UA, Wildan Hasan Syadzili, dalam acara
Bandung (Kemenag) — Kementerian Agama (Kemenag) menetapkan perubahan penting dalam tata kelola Kantor Urusan Agama (KUA). Berdasarkan Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 24 Tahun 2024, jabatan Kepala KUA kini dapat dijabat oleh PNS Penyuluh Agama Islam, selain PNS Penghulu. Hal itu disampaikan Kasubdit Bina Kelembagaan dan Mutu Layanan KUA, Wildan Hasan Syadzili, dalam acara Kalibrasi Standar Kompetensi Jabatan SDM KUA di Bandung, Rabu (28/5/2025).
“Dengan perubahan ini, kepala KUA tidak hanya bisa berasal dari penghulu, tetapi juga dari Penyuluh Agama Islam. Bahkan, KUA bisa dipimpin oleh Penyuluh Agama Islam perempuan,” ujar Wildan.
Perubahan ini juga mengacu pada PermenPANRB Nomor 2 Tahun 2023 tentang Unit Pelaksana Teknis (UPT), yang mengatur kepemimpinan di lingkungan KUA. “KUA adalah UPT di bawah binaan Ditjen Bimas Islam, sehingga kepala KUA adalah fungsional di bawah Ditjen Bimas Islam, yaitu penghulu dan Penyuluh Agama Islam,” jelas Wildan.
Seleksi Kepala KUA Lebih Mudah dan Cepat
Wildan juga menekankan bahwa seleksi calon Kepala KUA akan dilakukan dengan serius namun tetap mengutamakan kemudahan dan kecepatan. “Pak Dirjen (Bimas Islam) selalu mengingatkan kami agar fokus pada solusi. Kekosongan jabatan kepala KUA harus segera teratasi karena kebutuhan layanan KUA sangat bergantung pada keberadaan kepala KUA definitif,” ujarnya.
Menurut Wildan, Penyuluh Agama Islam harus semakin merasa terhubung dengan KUA. “Penghulu harus menyesuaikan diri dan membangun sinergi dengan kepemimpinan baru di KUA. Kita bersama-sama berjuang mewujudkan KUA sebagai pusat layanan keagamaan di kecamatan, tidak hanya untuk pencatatan nikah, tetapi juga pelayanan lainnya,” tambahnya.
Tugas Kepala KUA Berdasarkan Fungsi Asal
Meski ada perubahan dalam kepemimpinan, Wildan memastikan bahwa kepala KUA dari penyuluh atau penghulu tetap menjalankan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) masing-masing. Penyuluh agama tetap menjalankan bimbingan agama dan pembangunan dengan pendekatan keagamaan, sementara penghulu tetap berfokus pada layanan pencatatan nikah dan bimbingan masyarakat Islam.
“Layanan pencatatan nikah adalah tugas eksklusif penghulu. Penyuluh memiliki domain tersendiri sesuai tugas jabatan kepenyuluhan,” kata Wildan.
Ia menjelaskan, meskipun kepala KUA berasal dari penyuluh, kewenangannya tidak mengintervensi tugas penghulu. Kepala KUA tetap memiliki kewenangan dalam pengawasan internal dan tata kelola perkantoran lainnya.
Posisi Kepala KUA sebagai Fungsi Manajerial
Dalam sistem baru ini, posisi kepala KUA dipahami sebagai fungsi manajerial, yang terpisah dari tugas teknis penghulu dan penyuluh. “Kepala KUA itu entitas yang berbeda dengan penghulu dan penyuluh. Sebelumnya, kepala KUA adalah penghulu, dan penghulu adalah kepala KUA,” ungkap Wildan.
Terkait legalitas dokumen pencatatan nikah, Wildan mengatakan, meski Kepala KUA bukan penghulu, proses pencatatan nikah tetap dilakukan oleh penghulu yang ditunjuk. “Pemeriksaan dan penandatanganan dokumen nikah tetap dilaksanakan oleh penghulu karena mereka juga merupakan Pejabat Pencatat Nikah (PPN),” jelas Wildan.
Ketentuan Teknis Masih Menunggu Penyelesaian
Wildan juga menjelaskan, ketentuan teknis mengenai penataan jabatan Kepala KUA masih dalam proses penyusunan. Meskipun perubahan skema kepemimpinan ini merupakan langkah penting, proses desain teknis harus dilakukan dengan bijak dan mempertimbangkan konfigurasi sosial di tiap KUA.
“Kami memastikan ketentuan teknis pelaksanaan PMA Nomor 24 Tahun 2024, termasuk soal Kepala KUA, harus selesai dalam waktu satu tahun sejak diundangkannya PMA ini, yaitu pada Oktober tahun ini,” ujarnya.
Kepemimpinan Inklusif dan Terbuka
Reformasi ini menandai langkah Kemenag untuk membangun tata kelola KUA yang lebih terbuka, inklusif, dan profesional. Dengan memberi kesempatan pada penyuluh agama, termasuk perempuan untuk memimpin KUA, Kemenag menunjukkan pelayanan keagamaan yang mencerminkan nilai-nilai keadilan dan inklusi.
(Fn/Mr)