizat tongkat. Kemudian mereka bertanya kepada umat Nasrani tentang apa kelebihan Nabi Isa. Maka umat Nasrani menjawab Nabi Isa memiliki mukjizat bisa menghidupkan orang mati dan bisa menyembuhkan penyakit kusta.
Lalu suku Quraisy bertanya kepada Rasulullah saw, ‘Bisakah engkau menjadikan Shafa dan Marwa menjadi bukit emas untuk suku Quraisy? Maka Rasulullah berdoa kepada Allah Swt untuk memberikan jawaban suku Quraisy, sehingga turun ayat ulul albab, QS Ali ‘Imran Ayat 190
إِنَّ فِى خَلْقِ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ وَٱخْتِلَٰفِ ٱلَّيْلِ وَٱلنَّهَارِ لَءَايَٰتٍ لِّأُو۟لِى ٱلْأَلْبَٰبِ
Artinya: Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal,
Arif mengatakan, ayat tentang ulul albab menjelaskan orang-orang menjalankan proses fikir dan zikir. Ulul Albab meyakini, tidak ada ciptaan Allah yang sia-sia termasuk bukit Safa dan marwa.
“Karena itu kita harus hadir dengan kekuatan sains dan ilmu pengetahuan, yang penting untuk menguak rahasia kebesaran Allah swt dan menjadi bekal kita untuk keberlangsungan hidup di bumi,” kata Arif.
“Ketika kita bicara Shafa dan Marwa dalam konsep Ulul Albab, maka ia memiliki karakter yang suci dan memadukan implementasi ilmu pengetahuan untuk kehidupan,” lanjut Arif.
Menurut Arif, dua hal tersebut, yaitu ketangguhan dan kesabaran Siti Hajar dalam berjuang, serta haji yang bersih untuk memanfaatkan teknologi dan ilmu pengetahuan, menjadi benih bagi tumbuhnya peradaban baru ke depan.
“Apalagi kita punya mimpi besar agar Indonesia menjadi baldatun thoyyibatun wa robbun ghofuur, dengan kekuatan hati, zikir da fikir,” pungkasnya.