Wakil Menteri Agama RI Romo KH R Muhammad Syafi’i.
Makkah (Kemenag) — Menjelang puncak ibadah haji Arafah, Muzdalifah dan Mina (Armuzna), Wakil Menteri Agama RI Romo KH R Muhammad Syafi’i menyampaikan sejumlah pesan kepada jemaah haji.
Wamenag mengatakan, Arafah adalah gambaran manusia dalam keadaan mati dan dikumpulkan kembali di padang Mahsyar. “Di tahapan Armuzna, kita seolah-olah dalam keadaan mati,” kata Wamenag
Di Arafah, seluruh jemaah haji memakai pakaian ihram. Keadaan di mana semua manusia sama di hadapan Allah Swt. “Di Arafah, kita tidak memakai pakaian lain kecuali ihram. Kita berkumpul dan berjalan bersama. Tidak ada yang membedakan manusia satu dan lainnya walaupun manusia dengan pangkatnya di dunia,” katanya.
Arafah adalah miniatur padang Mahsyar. “Kita semua merendahkan diri kepada Allah Swt dan mengharapkan ridho Allah Swt,” tuturnya.
Setelah dari Arafah, jemaah akan bergerak menuju Muzdalifah. Di Muzdalifah ini, jemaah wajib Mabit (menginap) dan mengumpulkan batu kerikil, kemudian berlanjut ke Mina.
“Kita persiapkan diri ke Muzdalifah dan menceker diri mencari kerikil. Kita pertahankan kerendahan diri kita di hadapan Allah Swt,” kata Wamenag.
Kerikil itu lalu dibawa ke Mina untuk lontar jumrah, dengan menangkis semua godaan setan.
“Kita gunakan semua kekuatan yang kita punya untuk melempar jumrah,’ ucapnya.
Rawat Kemabruran Haji
Wamenag mengatakan, seusai haji, tugas jemaah adalah menjaga kemabruran haji. Menurutnya, haji yang mabrur adalah haji yang membawa diri semakin bertakwa kepada Allah Swt setelah pulang ke tanah air.
Wamenag menjelaskan ciri-ciri haji mabrur, yaitu tidak ada sesuatu pun yang dibanggakan kecuali keinginanannya untuk mentaati Allah.
“Harta dipakai untuk mentaati Allah, jabatan dipakai untuk mentaati Allah,” katanya.
“Haji mabrur adalah menggunakan harta dan jabatan dan semua yang dimiliki nya untuk mentaati Allah Swt. Ibadah mahdah semakin meningkat, dan ibadah sosialnya semakin dirasakan oleh sesama,” pungkasnya.