Devi Laily Wahyu Utami dan ayahnya Edi Siswanto , jemaah haji asal Kabupaten Kendal selalu tersenyum kendati harus menempuh jarak jauh perjalanan dari tenda Mina ke jamarat.
Makkah (Kemenag) — Entah sudah berapa ribu langkah kaki ditempuh oleh Devi, jemaah haji kloter 28 Embarkasi Solo (SOC 28) asal Kabupaten Kendal, Jawa Tengah.
Berjalan sekitar 5 km dari tenda Mina menuju Jamarat, tidak menjadikan senyum Devi Laily Wahyu Utami, gadis berusia 24 tahun ini pudar. Padahal, Devi membawa puluhan kg beban di pundaknya, dan puluhan kg ransel yang ia kalungkan di lehernya. Sepertinya Devi menjalaninya dengan ikhlas tanpa mengeluh sedikitpun.
Pun dengan sang Ayah, Edi Siswanto. Pria berusia 64 tahun ini sebenarnya sudah tidak laik berjalan. Lantaran ada masalah di kakinya. Mungkin karena usia yang semakin lanjut. Tapi dengan semangat yang tinggi, ia tekadkan langkah dari tenda Mina menuju Jamarat dengan puluhan ribu langkah kaki dan senyuman nan tulus.
Devi dan Edi juga ditemani oleh beberapa jemaah satu kloter yang kebetulan tinggal di hotel 218, Syisyah Makkah. “Kami ingin Tanazul mandiri Mbak, bisa minta tolong ditunjukkan jalan pulang menuju hotel kami,” kata Devi yang baru saja menyelesaikan jumrah aqabah bersama rombongan, Jumat (6/6/2025).
Saya tak tega melihat Devi menanggung beban berat di pundaknya. Mana bisa dengan barang bawaan sebanyak itu, perempuan berperawakan ramping itu mampu menggendongnya dalam jarak jauh. Tapi ia tak merasa keberatan dan tetap tersenyum.
Lalu saya tawarkan bantuan. “Boleh saya bawakan tasnya,” tanya saya.
“Tapi ini berat lho Mbak,” jawabnya.
“Mari saya bawakan,” Ia pun mengulurkan tas ransel yang Masya Allah memang berat itu kepada saya.
Saya diterima rekan saya dari Tim Media Center Haji (MCH) Andika dan Yunus, yang saat itu piket di tim Mobile Crisis Rescue (MCR) di posko jamarat mengawal Devi dan Rombongan menuju hotel 218.
Devi dan rombongan ini memang memilih Tanazul, karena hotelnya yang hanya berjarak sekitar 1 km ke jamarat.
“Terima kasih ya Mas, Mbak, sudah dibantu, sudah dibawakan tasnya,” ucap Devi.
“Tidak apa Mbak, sudah tugas kami,” kata saya.
Batin saya , bantuan itu belum seberapa dan belum apa-apa dibandingkan jihad Devi dan rombongan berjalan menyusuri tenda-tenda Mina untuk sampai ke Jamarat demi menunaikan wajib haji melempar jumroh.
Kemudian saya teringat ucapan Musytasyar Dini PPIH Arab Saudi, Badriyah Fayumi. Beliau mengatakan, apabila perjalanan dari tenda Mina menuju Jamarat terasa melelahkan, anggaplah itu sebagai perjalanan untuk meraih cinta dan Ridlo Allah Swt.
“Saya sebenarnya ikut murur. Tapi saya ke jamarat nya jalan kaki. Ya sudah dijalani saja bareng-bareng,” ungkap Edi.
Mungkin yang dirasakan Devi dan rombongan adalah, mereka menganggap perjalanan jauh ini sebagai jihad yang harus dilakukan oleh seseorang yang berhaji dan menuju kecintaan kepada Ilahi Rabbi. Subhanallah, menangis haru batin saya.
Apresiasi Positif
Sepanjang melaksanakan haji, Devi dan rombongan mengakui mendapatkan pelayanan yang memuaskan. Baik hotel, konsumsi, hingga transportasi.
“Di sini saya kerjaannya makan, tidur ibadah. Kerjaannya hanya itu. Tambah berat badan,” seloroh Edi.
“Pengennya haji terus. Fasilitas bagus, fasilitas menyenangkan sekali, sangat luar biasa,” kata Edi.
“Tapi ada yang kurang Mbak. Rasanya kurang lama di sini. Luar biasa serba istimewa,” timpal jemaah lainnya.
Edi mengapresiasi petugas yang sangat siap sedia mengulurkan bantuan kapan pun dibutuhkan. “Petugasnya Luar biasa. Siapa saja dibantu tanpa pandang bulu. Pokoknya kalau ada bantuan, petugas selalu siap. Sampai barang bawaan saya dibawakan. Terima kasih,” kata ayahnya.
Devi dan rombongan kloter SOC 28 ini adalah gambaran ketulusan, keikhlasan dan kegembiraan jemaah haji Indonesia dalam menunaikan ibadah nan suci. Tak peduli harus dilakoni dengan kelelahan, namun rasa lelah itu berubah menjadi keceriaan apabila dijalani bersama-sama dan saling menguatkan.