Umat Islam kini tengah menyambut Hari Raya Idul Adha 1446 H, yang tahun ini bertepatan dengan Jumat, 6 Juni 2025. Perayaan Idul Adha senantiasa berlangsung meriah di berbagai belahan dunia Islam. Gema takbir menggema dari Timur hingga Barat, dari desa hingga kota. Beragam tradisi lokal turut memeriahkan suasana, mulai dari pawai obor, lomba takbiran, hingga kegiatan sosial yang mempererat ikatan antarmasyarakat.
Hari raya ini dikenal juga sebagai Hari Raya Kurban dan Hari Raya Haji, karena bertepatan dengan jutaan umat Islam yang sedang menunaikan ibadah haji di Tanah Suci. Idul Adha memiliki makna historis dan spiritual yang dalam, khususnya terkait kisah pengorbanan Nabi Ibrahim AS dan putranya, Nabi Ismail AS, sebuah teladan abadi tentang ketaatan dan kepasrahan kepada Allah SWT.
Idul Adha bukan sekadar hari penuh kemeriahan, tetapi juga momentum menumbuhkan cinta, kasih sayang, dan semangat pengorbanan. Kebahagiaan itu terwujud dalam berbagai bentuk ibadah, seperti shalat Id berjamaah, ibadah haji, dan penyembelihan hewan kurban yang sarat makna.
Dalam shalat Id, kita berdiri sejajar, tanpa memandang pangkat atau status sosial menghadap ke arah yang sama. Semua sama di hadapan Allah, yang membedakan hanyalah ketakwaan. Demikian pula para jamaah haji di Tanah Suci, yang datang dari berbagai bangsa dengan latar belakang sosial dan budaya berbeda, namun disatukan oleh iman, menyeru dalam kalimat tauhid yang sama. Dari sini tumbuh semangat persaudaraan, persatuan, dan perdamaian umat.
Sebagaimana kita ketahui, ibadah kurban bermula dari peristiwa agung dalam sejarah kenabian yaitupengorbanan Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS. Ini bukan sekadar kisah simbolik, tetapi teladan nyata tentang kepatuhan, pengorbanan, dan keikhlasan dalam menjalankan perintah Allah. Ketika para sahabat bertanya kepada Rasulullah SAW tentang makna kurban, beliau menjawab tegas, “Ini adalah sunnah dari bapak kalian, Ibrahim AS.”
Kurban bukan semata soal menyembelih hewan, melainkan wujud konkret ketaatan, keikhlasan, dan cinta kepada Allah. Banyak umat Islam telah mempersiapkannya jauh-jauh hari, ada yang menabung berbulan-bulan, menyisihkan sebagian rezeki untuk membeli hewan terbaik, ada pula yang menyalurkannya melalui lembaga amanah ke berbagai pelosok negeri. Semua dilakukan demi meraih ridha Allah SWT.
Namun, masih ada yang memandang Idul Adha sebagai seremoni tahunan belaka. Mereka hadir di lapangan dengan pakaian terbaik dan kemampuan finansial memadai, namun merasa berat untuk berkurban. Padahal, qurban adalah salah satu bentuk ibadah paling nyata dalam membuktikan cinta kepada Allah.
Idul Adha sejatinya adalah momen sakral yang menyatukan cinta, pengorbanan, dan kepedulian dalam satu denyut spiritual. Nilai kurban mencerminkan ketaatan dan kerelaan untuk berkorban demi menjalankan perintah Tuhan. Cinta sejati kepada Allah ditunjukkan melalui kepatuhan dan tindakan, seperti yang dicontohkan Nabi Ibrahim AS. Ketika diperintahkan menyembelih putranya yang sangat dicintai, ia tidak ragu, tidak bertanya atau menawar, akan tetapi ia taat sepenuhnya.
Kini, kita tidak diminta mengorbankan anak, melainkan sebagian kecil harta dalam bentuk hewan kurban. Namun, masih banyak yang merasa berat melakukannya, meski memiliki kelebihan rezeki. Padahal, kurban juga menumbuhkan kepekaan sosial. Setiap hewan yang disembelih mencerminkan cinta dan kerendahan hati untuk berbagi dengan sesama.
_Ikhtiar Mencegah Stunting dan Penguatan Ekoteologis_
Kurban semakin sempurna, kalau pembagian daging kurban dilakukan dengan baik, dengan memperhatikan siapa yang paling membutuhkan. Maka untuk distribusi ini perlu direncanakan secara cermat agar tidak menumpuk di satu tempat. Karena, jika dikelola dengan tepat dan merata, daging kurban bisa menjadi solusi nyata bagi masalah sosial, termasuk stunting yang masih mengancam generasi bangsa.
Mayoritas ulama menganjurkan pembagian daging kurban dalam tiga bagian, sepertiga untuk keluarga, sepertiga untuk kerabat dan sahabat, serta sepertiga untuk fakir miskin. Hal ini merujuk pada praktik Rasulullah SAW, sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Hajj ayat 28: “Makanlah sebagian daripadanya dan berilah makan orang-orang miskin dan yang membutuhkan.”
Stunting masih menjadi persoalan serius di banyak wilayah. Banyak anak mengalami kekurangan gizi kronis, terutama protein hewani. Jika distribusi daging kurban diarahkan secara tepat ke mereka yang mereka yang membutuhkan atau ke daerah terpencil, panti asuhan, dan keluarga prasejahtera, maka ibadah kurban bukan hanya menjadi wujud ketaatan, tetapi juga kontribusi nyata menyelamatkan masa depan bangsa.
Selain itu, momentum pengorbanan ini juga sesuai dengan semangat untuk memperkuat kepedulian terhadap lingkungan, dengan menghilangkan ego dan kepentingan individu demi kemaslahatan ummat. Seperti hanya di dataran tinggi Gayo, Takengon Aceh Tengah, disana ada danau Laut Tawar, anugerah Allah SWT yang luar biasa dan menjadi identitas masyarakat Gayo. Sudah seharusnya semangat berkurban ini kita aplikasikan dalam menjaga dan merawatnya. Semua bertanggungjawab untuk kelestarian danau kebanggaan masyarakat Gayo itu.
Menjaga alam adalah amanah sebagai khalifah di muka bumi. Semangat kurban harus melampaui penyembelihan hewan, kita juga perlu mengorbankan ego, kerakusan, dan ketidakpedulian demi kelestarian lingkungan.
Maka sejatinya Idul Adha adalah waktu refleksi bagaimana hubungan kita dengan sang pencipta, sesama insan, dan alam? Cinta kepada Allah tidak cukup diucapkan, tetapi harus dibuktikan dengan tindakan nyata. Kurban adalah ibadah multidimensi, spiritual, sosial, dan ekologis. Ia menjadi pengabdian kepada Tuhan, jembatan solidaritas antar umat manusia (ḥablun minannas), dan wujud tanggung jawab ekologis sebagai penjaga bumi.
Mari jadikan Idul Adha tahun ini sebagai momen perubahan. Bukan hanya menyembelih hewan, tetapi juga berbagi secara adil, peduli pada gizi anak-anak, dan menjaga kelestarian lingkungan. Momentum ini untuk pembuktian bahwa cinta sejati lahir dari pengorbanan, dan ketaatan kepada Tuhan harus berjalan seiring dengan kepedulian terhadap sesama dan alam semesta.
Wahdi, MS, MA (Kepala Kantor Kementerian Agama Aceh Tengah)