Ibu Bara Andi Patellui, jemaah UPG Kloter 3 lansia risti, bersama para petugas PPIH.
Makkah (Kemenag) — Nuraedah, Pembimbing Ibadah pada Kloter 3 Makassar (UPG) beberapa kali merangkul bahu, dan mengajak bicara Ibu Bara Andi Patellui, jemaah haji lansia dan berisiko tinggi (risti) yang lebih banyak duduk tercenung dengan mata kadang menerawang.
Ekspresi wajah Ibu Bara perpaduan sendu dan haru, berkali-kali berusaha menahan jatuhnya air mata. Ia terdiam lama saat Tim Media Center Haji (MCH) menanyakan perasaannya, dan menyilakan untuk mengatakan apapun yang dirasakannya.
Ibu Bara tampak tak dapat menyembunyikan perasaan lega dan senang saat Kepala Seksi (Kasi) Perlindungan Jemaah (Linjam) Daerah Kerja (Daker) Madinah, Muhammad Slamet, mengembalikan tas selempang kecil berisi barang-barang penting miliknya, termasuk identitas dan dompet berisi uang. Nuraedah turut menjelaskan situasi tersebut pada Ibu Bara.
“Terima kasih,” ucap Ibu Bara akhirnya, singkat dengan suara bergetar.
Menurut penjelasan Kepala Sektor Bir Ali, Muhammad, Ibu Bara adalah jemaah yang sempat ditemukan Qurrotul Aini, petugas PPIH Sektor Bir Ali, dalam posisi sudah lemas dan sedang ditangani pihak kesehatan, di dalam Masjid Bir Ali.
Ia adalah jemaah lansia risti yang tetap turun salat di Bir Ali. Namun kondisi fisiknya yang lemah tak dapat membohongi. Ia lantas dilarikan ke Rumah Sakit Saudi German untuk mendapatkan perawatan intensif. Barangnya tertinggal di Masjid Bir Ali saat itu, dan diserahkan pada Muhammad Slamet, oleh petugas haji pada Sektor Khusus Bir Ali.
Sepuluh hari lamanya Ibu Bara mendapat perawatan. Fadhiel Abdul Walid D.S., Dokter Tenaga Kesehatan Haji (TKH) pada Kloter 3 UPG mengidentifikasinya masih berusaha menyesuaikan dengan kondisi sosial saat ini.
“Maklum saja, 10 hari ia berada dalam perawatan di rumah sakit di sebuah negeri yang asing. Ibu Bara berhaji tanpa didampingi keluarga atau sanak saudara,” ujar Dokter yang dalam kesehariannya mengabdi di R.S. Bhayangkara Makassar.
“Kita yang normal saja kalau dihadapkan seminggu lebih dengan orang asing, pasti tekanan. Apalagi dengan keadaan Ibu Bara yang sejak awal berangkat dari Indonesia memang masih berusaha menyesuaikan, dalam keadaan bertemu orang-orang baru. Tambah lagi masuk rumah sakit,” sambungnya.
Muhammad Slamet mengatakan, ia dan tim layanan Linjam terus turut memantau kondisi Ibu Bara, hingga akhirnya dipindahkan ke Makkah, dan akhirnya berkesempatan menyerahkan barang tertinggal yang cukup berharga milik Ibu Bara, di Hotel Moro Al Alameyah (311), Rabu siang (28/05).
“Ini adalah tanggung jawab kami sebagai petugas, bahwa ketika kita menemukan barang jemaah, kita usahakan, kita sampaikan kepada pemiliknya, bagaimanapun caranya, itu adalah tugas dan tanggung jawab kami agar barang-barang dari jamaah itu aman. Aman, dan jemaah sendiri tentunya merasa senang kalau barang itu kembali,” terang Slamet.
Kabar baiknya, sebagaimana dijelaskan Nuraedah, jemaah tersebut telah menjalankan umrah wajib, tak lama setelah berada di Makkah. Nuraedah, selalu berada di sampingnya, dan mengupayakan fasilitas terbaik untuk jemaah tersebut.
Selain kursi roda, Ibu Bara mendapat fasilitas mobil golf untuk tawaf dan sa’i. Nuraedah lantas memperlihatkan foto dan video saatumrah wajib.
“Kami berupaya memberikan layanan prima dengan membantu memakai kain ihram hingga mengikuti seluruh rangkaian ibadah umroh wajib di Masjidil Haram,” tuturnya.
“Saat Sa’I saya pandu doa-doanya di atas mobil golf,” terang pembimbing ibadah yang dalam keseharian merupakan Kepala MAN I Makassar itu.
Tiga rekan sekamar Ibu Bara sama-sama lansia. Semuanya tampak bersikap baik, antusias, dan ramah, menerima para tetamu di kamar, mendukung dan tenang memperhatikan saat semua perhatian tertuju pada Ibu Bara.
Menurut dr. Fadhil, petugas sengaja memilihkan rekan sekamar bagi Ibu Bara sebagai bagian dari support system, untuk mendukung Ibu Bara merasa nyaman, segera pulih, dan dapat melaksanakan ibadah dengan baik.
“Alhamdulillah. Jadi kami memang atur untuk ruangan-ruangan, kamar-kamar yang kemungkinan bisa suport. Jangan kita gabungkan sama yang tidak bisa memperhatikan. Jadi kami memang atur ke tempat-tempat (kamar) yang bisa suport dan bersedia,” jelasnya.
Untuk diketahui, lansia dan terlebih risti sebenarnya diimbau untuk tidak turun dari kendaraan, saat berada di Bir Ali. Mereka cukup melaksanakan salat sunah ihrom dari penginapan, dan membaca niat ihrom di kendaraan saja saat di Bir Ali. Namun, beberapa lansia dan risti memang tetap turun untuk melaksanakan salat, karena merasa lebih afdhol.
Saat petugas menyapa para lansia itu, dan menanyakan kondisi dan kabar, mereka menjawab antusias dan senang atas setiap perhatian dan sapa ramah petugas. Ibu Bara terbang dari Bandar Udara Sultan Hasanuddin Makassar, Sulawesi Selatan, pada tanggal 3 Mei 2025. Ia berada pada Kloter UPG 3 Rombongan 5, dengan Ketua Kloter Rizkan Fajar dan Ketua Rombongan Abdul Hakim Amar Ahmad.