Reformasi Birokrasi (RB) adalah agenda strategis nasional untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih, efektif, transparan, dan berorientasi pelayanan.
Predikat prestisius Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM) adalah bukti nyata transformasi menuju layanan publik prima dan akuntabel.
Namun, data menunjukkan tantangan berat: hanya sekitar 12% unit kerja (satker) yang berhasil naik dari WBK ke WBBM dalam penilaian 2023, dan beberapa satker WBBM bahkan gagal mempertahankan statusnya.
Keberhasilan meraih dan mempertahankan WBK/WBBM harus dimaknai sebagai tanggung jawab moral dan komitmen berkelanjutan, karena memang bukan cuma capaian administratif.
Stagnasi atau kemunduran organisasi–ditandai oleh kegagalan naik tingkat atau kehilangan predikat, adalah alarm serius. Ini mengindikasikan lemahnya budaya continuous improvement dan rapuhnya komitmen terhadap pilar-pilar RB, terutama pencegahan korupsi, pelayanan berkualitas, serta tata kelola yang baik.
Mengkhawatirkan
Kegagalan mempertahankan WBK/WBBM bukan hanya melemahkan reputasi satker, tapi juga menggerus citra institusi secara keseluruhan.
Di era keterbukaan informasi, sorotan publik terhadap kegagalan ini dapat mengikis kepercayaan masyarakat terhadap kemampuan pemerintah menyediakan layanan yang bersih, transparan, dan profesional.
Landasan Hukum
Pelaksanaan RB berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025. Juga Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Permenpan RB) Nomor 38 Tahun 2017 tentang Standar Kinerja Unit Penyelenggara Pelayanan Publik (yang mencakup aspek WBK/WBBM).
Peraturan-peraturan ini menunjukkan komitmen negara dalam melakukan transformasi birokrasi secara menyeluruh. Mulai dari mindset hingga budaya pelayanan. Sehingga birokrasi memiliki jiwa, mempunyai logika, dan terampil melayani–seperti hidup bernyawa. Tentu saja, selain transparan, akuntabel juga mampu memberikan layanan publik yang memuaskan.
Kolaborasi
Agar RB meresap menjadi DNA organisasi dan predikat WBK/WBBM, sifat-sifat dan karakternya tetap terjaga, komitmennya berkelanjutan, maka diperlukan pembagian peran sinergis antarunit pentingnya.
Pertama, Pimpinan Puncak (Menteri/Kepala Lembaga, Sekjen, Dirjen) harus memastikan komitmen RB menjadi prioritas strategis. Oleh karena itu, alokasikan sumber daya (anggaran, SDM), ciptakan iklim organisasi yang bertegritas dan berinovasi, serta bertanggung jawab atas capaian IRB institusi.
Kedua, Pejabat Pembina RB (PPRB) & Tim RB di Setiap Eselon perlu melakukan koordinasi, memantau, dan mengevaluasi implementasi program RB secara konkret di unit masing-masing.
Memastikan program continuous improvement berjalan, dokumen terkini, dan praktik lapangan sesuai standar WBK/WBBM. Melakukan sosialisasi intensif kepada seluruh ASN.
Ketiga, Setiap Aparatur Sipil Negara (ASN) agar menjalankan tugas dengan integritas tinggi, berorientasi pelayanan prima, adaptif terhadap perubahan, dan proaktif memberikan ide inovasi, serta mampu memahami dan menerapkan nilai-nilai RB dalam aktivitas sehari-hari.
Keempat, Unit Pengawasan (Inspektorat) hendaknya konsisten melakukan pengawasan yang proaktif dan preventif, tidak hanya mencari kesalahan tetapi juga mendorong perbaikan. Memastikan temuan audit ditindaklanjuti dan sistem pengendalian intern berfungsi efektif untuk mencegah korupsi dan maladministrasi.
Kelima, Bagian Organisasi dan SDM agar memastikan struktur organisasi mendukung efisiensi dan efektivitas pelayanan. Menyelenggarakan pelatihan berbasis kompetensi yang relevan dengan kebutuhan RB, serta membangun sistem penghargaan dan sanksi yang jelas terkait kinerja dan integritas.
Budaya RB
Perolehan WBK/WBBM memang bukan tujuan akhir. Unit kerja perlu menguatkan budaya birokrasi yang positif. Perbaikan harus holistik, fokus pada realitas kinerja di lapangan, bukan mengejar kesempurnaan dokumen saja.
Inovasi layanan pun harus terus digalakkan agar relevan dengan kebutuhan masyarakat. Partisipasi publik dalam peningkatan kualitas layanan harus dijadikan masukan berharga.
Oleh karena itu, Reformasi Birokrasi harus berubah dari “program tahunan” menjadi budaya organisasi yang hidup dan bernafas dalam setiap tindakan aparatur.
Hanya dengan komitmen kolektif dan pelaksanaan tugas yang jelas dari semua pihak, predikat WBK/WBBM dapat menjadi cerminan nyata birokrasi kita yang bersih dan melayani.
Penilaian Internal
Di lingkungan Kementerian Agama RI, berdasarkan Surat Sekretariat Jenderal Nomor B-0950/B.IV/OT.00.3/3/2025 tertanggal 25 Maret 2025, penilaian internal tahun ini mencakup 90 satuan kerja dalam kategori calon penerima predikat WBK.
Selain itu, penilaian juga menyasar 11 satker berpredikat WBK dan 4 satker berpredikat WBBM, sehingga total terdapat 105 satuan kerja yang menjadi objek evaluasi.
Adapun penilaian dilakukan dalam tiga tahap serius. Tahap pertana, seleksi administratif yang meliputi kematangan pembangunan ZI minimal 1 tahun; Nilai AKIP minimal B/BB; Capaian kinerja tahun 2024 minimal 100%; Saldo TLHP 0% (Itjen, BPKP, BPK); Pelaporan LHKAN 100% (LHKPN dan SPT); dan Pemenuhan aspek pengawasan lainnya (dumas dan investigasi).
Tahap Kedua adalah desk evaluation yang meliputi desk evaluasi Lembar Kerja Evaluasi (LKE); Validasi hasil Survei Persepsi Anti Korupsi (SPAK) dan Survei Persepsi Kualitas Pelayanan (SPKP); dan wawancara yang dilaksanakan secara virtual.
Penilaian tahap kedua ini dilaksanakan oleh TPI Inspektorat I–IV pada tanggal 2–16 Mei 2025 sesuai dengan wilayah kerja masing-masing.
Selanjutnya Tahap Ketiga, tim evaluator melakukan visitasi lapangan untuk pendalaman unsur yang dievaluasi pada tahap administratif dan wawancara; juga untuk evaluasi kinerja pelayanan publik.
Dalam tahap ketiga juga dicek ketersediaan dan kualitas sarana prasarana PTSP serta perlindungan kelompok rentan; Kebersihan dan kerapihan lingkungan kerja; Inovasi berdampak yang dihasilkan satuan kerja; dan Kekhasan/branding satuan kerja.
Masih di tahap ketiga, dilakukan penilaian tambahan, mencakup indeks pengelolaan arsip dan khusus madrasah, perlindungan anak dan sertifikasi Madrasah Adiwiyata.
Pendekatan ini memastikan evaluasi berjalan holistik, objektif, dan berorientasi pada peningkatan kualitas layanan.
Adapun visitasi tersebut dilaksanakan pada tanggal 17–26 Mei 2025.
Menurut Plh Irjen Aceng Abdul Azis bahwa penilaian internal tahun ini dilaksanakan dengan peningkatan signifikan dalam hal ketelitian, akurasi data, dan kecermatan proses. Agar saat ke Tim Penilai Nasional (TPN), kondisi satker prima.
Hasil Akhir TPI
Dari 105 satker yang dinilai, 30 satuan kerja dinyatakan lolos untuk mengikuti penilaian lanjutan oleh TPN. Hasil ini mencerminkan konsistensi kinerja satker dalam memenuhi standar ketat reformasi birokrasi.
Untuk kategori Calon predikat WBK, terpilih 28 satker yang tersebar di berbagai wilayah. Beberapa yang menonjol antara lain Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an (LPMQ) sebagai lembaga nasional penjaga otentisitas Al-Qur’an; Fakultas Sains dan Teknologi UIN Sunan Gunung Jati Bandung yang menjadi pionir integrasi sains-teknologi dengan nilai keagamaan.
Selanjutnya, kantor-kantor Kemenag seperti Kota Malang, Kab. Buleleng, dan Kab. Pati yang menunjukkan komitmen kuat dalam pelayanan publik.
Satker pendidikan seperti MAN 1 Batam, MAN 2 Yogyakarta, dan MAN 2 Makassar juga masuk daftar berkat inovasi akademik dan tata kelola yang transparan.
Sementara untuk peningkatan status WBK menuju WBBM, dua satker dinilai layak, yaitu Kantor Kemenag Kab. Karangasem yang konsisten dalam layanan publik, serta MAN Karangasem sebagai percontohan madrasah berwawasan lingkungan dan perlindungan anak.
Keberhasilan ini menjadi bukti nyata kolaborasi seluruh pemangku kepentingan dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, dan melayani.
Apresiasi TPI
Inspektorat Jenderal Kementerian Agama RI menyampaikan apresiasi yang tinggi atas dedikasi luar biasa dari Tim Penilai Internal (TPI) pembangunan Zona Integritas yang dipimpin oleh Plh. Inspektur IV, Ade Supriyadi, di bawah koordinator Mawariatul Janawati dan seluruh TPI Inspektorat I, II, III, dan IV.
Apresiasi juga kepada Sekretaris Itjen Kemenag Kastolan, Inspektur V Ahmadun, Kepala Bagian Pengelolaan Hasil Pengawasan dan Pengaduan Masyarakat Darwanto, Ketua Tim Kerja Organisasi dan Tata Laksana Itjen Siti Mudayaroh dan para anggota tim atas pengawalan intensif sepanjang proses penilaian.
Demikian Plh. Inspektur Jenderal Kemenag RI Aceng Abdul Azis, menyampaikan apresiasi tersebut atas integritas, kerja keras, dan komitmen seluruh tim untuk percepatan reformasi birokrasi.
Menurutnya, hanya satuan kerja yang gigih membangun konsistensi, integritas dan komitmen kinerja berdasarkan rambu-rambu RB yang akan melenggang ke tahap spesial di meja TPN. Yuk terus membangun budaya RB, sambil menunggu kapan Kemenpan RB menerjunkan TPN ke 30 satker terbaik. Semangat terus para satker, insyaallah juara.***
Aceng Abdul Azis (Inspektur III pada Inspektorat Jenderal Kementerian Agama)