Raksasa teknologi Google menyatakan akan mengajukan banding atas putusan pengadilan federal Amerika Serikat yang menyatakan perusahaan tersebut memonopoli pasar mesin pencari dan periklanan digital secara ilegal.
Keputusan ini merupakan bagian dari gugatan antitrust besar-besaran yang dapat mengubah peta persaingan teknologi global.
Dalam pernyataan resmi melalui akun X (dulu Twitter), Google menyebut bahwa pihaknya “masih yakin keputusan awal pengadilan keliru dan menantikan proses banding ke depannya.”
Langkah ini muncul menyusul sidang penutup yang digelar pekan lalu oleh Hakim Distrik AS Amit Mehta di Washington, D.C. Sidang tersebut membahas serangkaian proposal dari Departemen Kehakiman AS (DOJ) dan koalisi negara bagian yang mendesak pembatasan serius terhadap praktik bisnis Google.
Antara lain, mereka meminta Google berhenti membayar miliaran dolar kepada Apple dan produsen ponsel pintar lain demi menjadi mesin pencari default di perangkat baru.
Tak hanya itu, DOJ juga menuntut agar Google melepaskan sebagian unit bisnisnya, seperti Google Ad Manager, yang terdiri dari server iklan penerbit dan platform lelang iklan miliknya.
Penegak hukum menilai dominasi Google di bidang pencarian internet telah memberikan keuntungan tak adil dalam pengembangan produk kecerdasan buatan (AI), termasuk Gemini, yang kini bersaing dengan berbagai platform AI generatif lainnya.
Kekhawatiran ini bukan tanpa alasan—data pencarian yang dikumpulkan Google selama bertahun-tahun menjadi bahan bakar utama dalam pelatihan model AI miliknya.
Namun, kuasa hukum Google, John Schmidtlein, seperti dilansir dari Reuters, menepis kekhawatiran tersebut. Ia mengatakan Google kini tak lagi menandatangani kesepakatan eksklusif dengan operator seluler dan produsen smartphone, seperti Samsung, sehingga perusahaan-perusahaan tersebut bebas memuat aplikasi pencarian dan AI milik pesaing.
Kasus ini menjadi salah satu ujian hukum terbesar terhadap kekuatan korporasi teknologi sejak Microsoft menghadapi tuntutan serupa pada akhir 1990-an. Meski Hakim Mehta belum merilis putusan final terkait sanksi, keputusan ini dapat menjadi preseden penting dalam menata ulang tatanan ekosistem digital global.
Sebagai bagian dari grup Alphabet Inc., Google kini menghadapi tantangan yang bukan hanya berdampak pada bisnis periklanan, tetapi juga pada posisi strategisnya dalam persaingan AI, sistem operasi, dan data digital dunia.